Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ikhtiar Global Pacu Pasar Karbon ketika Permintaan Konsisten Lesu

Sejumlah inisiasi internasional disiapkan untuk meningkatkan minat pembelian kredit karbon menjelang COP30 di Brasil
Pembangkit listrik bertenaga fosil di Kosovo/Reuters-Laura Hasani
Pembangkit listrik bertenaga fosil di Kosovo/Reuters-Laura Hasani

Bisnis.com, JAKARTA —  Perhatian internasional makin terfokus pada penguatan pasar karbon sebagai salah satu mekanisme untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 atau COP30 yang akan digelar di Brasil pada November 2025. Di tengah stagnasi permintaan dan kompleksitas regulasi, upaya negara dan lembaga global untuk membenahi arsitektur pasar karbon kini memperoleh momentum baru.

Pasar karbon yang telah lama digadang sebagai solusi berbasis pasar untuk pengurangan emisi, menghadapi tantangan fundamental, yakni ketidakpastian regulatif dan kekhawatiran terhadap kredibilitas proyek.

Mengutip Reuters, banyak perusahaan enggan membeli kredit karena takut dianggap melakukan greenwashing, terutama setelah berbagai laporan menunjukkan penyimpangan dalam proyek-proyek REDD+ dan inisiatif konservasi lainnya. Akibatnya, meskipun ada peningkatan penerbitan, volume kredit yang benar-benar dipakai tetap stagnan di kisaran 160 juta ton karbon dioksioda (CO₂) ekuivalen per tahun sejak 2021 menurut data Abatable.

Menanggapi situasi ini, Inggris, Kenya, dan Singapura meluncurkan koalisi internasional untuk mendorong permintaan kredit karbon melalui penyusunan pedoman pembelian bagi sektor swasta. Didukung juga oleh Prancis dan Panama, inisiatif ini bertujuan membangun standar kepercayaan baru menjelang COP30.

Ravi Menon, Duta Iklim Singapura sekaligus penandatangan awal koalisi ini, menyatakan bahwa pasar karbon merupakan instrumen penting untuk mendorong aksi iklim.

“Tantangan utama ada di sisi permintaan. Banyak korporasi yang kini enggan membeli kredit karena khawatir dianggap melakukan greenwashing,” ujar Menon, dikutip dari Reuters, Rabu (25/6/2025).

Koalisi ini dianggap sebagai sinyal politik yang penting bahwa pemerintah ingin memberikan legitimasi dan arah yang jelas bagi sektor swasta untuk menggunakan kredit karbon sebagai bagian dari strategi iklim mereka. Menteri Iklim Inggris, Kerry McCarthy, menyebutnya sebagai langkah untuk mengintegrasikan pembiayaan swasta ke dalam agenda keberlanjutan global, terutama untuk menyalurkan dana ke negara berkembang.

Sementara itu, Brasil sebagai tuan rumah COP30 tercatat tengah memperkuat posisi pasar karbonnya. Salah satunya dengan mendorong kebijakan fiskal domestik yang progresif.

Dalam konteks ini, pemerintah Brasil telah menyetujui penggunaan kredit karbon sukarela sebagai instrumen pembayaran pajak penghasilan. Langkah bertujuan menciptakan permintaan domestik dan memperluas pasar kredit karbon nasional.

Brasil juga mengusulkan perluasan cakupan kontribusi penurunan emisi dari tingkat negara ke aktor non-negara, seperti perusahaan, pemerintah daerah, dan kota, melalui skema Globally Determined Contributions.

Proposal yang disampaikan oleh Presiden COP30, Duta Besar Andre Correa do Lago tersebut bertujuan menciptakan dinamika baru dalam aksi iklim global. Menurut Lago, sektor swasta dan pemerintah lokal sering kali lebih progresif dibandingkan pemerintah pusat, terutama di negara-negara yang dipengaruhi oleh kepentingan industri bahan bakar fosil.

