Bisnis.com, JAKARTA — Pembangunan rumah subsidi didorong berkualitas dan layak huni. Pasalnya, masih terdapat backlog rumah mencapai 9,9 juta dan 25 juta hingga 27 juta rumah tak layak huni.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistis (BPS) masih ada 9,9 juta angka backlog hunian. Selain itu, berdasarkan publikasi berjudul Indikator Perumahan dan Lingkungan 2024 BPS, jumlah keluarga di Indonesia yang masih menempati rumah tak layak huni pada tahun 2024 mencapai 34,75%, sedangkan rumah tangga yang menempati rumah layak huni mencapai 65,25%.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait meminta rumah subsidi dibangun oleh pengembang yang berkualitas dan layak huni. Menurutnya, pentingnya mutu fisik bangunan dan lingkungan dalam penyediaan rumah bersubsidi
Dia menuturkan terdapat banyak rumah bersubsidi yang dibangun dengan baik, mempunyai jalan yang layak, tembok yang kokoh, ubin yang halus, air yang bersih, dan lingkungan yang asri. Namun, di sisi lain, dia tidak menampik bila masih ada rumah-rumah subsidi yang mengalami permasalahan serius.
“Tapi, kami juga menemukan rumah subsidi yang tidak hujan, tapi banjir. Yang belum setahun temboknya retak-retak, dan sebagainya,” ujarnya dalam keterangan resmi dikutip Rabu (26/3/2025).
Dia mendorong agar perumahan subsidi untuk bisa bebas banjir, memiliki air bersih, ruang terbuka hijau dan berkelanjutan.
Baca Juga
Selain itu, sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menggelar “karpet merah” tidak hanya kepada investor namun juga wong cilik dalam hal ini termasuk para guru yang merupakan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Selain alokasi rumah subsidi untuk guru, pemerintah juga menyiapkan alokasi untuk MBR dari berbagai profesi lainnya.
“Kami sudah mengalokasikan 20.000 unit untuk guru, lalu para pahlawan devisa kita, para tenaga kerja Indonesia (TKI), banyak perempuan tangguh di antara mereka, kami alokasikan 20.000 unit juga. Yang ketiga untuk bidan sebanyak 10.000 unit, perawat 15.000 unit, tenaga kesehatan masyarakat 5.000 unit. Kami juga sudah alokasikan untuk petani, nelayan, dan buruh. Dengan bantuan BPS, program ini bisa lebih tepat sasaran dan rumah subsidi tidak dinikmati oleh orang-orang yang tidak berhak,” tutur Maruarar.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menuturkan pemerintah mengedepankan pembangunan kualitas sumber daya manusia yang kuncinya terletak pada kualitas guru. Dengan adanya program rumah untuk guru Indonesia, pemerintah mendukung peningkatan kualitas hidup para guru sehingga mereka dapat bekerja dengan baik.
“Ada 20.000 unit untuk guru karena jumlah guru yang masih belum memiliki rumah sebanyak 438.816 di seluruh Indonesia. Kami ingin agar para guru dapat bekerja lebih baik lagi, dengan peningkatan kesejahteraan dan kepemilikan rumah yang layak huni,” kata Abdul.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan dalam prrogram rumah untuk guru Indonesia, BPS bertugas mengumpulkan data dan mengolahnya sehingga dapat dimanfaatkan untuk mendukung realisasi program.
“Kami mendapatkan data administrasi guru dari Dikdasmen, kemudian kami padu-padankan dengan data tunggal yang disebut Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), serta kami lengkapi dengan variabel-variabel tambahan yang dibutuhkan. Hasil dari DTSEN tersebut, kami kembalikan ke Dikdasmen untuk dimanfaatkan dalam program ini,” ucapnya.
Sementara itu, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan pihaknya sangat mendukung upaya pemenuhan kebutuhan tiga juta rumah dengan penyediaan pembiayaan yang terjangkau untuk seluruh segmen MBR.
“Kami berharap mudah-mudahan kerja sama yang dilakukan dapat mempercepat pencapaian sasaran, ini akan kami jaga. Kami berkomitmen mengawal 20.000 unit kuota untuk guru tahun ini, jangan sampai yang tidak berhak ikut menikmati fasilitas KPR Subsidi,” tuturnya.
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu berpendapat program rumah untuk guru Indonesia merupakan hasil kerja kolaborasi lintas sektor untuk membantu para guru supaya memiliki rumah layak huni dan terjangkau.
“Kalau boleh usul, kita tambahkan tahun depan, selain guru ASN (aparatur sipil negara), kita tambahkan dengan guru-guru Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan swasta. Kami berharap program ini terus berjalan karena program ini yang paling disukai dan masih banyak guru yang belum punya rumah layak huni. Dengan begitu, guru bisa lebih konsentrasi mengajar,” ujarnya.
Pada 2025, program ini dapat memberikan sebanyak 20.000 unit rumah subsidi kepada guru-guru di seluruh Indonesia dengan total nilai pembiayaan mencapai Rp3,4 triliun. Sasaran program ini adalah guru berstatus pegawai negeri sipil, pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, honorer, dan guru swasta yang memenuhi kriteria penerima KPR subsidi.
“Sama dengan skema pembiayaan yang digunakan adalah KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada umumnya,untuk guru non-PNS dan KPR Tapera untuk guru PNS. Fasilitas KPR subsidi tersebut mencakup bunga tetap 5% sepanjang tenor, uang muka minimal 1% dari harga rumah dengan tenor pinjaman maksimal selama 20 tahun serta mendapatkan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) sebesar Rp4 juta,” tuturnya.
Sebagai tahap awal implementasi, BTN menggelar akad kredit serentak pada tanggal 25 Maret 2025 untuk 300 debitur, baik secara onsite maupun online yang tersebar di 8 wilayah masing-masing yaitu Bogor yakni Perumahan Pesona Kahuripan 10 sebanyak 59 debitur, Banda Aceh, Medan, Pontianak, Makassar, Bangkalan, Kupang, serta Jayapura yang mayoritas berasal dari jenjang SD, diikuti SMP dan SMA, dengan masa kerja di atas dua tahun.
“BTN bekerja sama dengan Kementerian Dikdasmen dalam konsolidasi dan verifikasi data guru yang memenuhi syarat. Program ini ke depannya akan diterapkan secara nasional,” ujarnya.
Sebagai pemain utama di KPR nasional, BTN selama ini telah menunjukkan kepeduliannya terhadap insan pekerja sektor pendidikan. Hal itu terlihat dari total penyaluran rumah untuk tenaga pendidik yang telah mencapai 22.768 unit sejak tahun 2021. Selama tiga bulan pertama tahun ini, total yang telah disalurkan untuk tenaga pendidik yakni sebanyak 1.507 unit.