Bisnis.com, JAKARTA — Emiten energi dan migas keluarga Panigoro, PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC), bersiasat menjaga performa meski harga minyak dunia melanjutkan tren pendinginan. Lini bisnis listrik berbasis sumber terbarukan menjadi salah satu penopangnya.
Melemahnya harga minyak global telah berdampak signifikan pada kinerja MEDC pada paruh pertama 2025. Hal ini tecermin dari laba bersih perusahaan yang anjlok 81,52% (year-on-year/YoY) menjadi US$37,36 juta, dari US$202,27 juta pada semester I/2024.
Penurunan laba tersebut sejalan dengan performa pendapatan perusahaan yang terkoreksi 2,3% secara tahunan menjadi US$1,13 miliar, seiring dengan harga realisasi minyak yang turun signifikan menjadi US$69,5 per barel, turun 14% YoY.
Di tengah torehan tersebut, MEDC melaporkan telah menghabiskan belanja modal (capital expenditure/capex) senilai US$193 juta sepanjang semester I/2025. Mayoritas capex dipakai untuk proyek migas, mengingat alokasi anggaran tahun ini menembus US$400 juta.
Namun hal ini tak lantas membuat lini produksi listrik luput dari perhatian. MEDC secara spesifik menyiapkan capex sebesar US$30 juta untuk produksi listrik, termasuk dari sumber hijau.
"Belanja modal sebesar US$193 juta sebagian besar digunakan untuk pengeboran di Blok 60 Oman, proyek pengembangan di Blok B Laut Natuna Selatan dan Blok Corridor, serta untuk penyelesaian proyek Ijen Geothermal Tahap-1 dan PLTS [pembangkit listrik tenaga surya] Bali Timur di Medco Power," tulis manajemen Medco dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (6/8/2025).
Dengan demikian, Medco masih menyisakan anggaran capex senilai US$237 juta untuk dibelanjakan pada semester II/2025.
MEDC menargetkan penjualan ketenagalistrikan sebesar 4.000 gigawatt hours (GWh) sepanjang 2025. Adapun realisasi penjualan pada semester I/2025 mencapai 1.994 GWh, lebih rendah dibandingkan dengan 2.003 GWh pada semester I/2024.
"Kontraksi ini disebabkan oleh pemeliharaan terjadwal di PLTGU [pembangkit listrik tenaga gas dan uap] Riau (Riau IPP), gempa bumi di dekat fasilitas panas bumi Sarulla, serta banjir di PLTS Sumbawa,” tulis manajemen.
Namun, dampak dari kejadian-kejadian tersebut sebagian diimbangi oleh mulainya operasi proyek Ijen Geothermal Tahap 1 berkapasitas 35 megawatt (MW) pada Februari dan commissioning proyek PLTS Bali Timur (25 MWp) pada Juni.
CEO Medco Energi Roberto Lorato mengatakan kinerja semester pertama 2025 yang ditorehkan perusahaan masih menunjukkan ketahanan finansial, meskipun terjadi penurunan harga minyak yang signifikan dari tahun ke tahun.
"Kami memasuki paruh kedua tahun 2025 dengan akuisisi yang akrektif atas tambahan 24% hak partisipasi di koridor PSC dan kontribusi tambahan dari beberapa proyek minyak dan gas dan kelistrikan baru," kata Roberto dalam rilis resmi.
Bagaimanapun, penjualan minyak masih memberikan kontribusi signifikan pada aliran pendapatan MEDC. Sejumlah analis bahkan menyoroti risiko berlanjutnya tekanan pada harga minyak karena sejumlah faktor eksternal.
Salah satunya adalah pernyataan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak serta mitra atau OPEC+ yang menyatakan komitmen untuk menambah produksi minyak sebesar 547.000 barel per hari (bph) pada September 2025. Rencana ini bakal membuat harga minyak dunia makin tertekan karena pasokan yang bertambah.
"Perlu diperhatikan pada tekanan harga minyak global yang memberikan tekanan langsung pada margin upstream," kata Analis Panin Sekuritas, Andhika Audrey dalam risetnya.
Sementara itu, riset Samuel Sekuritas yang ditulis Juan Harahap dan Fadhlan Banny menyatakan bahwa kinerja MEDC cenderung rentan terimbas fluktuasi harga minyak global karena kontribusi pada penjualan yang signifikan.
Sebagai perbandingan, nilai kontrak penjualan minyak dan gas bumi MEDC sepanjang semester I/2025 mencapai US$1,03 miliar atau setara 91% dari total penjualan. Sementara itu, kontribusi penjualan listrik hanya US$36,67 juta.
Kejar Penurunan Jejak Emisi
Operasional bisnis yang bertumpu pada sektor dengan jejak emisi tinggi ternyata turut menentukan arah komitmen lingkungan MEDC. Dalam laporan teranyar, perusahaan mencatat penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) Cakupan 1 dan 2 lebih dari 1,5 juta ton setara karbon dioksida (CO2e) dibandingkan dengan tahun dasar 2019.
Jumlah ini melampaui target perusahaan untuk 2025 yaitu sebesar 1,08 juta ton CO2e atau setara 20% dari total emisi tahun dasar 2019.
MedcoEnergi sendiri menargetkan netral karbon (net zero emission) Cakupan 1 dan 2 pada 2050, serta Cakupan 3 pada 2060. Penurunan ditempuh dengan sejumlah upaya seperti efisiensi dan pengurangan emisi yang diterapkan di seluruh wilayah operasi, baik di Indonesia maupun aset internasional.
Pada 2024, MedcoEnergi menerapkan 43 inisiatif di berbagai aset dengan puncak pengurangan emisi GRK tahunan mencapai 181.727 ton CO2e. Kontribusi terbesar berasal dari kegiatan flare avoidance (penghindaran gas suar) di Blok Corridor, yaitu sebesar 53.713 ton CO2e.
”Pengurangan emisi adalah bagian dari upaya meningkatkan efisiensi operasional secara menyeluruh. MedcoEnergi terus menjalankan berbagai inisiatif pengurangan emisi yang dilakukan secara paralel dengan operasi kami di lapangan,” ujar Direktur & Chief Operating Officer MedcoEnergi Ronald Gunawan.
Pengurangan emisi juga diperoleh dari optimalisasi proses produksi untuk efisiensi penggunaan bahan bakar gas dan pengurangan emisi gas metana. Di wilayah offshore, panel surya digunakan untuk mendukung kebutuhan energi di beberapa anjungan di South Natuna Sea Block B dan Blok Sampang.
Penggunaan panel surya juga diterapkan pada operasi aset onshore di Indonesia. Konversi penggunaan genset ke sistem kelistrikan dilakukan di Oman, Grati Facilities (Jawa Timur), dan Rawa Gas Plant (Sumatra Selatan). Selain itu penggunaan biodiesel telah diimplementasikan untuk kapal suplai di Thailand.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.