Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup mengungkapkan masih banyak perusahaan di Kalimantan yang belum siap menghadapi kebakaran lahan
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan pemerintah berkomitmen dalam penguatan pengendalian kebakaran lahan (karla) serta penanganan isu lingkungan hidup.
“Sampai dengan tanggal 2 Juli 2025, dari 2.590 perusahaan yang kami surati, baru 1.060 yang telah melaporkan kesiapsiagaan mereka,” ujarnya
Dia mengapresiasi komitmen Gapki yang mewakili lebih dari 300 perusahaan di Kalimantan dalam memperkuat sistem deteksi dini, menyiapkan sarana pemadaman, dan meningkatkan kapasitas personel tanggap darurat.
Meski tercatat penurunan titik panas (hotspot) sebesar 59% dibandingkan periode yang sama tahun 2024, data per 1 Juli 2025 masih mencatat 382 titik panas dan 498 kejadian kebakaran hutan dan lahan di berbagai provinsi, termasuk Kalimantan Timur. Hanif meminta kepala daerah untuk memverifikasi kesiapan sarana, prasarana, SDM, dan pendanaan para pemrakarsa usaha.
“Sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah akan diterapkan bagi yang tidak memenuhi standar, dan sanksi pidana jika ketentuan administratif tersebut tetap tidak dijalankan,” katanya
Baca Juga
Dia menurutkan lima penyebab utama kebakaran lahan yakni pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan, konflik tenurial, keberadaan lahan tidur (idle land), ketidakhadiran pemilik lahan (absentee), dan aktivitas ilegal dan penyebaran api dari wilayah lain. Risiko ini semakin tinggi di lahan gambut saat musim kemarau dan masih maraknya pembakaran dengan dalih budaya lokal.
“Data periode 2015–2024 menunjukkan 79 areal Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan mengalami kebakaran dengan total luas kurang lebih 42.476 hektare. Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pemrakarsa usaha, khususnya di sektor kelapa sawit, belum menjalankan upaya maksimal dalam mencegah kebakaran lahan,” ucapnya.
KLH memperkuat komitmennya dalam menjaga keberlanjutan lingkungan di Indonesia khususnya melalui upaya kolaboratif lintas sektor dan penguatan infrastruktur pengendalian lingkungan di daerah rawan bencana ekologi seperti Kalimantan.