Bisnis.com, JAKARTA — Data Sipongi Kementerian Kehutanan memperlihatkan indikasi luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) secara nasional mencapai 99.032,51 hektare (ha) per Juli 2025. Angka ini naik signifikan 1.052% dibandingkan dengan luas karhutla per Juni 2025 yang mencakup area seluas 8.594,49 ha.
Nusa Tenggara Timur menjadi wilayah dengan kontribusi karhutla terluas yakni 20.009,50 ha. Kemudian Sumatra Utara menyusul di peringkat kedua dengan luas karhutla 15.248,82 ha dan Kalimantan Barat mencakup area seluas 11.258,61 ha.
Adapun jumlah titik panas (hotspot) berdasarkan data satelit NASA-TERRA/AQUA dengan tingkat kepercayaan tinggi pada Juli 2025 mencapai 879 titik. Jumlah hotspot pada Juli 2025 lebih tinggi jika dibandingkan dengan Juli 2023 dengan 463 titik dan naik 13,27% secara tahunan dibandingkan dengan Juli 2024 di angka 776 titik.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebelumnya mencatat luas karhutla di NTT memang yang paling besar, tetapi penanganannya cenderung lebih mudah dibandingkan dengan karhutla di Sumatra dan Kalimantan.
"Nusa Tenggara Timur, meski area terbakar lebih luas, karena bukan gambut, begitu hujan atau intervensi penyiraman air, langsung padam," katanya dalam keterangannya di Jakarta awal Agustus 2025.
Karakteristik lahan gambut, kata Suharyanto, membuat pengendalian kebakaran di Kalimantan Tengah lebih kompleks. Hal ini berlaku pula di provinsi lain dengan lahan gambut luas seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sumatra Selatan, Jambi, dan Riau.
Baca Juga
Suharyanto mengatakan penanganan kebakaran lahan gambut memerlukan intervensi besar, seperti dengan pengerahan tim satuan tugas darat yang berperalatan lengkap. Upaya pemadaman bahkan memerlukan penyiraman udara menggunakan pesawat khusus dan modifikasi cuaca untuk meningkatkan peluang hujan.
"Bila kebakaran melanda lahan gambut, tantangannya menjadi besar, api tidak langsung padam walau disiram air," kata dia.