Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cara Pemerintah Tangani Persoalan Rumah Tak Layak Huni Menjamur di Desa

Masih banyak rumah tidak layak huni berada di desa karena perencanaan dan pembangunan rumah yang tidak terorganisir dan tidak memiliki standar yang sama.
Foto udara proyek pembangunan perumahan di kawasan Cikadut, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (8/1/2025)/JIBI/Bisnis/Rachman
Foto udara proyek pembangunan perumahan di kawasan Cikadut, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (8/1/2025)/JIBI/Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Sektor perumahan di Indonesia rupanya masih memiliki permasalahan kelayakan hunian mulai dari akses sumber air minum layak dan akses sanitasi yang layak.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum layak pada tahun 2024 sebanyak 92,64% dimana di perkotaan sebesar 96,56% dan di perdesaan sebesar 87,06%. Namun demikian jika dilihat dari provinsi, terjadi gap yang besar dimana prosentase akses sumber air minum layak tertinggi berada di Jakarta sebesar 99,96% dan yang terendah berada di provinsi Papua Pegunungan sebesar 30,64%.

Sejak tahun 2019, konsep yang digunakan mengacu pada metadata SDGs dimana rumah tangga dikatakan memiliki akses air minum layak (access to improved water) yaitu jika sumber air minum utama yang digunakan adalah leding, air terlindungi, dan air hujan.

Air terlindungi mencakup sumur bor dan pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung. Bagi rumah tangga yang menggunakan sumber air minum berupa air kemasan, maka rumah tangga dikategorikan memiliki akses air minum layak jika sumber air untuk mandi/cuci berasal dari leding, sumur bor/pompa, sumur terlindung, mata air terlindung, dan air hujan.

Lalu terkait dengan kelayakan sanitasi dilihat dari rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak jika rumah tangga memiliki fasilitas tempat Buang Air Besar (BAB) yang digunakan sendiri atau bersama rumah tangga tertentu (terbatas) ataupun di mandi, cuci, kakus (MCK) komunal yang menggunakan jenis kloset leher angsa dan tempat pembuangan akhir tinja di tangki septic tank atau IPAL atau bisa juga di lubang tanah jika wilayah tempat tinggalnya di perdesaan.

Kemudian, rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak di tahun 2024 sebanyak 83,6% dimana di perkotaan sebesar 84,06% dan di perdesaan sebesar 82,93%. Jika dilihat dari provinsi, Kepulauan Bangka Belitung memiliki akses sanitasi layak tertinggi dengan prosentase sebesar 94,16%, sedangkan terendah di Provinsi Papua Pegunungan sebesar 12,61%.

Adapun jumlah keluarga di Indonesia yang masih menempati rumah tak layak huni pada tahun 2024 mencapai 34,75%, sedangkan rumah tangga yang menempati rumah layak huni mencapai 65,25%. . 

Di sisi lain, pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memiliki program prioritas pembangunan 3 juta rumah yang terdiri dari 1 juta unit di perkotaan dan 2 juta unit di perdesaan. Salah satu latar belakang program 3 juta rumah ini karena 27 juta keluarga di Indonesia masih tinggal di rumah yang tergolong sebagai rumah tidak Layak Huni (RTLH) terkait area yang kumuh, minim akses terhadap air bersih, dan fasilitas sanitasi yang tidak layak.

Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah mengatakan masih banyak rumah tidak layak huni berada di desa karena perencanaan dan pembangunan rumah dilakukan secara informal dengan basis keaktifan keluarga masing – masing. Hal ini membuat masyarakat desa sangat memerlukan rumah tidak layak huni.

“Saya sedang berdiskusi apakah dana APBN bisa dialokasikan untuk membenahi rumah tidak layak huni, karena skema bisnis rumah desa ini tidak bertemu, berbeda dengan perkotaan yang skema bisnisnya ada karena ekonomiannya tercapai,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (14/1/2025).

Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, saat ini jumlah rumah tidak layak huni di perdesaan mencapai 4 juta unit rumah. Angka itu sesuai dengan kepemilikan nama dan alamat atau by name by address.

