Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kala Pengembang Tepis Alih Fungsi Lahan Kawasan Perumahan Biang Kerok Banjir Jabodetabek

Banjir yang terjadi pada awal Maret ini bukan sepenuhnya salah pengembang namun terdapat tanggung jawab dari pihak pemerintah daerah hingga kementerian terkait.
Banjir melanda kawasan perumahan Pondok Gede Permai di Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat pada Selasa (4/3/2025). Dok Istimewa
Banjir melanda kawasan perumahan Pondok Gede Permai di Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat pada Selasa (4/3/2025). Dok Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Banjir besar yang terjadi di Jabodetabek khususnya Bekasi dan Kabupaten Bogor pada Selasa (4/3/2025) akibat dari intensitas curah hujan tinggi yang mengguyur kawasan hulu dan hilir semalaman.

Sejumlah perumahan seperti Puri Harmoni 8, Pondok Damai, Bumi Mutiara, Mahkota Pesona, Vila Nusa Indah 1, 2, 3, dan 5, Situsari Sejahtera, Pondok Gede Permai, Kemang Ifi Graha, Kemang Pratama, Pondok Mitra Lestari, Grand Galaxy Bekasi, Bumi Satria Kencana, Jaka Kencana, Depnaker, Bumi Nasio Indah, Jatiluhur, Graha Indah, Buana, Villa Jati Rasa, Taman Bougenville, Jatibening Permai, Taman Narogong Indah, dan The Arthera Hill. Selain di Bekasi dan Bogor, banjir pada Selasa (4/3/2025) juga melanda 13 kawasan perumahan di Depok dan Tangerang.

Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia (REI) Bambang Eka Jaya mengatakan proses pembangunan satu wilayah bukan hanya oleh developer saja. Pengembangan perumahan harus sesuai dengan perencanaan dan tata ruang dan berlaku.

“Kami membangun sesuai dengan konsep tata ruang yang ada dan peraturan terkait, serta semua perizinan yang dikeluarkan oleh Pemda,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (12/3/2025).

Pihaknya menampik pengembang menggunakan lahan bekas sawah dan rawa untuk dijadikan kawasan perumahan. Menurutnya, yang perlu diperhatikan oleh masyarakat tidak semua akibat yang timbul seperti banjir besar yang baru terjadi langsung menunjuk developer sebagai biang kerok.

“Memang koordinasi harus disinergikan oleh Pemda karena saat mulai proyek pun peil banjir (ketinggian muka tanah yang secara hidrologi paling aman dari resiko banjir) sudah ditetapkan oleh pemda dalam proses PBG (perizinan bangunan gedung) di samping dengan amdal lalin, amdal lingkungan untuk proyek yang skala besar,” katanya.

Dia menegaskan tidak ada satu developer yang mau proyek propertinya kebanjiran karena akan menghancurkan nilai proyek tersebut dan juga reputasi developer ke depan.

“Yang perlu dilakukan tentu pengawasan dalam pelaksanaannya agar sesuai,” ucapnya.

Bambang menambahkan untuk developer besar yang menggunakan lahan bekas rawa akan dilakukan pengerukan dan diganti tanah merah. Lalu dibangun dengan fondasi minimal beton plat setempat dan bahkan menggunakan tiang pancang beton untuk menjaga kualitas bangunan.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Properti dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah berpendapat sebelum membangun rumah terdapat prosedur yang dilalui.

“Jika perizinan diperbolehkan dan sesuai aturan yang ada, pengembang pasti mengikuti aturan, dan tidak saling menyalahkan. Pengembang pada prinsip izin yang diterbitkan oleh Pemda, kalau pemda yang melarang maka pengembang enggak akan bangun,” tuturnya.

Menurutnya, banjir besar yang terjadi pada pekan lalu bukan salah pengembang. Dia menilai perlu dilakukan evaluasi menyeluruh perizinan dan bukan hanya perumahan saja.

“Perumahan masyarakat umum banyak tenggelam. Banjir kemarin kan seperti bencana dan tidak saling menyalahkan. Evaluasi juga dilakukan ke perumahan masyarakat umum yang dibangun swadaya,” ujarnya.

Dia mengusulkan agar evaluasi menyeluruh dilakukan pada pembangunan perumahan yang akan datang bukan pada perumahan yang sudah ada saat ini. Pasalnya, perumahan saat ini yang terkena banjir sudah terbangun dan dihuni.

“Pengembang enggak akan bangun kalau tidak sesuai dengan peruntukan lahan dan perizinan. Kalau peruntukkannya sawah kami tidak akan bangun. Kalau peruntukannya boleh dibangun permukiman tidak salah pengembangnya. Ini evaluasi menyeluruh dilakukan untuk semua perumahan baru ke depannya,” kata Bambang. 

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Properti dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah berpendapat sebelum membangun rumah, terdapat prosedur yang dilalui.

“Jika perizinan diperbolehkan dan sesuai aturan yang ada, pengembang pasti mengikuti aturan, dan tidak saling menyalahkan. Pengembang pada prinsip izin yang diterbitkan oleh Pemda, kalau pemda yang melarang maka pengembang enggak akan bangun,” tuturnya.

Menurutnya, banjir besar yang terjadi pada pekan lalu bukan salah pengembang. Dia menilai perlu dilakukan evaluasi menyeluruh perizinan dan bukan hanya perumahan saja.

“Perumahan masyarakat umum banyak tenggelam.Banjir kemarin kan seperti bencana dan tidak saling menyalahkan. Evaluasi juga dilakukan ke perumahan masyarakat umum yang dibangun swadaya,” ujarnya. 

Dia mengusulkan agar evaluasi menyeluruh dilakukan pada pembangunan perumahan yang akan datang bukan pada perumahan yang sudah ada saat ini. Pasalnya, perumahan saat ini yang terkena banjir sudah terbangun dan dihuni.

“Pengembang enggak akan bangun kalau tidak sesuai dengan peruntukan lahan dan perizinan. Kalau peruntukannya boleh dibangun permukiman tidak salah pengembangnya. Ini evaluasi dilakukan semua ke depannya,” kata Junaidi.  

Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Ari Tri Priyono menuturkan perlu dilakukan edukasi ke masyarakat bahwa pengembang tidak mungkin membangun di tempat yang secara aturan tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, jika mau dilakukan evaluasi kawasan perumahan, senantiasa harus bermula dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dari kabupaten dan kota yang bersangkutan.

“Penegakan dari aturan zonasi tata ruang di wilayah yang bersangkutan,” ucapnya.

Menurutnya, jika sudah dibangun dan seluruh persyaratan dan izinnya sudah terpenuhi maka pengembang telah memenuhi seluruh tugasnya. Dia menilai perizinan menjadi kunci dari seluruh masalah yang diperselisihkan akhir-akhir ini.

“Bila dirasa berbahaya dan seterusnya, maka sebaiknya dari awal saat perizinan, maka ditolak dan jangan diizinkan saja. Negara punya kewenangan sangat besar untuk mengaturnya,” tutur Ari. 

Pengamat Properti Anton Sitorus menuturkan salah satu penyebab banjir besar di Bekasi ini yakni kesalahan pada perencanaan tata kota terutama pada saluran airnya sehingga perlu dilakukan pengerukan. 

Kendati demikian, dia tak menampik banyak rumah yang dibangun di atas lahan bekas sawah karena harga yang murah dan lahan semakin terbatas. Pasalnya, lahan bekas sawah dan rawa seharusnya tidak dialih fungsikan menjadi lokasi pembangunan rumah. Hal ini dikarenakan kondisi tanah yang tidak solid dan kualitas air yang tak bagus.

“Tanah sawah memang enggak bagus. Secara fisiknya enggak bagus, air tanahnya juga jelek kualitasnya. Lalu juga kekuatan tanahnya juga perlu dipadetinnya juga banyak. Karena lama-lama turun-turun,” ujarnya. 

CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda berpendapat banjir yang terjadi pada awal Maret ini bukan sepenuhnya salah pengembang namun terdapat tanggung jawab dari pihak pemerintah daerah hingga kementerian terkait.

Pasalnya, pengembang tidak akan bisa membangun rumah di lahan yang rawan banjir apabila pengajuan rancangannya tidak disetujui oleh Pemerintah Daerah dan Kementerian. Selain itu, banjir yang terjadi terutama di Jawa Barat akibat tata pembangunan saluran air yang tidak terhubung satu sama lain.

“Pemerintah daerah, pusat, kementerian terkait, ini harus sama-sama selesaikan masalah banjir,” katanya. 

EVALUASI KAWASAN PERUMAHAN & SEMPADAN SUNGAI

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi mengatakan banyak masyarakat yang tertipu oleh pengembang yang menjual tagline bebas banjir ketika menjual unit rumahnya. Namun setelah ditempati, kondisi perumahan itu terendam banjir, bahkan ketinggian airnya hingga mencapai dua meter.

“Banyak perumahan yang dulu menjanjikan bebas banjir hari ini banjirnya dua meter. Kita akan audit dari aspek lingkungan seluruh perumahan di Jabar yang banjir,” ucapnya dilansir akun Tiktoknya. 

Menurutnya, audit pengembang perumahan perlu dilakukan untuk mencari tahu kesesuaian analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dalam pengendalian banjir.

Dia meminta Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman mengevaluasi seluruh pengembang perumahan terutama yang membangun di tepi sungai dan sawah. Haal ini penting agar tidak terjadi bencana di kemudian hari.

“Kementerian Perumahan harus mengevaluasi pengembang-pengembang yang melaksanakan pembangunan perumahan di tepi sungai dan di tengah sawah,” tuturnya. 

Dia menilai bencana alam yang terjadi belakangan ini akibat dari pengelolaan lingkungan yang tidak baik. Salah satunya pembangunan perumahan yang tidak mengacu kepada rencana desain tata ruang dan wilayah.

“Bencana terjadi karena tata ruangnya, pembangunannya dilakukan secara ugal-ugalan, melawan prinsip alam,” ujarnya.  

Saat ini marak terjadi alih fungsi lahan di hampir seluruh wilayah Jawa Barat. Bahkan, alih fungsi terjadi di kawasan-kawasan yang seharusnya tidak boleh dibangun. Sebagai contoh, adanya daerah aliran sungai di Cibarusah, Cileungsi, dan Kali Bekasi yang sudah disertifikatkan sehingga diklaim milik perorangan. Padahal, secara aturan kawasan-kawasan tersebut tidak mungkin dimiliki perorangan demi keberlanjutan lingkungan.

“Dulu sungai dikelola BBWS, sekarang jadi milik perorangan. Berarti ada yang tidak tepat,” katanya. 

Dia meminta pemerintah kabupaten dan kota di Jawa Barat untuk mengawasi hal ini agar tidak ada lagi pembangunan perumahan di kawasan-kawasan yang terlarang. Adapun saat meninjau bantaran Sungai Bekasi untuk melihat proses pelebaran sungai, dia mendapati tanah di sekitar sungai telah berubah menjadi permukiman dan bahkan telah bersertifikat sebagai hak milik perorangan.

Dia menambahkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersedia mengubah status sempadan sungai yang tadinya milik perseorangan atau perusahaan menjadi tanah negara untuk pengerjaan normalisasi sungai. Hal ini nantinya normalisasi dan pelebaran sungai tidak akan terhambat oleh terbitnya sertifikat atau kepemilikan yang dikuasai perorangan atau perusahaan.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersedia membiayai pengukuran tanah di sempadan sungai sebagai bagian dari rencana pelebaran badan sungai untuk mengembalikan lagi kapasitas daya tampung dan fungsi sungai. Hal ini sebagai upaya untuk membenahi tata ruang.

“Kita memulai melakukan pembongkaran daerah yang menutupi daerah resapan air yang bedampak pada mengalir air ke Ciasura kemudian nanti ke Kali Bekasi, dari Kali Bekasi kemudian ke Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi serta Jakarta, kalau Jakarta juga dari Ciliwung. Nah kemudian kita juga sudah bergerak untuk membenahi daerah aliran sungai,” ucapnya. 

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menuturkan lahan di sempadan sungai yang belum memiliki sertifikat dan tidak ada yang memiliki maka akan disertifikatkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dan diserahkan hak pengelolaan (HPL) kepada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) setempat.

“Kalau yang sudah terlanjur ada sertifikat, kalau prosesnya tidak benar, memang kalau bukan haknya akan kita batalkan,” tuturnya. 

Apabila proses administrasi yang dilakukan sudah benar, maka dipertahankan untuk menjadi milik yang bersangkutan. Namun, jika terjadi proses pengadaan tanah atau lahan untuk pelebaran, maka akan diberikan dua opsi solusi. Jika sebaliknya karena proses administrasi yang dilakukan masyarakat sudah benar, maka akan dilakukan ganti rugi pengadaan tanah

“Kalau sudah terlanjur ada masyarakat sekitar dan dia tidak memiliki, bukan hak dia, enggak ada sertifikat, sertifikat salah, maka yang bersangkutan akan ada kehakiman tetap ya kan, minimal ganti bangunan,” ujarnya. 

Adapun status tersebut untuk memastikan daerah sempadan sungai terbebas dari aktivitas pembangunan.

“Supaya ke depan masyarakat tidak akan melakukan klaim sepihak membangun maupun mempunyai sertifikat di sepanjang bibir sungai dan sehingga menjaga ekosistem sungai,” kata Nusron. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper