Bisnis.com, JAKARTA — Just Transition Energy Partnership (JETP) kembali menjadi pembahasan hangat setelah Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo menilai JETP sebagai program gagal.
Anggapan tersebut Hashim lontarkan karena menurutnya tidak adanya komitmen JETP yang mengalir ke proyek transisi energi di Indonesia.
Sehingga, program bantuan pendanaan transisi energi senilai US$20 miliar atau setara Rp325,94 triliun (asumsi kurs Rp16.297 per dolar AS) itu hanya omong kosong.
"Banyak omon-omon ternyata. Ya, hibah US$5 miliar. Dalam US$20 miliar ternyata tidak ada. Itu ada khusus dalam JETP itu. US$5 miliar itu akan hibahkan apabila dana tersedia," kata Hashim.
Lalu, Apa Sebenarnya JETP?
JETP merupakan inisiasi negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG) yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang, serta beranggotakan Denmark, Inggris, Italia, Jerman, Kanada, Norwegia, Prancis, dan Uni Eropa.
JETP Indonesia sendiri hadir pada tanggal 16 November 2022, atas inisiasi kemitraan antara Pemerintah Indonesia dan IPG.
Baca Juga
Indonesia merupakan negara kedua yang telah meluncurkan skema pendanaan transisi energi setelah Afrika Selatan.
Adanya JETP diharapkan dapat mempercepat dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan dengan target, peaking emisi sektor ketenagalistrikan diproyeksikan terjadi pada tahun 2030, lebih cepat dari proyeksi awal.
Emisi sektor ketenagalistrikan tidak melebihi 290 juta ton CO2 di tahun 2030, lebih rendah 67 juta ton CO2 dibandingkan nilai baseline BaU sebesar 357 juta ton CO2.
Lalu, net zero emission sektor ketenagalistrikan ditargetkan pada 2050, lebih cepat 10 tahun dari proyeksi awal dan mempercepat pemanfaatan energi terbarukan setidaknya 34% bersumber dari energi terbarukan pada 2030.
Satu tahun setelah peresmian kemitraan, pemerintah Indonesia resmi meluncurkan dokumen Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (Comprehensive Investment and Policy Plan/CIPP) untuk pendanaan JETP.
CIPP merupakan hasil dari upaya keras selama setahun, yang mencakup memetakan jalur teknis sektor ketenagalistrikan di Indonesia, merekomendasikan perubahan kebijakan yang diperlukan dan menguraikan rencana transisi yang adil.
Adapun, CIPP juga berperan sebagai dasar untuk mendorong pendanaan JETP senilai UD$20 miliar untuk proyek dan prioritas transisi energi Indonesia.
IPG berkomitmen untuk memobilisasi pendanaan sebesar US$10 miliar dan Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) berkomitmen untuk memobilisasi dan memfasilitasi pembiayaan tambahan sebesar US$10 miliar.
Paket pendanaan sebesar US$20 miliar akan dicairkan melalui berbagai mekanisme, termasuk melalui hibah, pinjaman konsesi dan non-konsesi, serta investasi dan jaminan.
Pendanaan dari IPG akan difokuskan pada mendukung prioritas dan proyek yang diidentifikasi dalam CIPP.
Kemenkeu Sebut JETP Masih Samar
Pada pertengahan tahun 2024, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan komitmen dari negara-negara pendonor terkait implementasi pendanaan JETP masih belum jelas.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Boby Wahyu Hernawan menuturkan di balik para pendonor yang tergabung dalam International Partners Group (IPG), implementasi tersebut menjadi tantangan dunia.
"Ini tantangan global bukan hanya tantangan Indonesia, adalah merealisasikan komitmen itu. Indonesia siap, tinggal mereka [IPG]," ungkapnya saat Media Gathering, dikutip Jumat (31/5/2024).
Dana JETP Baru Masuk US$500 Juta
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut pendanaan transisi energi dari skema JETP untuk Indonesia baru masuk sebesar US$500 juta dari total komitmen US$21,6 miliar.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa pendanaan tersebut berasal dari Uni Eropa dan IPG yang dipimpin Amerika Serikat dan Jepang.
"Ada dua tuh dari Uni Eropa, sudah dengan SMI, kemudian yang satu lagi dari IPG, dari United States [AS]. Uni Eropa kalau tidak salah US$500 juta," kata Dadan saat ditemui di Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Dadan menuturkan, pendanaan dari dua sumber tersebut langsung disalurkan kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang merupakan pengelola dana JETP, untuk proyek panas bumi (geothermal).
"Kemudian diarahkan juga ke SMI untuk proyek geothermal. Kan itu yang ditunjuk sama pemerintah untuk yang di SMI," tutur Dadan.