Oleh karena itu, pembukaan ruang bagi partisipasi aktor non-negara menjadi penting untuk mengatasi stagnasi politik yang menghambat ambisi iklim di tingkat nasional.

Sebagai bagian dari persiapan menuju COP30 di Belem, kawasan Amazon, Brasil juga mendorong negara-negara untuk menyerahkan pembaruan target iklim nasional (Second NDC) paling lambat September 2025. Target-target ini merupakan kewajiban di bawah Persetujuan Paris, yang mengharuskan seluruh negara untuk memperbarui komitmen mereka secara berkala dalam rangka menghindari kenaikan suhu global melebihi 2 derajat Celsius dari tingkat praindustri.

Perdagangan Karbon Masih Lesu

Dalam perkembangan lain, penerbitan kredit karbon hingga Mei 2025 tercatat melampaui torehan pada periode yang sama tahun lalu. Di tengah pertumbuhan pasokan, permintaan kredit karbon menjelang berakhirnya paruh pertama tetap lesu.

Data yang dihimpun BloombergNEF memperlihatkan bahwa penerbitan kredit karbon pada Mei 2025 mencapai 26 juta ton setara karbon dioksida. Volume ini naik 10% dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Tambahan kredit karbon yang terbit pada Mei 2025 membuat total penerbitan mencapai 95,6 juta ton sepanjang Januari–Mei 2025, melampaui penerbitan di periode yang sama tahun sebelumnya.

Berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya, pasokan didominasi oleh proyek emisi fugitif yang menyumbang 61% dari total penerbitan dengan volume 15,9 juta kredit. Sementara itu, pasokan baru kredit karbon dari proyek pembangkit energi turun hampir separuh menjadi 1,7 juta ton dan kredit REDD+ hanya mencapai 2,2 juta ton, merosot 70% dari level April.

Proyek terbesar penyumbang kredit karbon baru seluruhnya berasal dari emisi fugitif. Kredit ini terdaftar di American Carbon Registry, berbasis di Meksiko dan AS. Lonjakan kredit karbon emisi fugitif terjadi setelah metodologi perhitungannya memperoleh label integritas tinggi dari Integrity Council for the Voluntary Carbon Market (ICVCM).

Meksiko menjadi pasar pemasok utama pada Mei 2025, diikuti AS dan Turki, dengan emisi fugitif, pembangkit energi, dan pencegahan deforestasi sebagai kredit dominan. Volume kredit karbon yang diterbitkan Meksiko mencapai 9,1 juta ton, sementara AS sebesar 8,4 juta dan Turki 2,1 juta ton setara karbon dioksida.

Di tengah pertumbuhan penerbitan kredit karbon, volume pensiun hanya mencapai 11,2 juta ton, turun 25% dari posisi April.

“Pembeli lebih banyak membidik kredit permintaan energi dan tetap memprioritaskan kredit pembangkit energi,” tulis BNEF.

Civitas Resources menjadi pembeli terbesar, meskipun hanya mempensiunkan 800.000 kredit. Di sisi lain, AS menjadi pasar populer berkat portofolio kredit yang beragam, termasuk kredit karbon dari sektor permintaan energi, limbah, dan manufaktur. Total pensiun tahun 2025 kini berada di angka 72,6 juta ton, 5% lebih rendah dibandingkan dengan 2024.

Kredit dari sektor pembangkit energi masih mendominasi pensiun, tetapi volumenya turun separuh menjadi 3,3 juta ton. Sementara itu, pembelian kredit dari sektor permintaan energi tumbuh dan menyumbang 20% dari total pensiun Mei atau setara 2,2 juta ton.

Ketika pasokan dan permintaan kredit karbon cenderung lesu selama Mei, pembentukan pasar karbon internasional sebagaimana diamanatkan Article 6 Perjanjian Paris tengah disiapkan menuju KTT Iklim PBB COP30 di Brasil. Pemerintah berupaya merampungkan infrastruktur pendukung, sementara Brasil mulai mendorong permintaan kredit sukarela dengan menyetujui penggunaannya untuk pembayaran pajak penghasilan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper