Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia menegaskan peran kepemimpinannya dalam upaya global menghentikan polusi plastik. Pasca perundingan Intergovernmental Negotiating Committee (INC 5.2) di Jenewa yang berakhir tanpa konsensus.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan pihaknya memastikan komitmen internasional diterjemahkan menjadi langkah nyata di dalam negeri untuk menghentikan polusi plastik. Menurutnya, polusi plastik termasuk mikroplastik merupakan krisis yang harus segera ditangani bersama karena mengancam lingkungan dan kesehatan masyarakat.
"Saat ini baru 39% sampah di Indonesia yang terkelola dengan baik, sementara sisanya masih mencemari lingkungan. Kondisi ini mempertegas bahwa polusi plastik telah mencapai tingkat krisis dan tidak bisa ditunda lagi penanganannya," ujarnya dalam keterangan, Jumat (22/8/2025).
Dalam forum INC 5.2, Indonesia berperan aktif menjembatani perbedaan pandangan antara High Ambition Coalition (HAC) dan Like-Minded Countries (LMC). Keduanya adalah kelompok negara yang memiliki peran penting dalam proses negosiasi. HAC terdiri dari negara-negara dengan komitmen tinggi, mendorong adopsi perjanjian yang efektif dan progresif, yang mencakup langkah-langkah konkret untuk mengurangi polusi plastik secara signifikan, sementara LMC memainkan peran dalam memastikan perjanjian tersebut tidak hanya fokus pada tujuan ambisius tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan dan tantangan khusus negara-negara berkembang.
Indonesia mendorong klasterisasi pembahasan agar negosiasi lebih terarah, serta menekankan pentingnya perjanjian yang inklusif, adil, implementatif, dan mempertimbangkan kondisi unik masing-masing negara. Meski belum tercapai konsensus final, namun Indonesia menegaskan komitmen tetap berjalan.
"Dengan atau tanpa adanya perjanjian global, Indonesia tetap menjalankan langkah nyata, terukur, dan inklusif menuju Indonesia bebas polusi plastik. Semua ini hanya bisa tercapai dengan kolaborasi multipihak dan dukungan investasi," katanya.
Baca Juga
Di tingkat nasional, Indonesia tengah melaksanakan transformasi besar dalam pengelolaan sampah. Saat ini telah tersedia 250 Tempat Pengolahan Sampah
Terpadu (TPST), 42.033 Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R), serta fasilitas modern seperti biodigester, Refuse-Derived Fuel (RDF), dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 33 kota besar. Selain itu, sebanyak 343 TPA terbuka tengah dikonversi menjadi sanitary landfill. Inisiatif ini diperkirakan membutuhkan investasi Rp300 triliun dan terbuka bagi partisipasi swasta melalui pendekatan pentahelix.
Transformasi besar ini diperkirakan membutuhkan investasi hingga Rp300 triliun dan membuka ruang luas bagi partisipasi multipihak. NPAP diharapkan menjadi platform strategis untuk mobilisasi pendanaan non-pemerintah serta memperkuat sinergi lintas pemangku kepentingan.