“Kami terus menyisir rumah tidak layak huni di desa sesuai dengan data by name dan by address. Kami coba sisir pelan – pelan,” katanya. 

Menurutnya, salah satu upaya untuk membangun rumah di desa dengan menggunakan skema rumah berbasis komunitas. Nantinya, dengan rumah berbasis komunitas yang dibangun di perdesaan, pemerintah akan hadir sebagai fasilitator.

Nantinya, entitas struktur negara di tingkat bawah seperti rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) dapat difungsikan menjadi kelompok ekonomi masyarakat termasuk untuk pembangunan rumah berbasis komunitas.

RT dan RW ini dapat juga difungsikan sebagai pendamping dalam pembangunan atau perbaikan rumah yang layak huni lengkap dengan sanitasi dan pengelolaan sampahnya. Terlebih, Indonesia memiliki 1,2 juta RT/RW sehingga akan lebih mudah memantau pembangunan rumah komunitas. Hal ini sesuai dengan konsep gotong royong.

Hal ini dilakukan karena kawasan perdesaan sudah memiliki banyak rumah namun belum layak huni karena tidak dilengkapi oleh sanitasi.

“Paling cocok rumah di desa itu rumah komunitas, ini bisa masuk unsur koperasi, usaha kecil untuk bergotong royong. Nanti dengan konsolidasi dari pemerintah. Kami juga sebagai fasilitator untuk pengembang, stakeholder, bahan bangunan, komunitas, dan lainnya. Kami urus pengadaan rumah masyarakat bawah yang rusak juga,” ucapnya. 

Dia menegaskan rencana pembangunan 2 juta unit rumah di perdesaan tidak semua berbentuk bangunan baru. Namun, juga terdapat perbaikan untuk rumah tidak layak huni dengan melengkapi akses sanitasi dan air bersih.

“Kami ingin 1 rumah punya 1 MCK agar sanitasi dan layak huni. Untuk itu peningkatan rumah menjadi layak huni yang sehat di desa-desa menjadi bagian dari program 3 juta rumah,” tutur Fahri. 

Sementara itu, Ketua Umum The Housing and Urban Development Institute (The HUD Institute), Zulfi Syarif Koto mengatakan selama 3 dekade terakhir, rumah yang dibangun masyarakat secara mandiri atau rumah swadaya merupakan developer terbesar sekaligus masalah yang besar.

“Sebesar 82,86% rumah yang dibangun di Indonesia itu dibangun oleh masyarakat itu sendiri, swasta sebesar 10% hingga 17%, dan pemerintah sebesar 5% hingga 10%,” ujarnya. 

Jumlah pembangunan rumah swadaya di perdesaan ini makin meningkat selama periode 5 tahun terakhir. Namun demikian, rumah swadaya banyak yang tidak layak huni sehingga membuat kawasan kumuh.

“Ini karena kurang mendapat porsi kehadiran pemerintah, dan minimnya akses ke sumber daya kunci kehidupan layak,” katanya. 

Selain itu, rumah swadaya yang dibangun masyarakat pun memiliki standar dan kualitas yang berbeda – beda yang menyebabkan saat terjadi bencana alam seperti gempa bumi menjadi roboh dan memakan korban jiwa.

Menurutnya, diperlukan peran pemerintah dalam memberikan pendampingan dan juga standar, panduan, serta kriteria dalam pembangunan rumah swadaya berbasis komunitas.

Adapun pembangunan rumah swadaya ini dilakukan oleh komunitas warga setempat dengan cara bergotong royong. Pendanaan pembangunan rumah berbasis komunitas ini bisa berasal dari APBN, iuran warga, maupun dana corporate social responsibility (CSR). Adapun lahan yang digunakan bisa menggunakan lahan milik warga maupun hibah dari pihak swasta.

“Membangun rumah dan kawasan permukiman itu hakikatnya adalah membangun manusia, membangun peradaban, bukan hanya fisik atau bangunan semata” tutur Zulfi.

Pihaknya berkomitmen untuk mendorong terwujudnya program 3 juta rumah per tahun dan turut menjadi bagian yang memberikan sumbang saran yang produktif dan kolaboratif agar program tersebut terlaksana 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper