Bisnis.com, JAKARTA — Perubahan iklim dan pemanasan global menyebabkan kerap terjadinya bencana hidrometeorologi meliputi banjir, tanah longsor, kekeringan, badai, dan gelombang panas.
Pada awal Maret 2025, bencana hidrometeorologi yang didominasi banjir terjadi. Banjir melanda sebagian besar kawasan Jabodetabek dengan ketinggian hingga 4 meter. Kala itu sejumlah kawasan perumahan terendam banjir besar. Adapun penyebab banjir selain curah hujan yang besar, juga karena perubahan tata ruang, semakin menyempitnya jalur sungai, dan tidak adanya kolam retensi di kawasan perumahan.
Kolam retensi merupakan kolam yang dibuat untuk menggantikan fungsi lahan resapan. Kolam buatan ini selanjutnya akan menampung air hujan secara langsung dan juga menampung aliran air dari sistem drainase untuk kemudian diresapkan ke dalam tanah. Karena berfungsi sebagai resapan buatan, maka kolam retensi dibuat pada bagian yang paling rendah dari lahan.
Kolam retensi juga berfungsi menjernihkan air sebelum disalurkan ke sebuah waduk. Proses penjernihan air dalam kolam ini lebih murah dan lebih mudah jika dibandingkan dengan penjernihan air dalam waduk karena ukurannya yang lebih kecil. Dengan perencanaan yang baik, kolam ini bisa menjadi tempat yang efektif untuk menampung air hujan sementara waktu dan juga untuk distribusi air.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan banyak pengembang yang menganggap kolam retensi tak penting sehingga tidak disediakan di area kawasan hunian.
"Karena dianggap enggak penting dan tidak dibangun, maka pembuangnya ke sistem drainase," ujarnya kepada Bisnis, Senin (16/6/2025).
Baca Juga
Menurutnya, kapasitas drainase tidak pernah diperhitungkan antara internal di dalam wilayah kawasan perumahan dengan sistem eksternal di luarnya. Para pengembang dinilai kerap kali menghabiskan area untuk dibangun perumahan tanpa memberikan ruang untuk resapan.
"Jika terjadi hujan, membuang run off air itu keluar melalui sistem draonase yang mereka buat. Yang menjadi masalah adalah pengembang tidak memperhatikan kapasitasnya," kata Yayat.
Bahkan, kalau dibuat kolam retensi pun kapasitasnya tidak maksimal dan dianggap tidak menguntungkan karena menghilangkan area yang sudah bebaskan tidak digunakan sebagai lahan komersial. Hal ini membuat banyak kolam retensi yang tidak dibangun.
"Kecuali kalau misalnya berada di topografi yang memang memaksa harus dibuat kolam retensi. Rata-rata banyak pengembang yang mengabaikan pentingnya kolam retensi karena dianggap merugikan, karena menghilangkan potensi area apakah buat komersial, buat rumah," ucapnya.
Adapun idealnya pengembang bisa mengalokasikan lahan seluas 10% dari total lahan yang dimiliki untuk kolam retensi. Namun, seringkali pengembang hanya memanfaatkan ruang tersisa untuk dijadikan sebagai kolam retensi.
"Harusnya kalau idealnya kolam retensi menjadi sebuah bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah konsep landscape ruang terbuka hijaunya," tuturnya.
Dia menilai selama pengembang tidak memperhatikan aspek sistem hidrologis dalam site plan. Selain itu, pengembang juga kurang memperhatikan aspek perubahan cuaca dimana seringkali terjadi hujan ekstrem dan lebab sehingga menyebabkan banjir dan genangan air.
"Yang jadi korban itu, kawasan di luar perumahan. Karena kalau di dalam sistem kawasan perumahan itu mungkin sudah diamankan. Jadi, mereka perlu mempertimbangkan sejauh mana pentingnya kolam retensi itu dibuat dan bagaimana solusi jika kapasitas kolam retensi itu sudah sangat penuh dan sudah overload," terang Yayat.
Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Yoga menuturkan permasalahan banjir selalu mewarnai permasalahan yang terjadi di area perkotaan, karena seringkali banjir mencuat ke permukaan setelah perkembangan perkotaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tata guna lahan. Lahan yang dulunya memiliki daya resapan air besar dan masih dalam kondisi alami menjadi lahan masif yang berdaya resap air relatif sangat kecil setelah banyak pembangunan.
"Pemakaian kolam retensi ternyata dapat mengendalikan besarnya debit puncak air dengan menekan atau memotong puncak banjir yang seharusnya terjadi," ujarnya.
Hal itu karena kolam retensi dibangun untuk mengatur kelebihan aliran permukaan sehingga dapat terhindar dari bahaya banjir. Kolam retensi juga dibuat bukan hanya sebagai upaya pengendalian banjir tetapi juga sebagai upaya konservasi atau pelestarian air.
"Sejauh ini, kolam retensi menjadi alternatif unggulan dalam hal penanganan dan pengendalian banjir. Sebagai fasilitas penyimpan air hujan, kolam retensi ini mampu menampung limpasan air hujan yang cukup besar. Efektifitas pengendalian banjir yang tinggi membuatnya memiliki tingkat kehandalan dan keamanan yang cukup besar," katanya.
Kolam retensi juga dapat menjadi fasilitas resapan dimana dapat berfungsi untuk menjaga elevasi muka air tanah dan juga kualitas airnya. Untuk pembuatan kolam retensi air diperlukan lahan seluas seperempat hektare yang harus disediakan pihak pengembnag perumahan.
"Ini seharusnya menjadi persyaratan wajib bagi developer yang ingin mendirikan komplek perumahan untuk punya kolam retensi sebagai pengendali banjir," ucap Nirwono.
Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Perencana (IAP) Adriadi Dimastanto berpendapat kolam retensi dan drainase di kawasan perumahan sangat penting sebagia upaya untuk mencegah banjir.
"Namun perlu dikaji flow naturalnya air itu seperti apa gitu ya. Jadi mengalirnya dari mana ke mana dulu kan. Jadi jangan sampai kita salah menentukan titik dari kolam retensi itu mau dimana disiapkannya, pertama kali harus diketahui dulu secara natural flow air itu seperti apa dari mana ke mana. Lalu daerah mana yang rendah yang bisa menjadi area tangkapan gitu ya. Jangan sampai nanti ketika kita bikin area retensi ternyata kering. Airnya enggak ke situ gitu dan tidak bisa menangkap airnya," tuturna.
Pembangunan kolam retensi harus berada di titik yang tepat untuk menangkap air yang mengalir dari hulu ke hilir. Hal ini agar debit yang mengalir ke arah hilir itu bisa berkurang karena bisa ditangkap kolam retensi.
"Ditrap gitu dari arah hulunya gitu. Nah di masa sekarang dimana pembangunan sudah dimana mana, kemudian kawasan resapan air berkurang gitu. Tentu infrastruktur pengendali banjir seperti kolam retensi ini menjadi sangat penting untuk pengembangan kawasan hunian skala menengah dan besar," terangnya.
Menurutnya, pengembang tidak hanya diminta untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau tetapi juga ruang terbuka biru sehingga bisa mengurangi limpasan air dan mencegah banjir.
"Nah lebih bagus lagi kalau setiap pengembangan itu bisa hampir 0 debit gitu. Jadi dia bisa mengurangi atau bahkan hampir 0 gitu ya. Limpasan keluar dari kawasan pengembangan. Nah jadi sangat penting ya, dilakukan citywide ya, artinya di berbagai titik berbagai pengembangan. Itu secara akumulatif bisa membantu kota untuk mengatasi ya atau mengurangi risiko banjirnya," ujarnya.
Keberadaan badan-badan air tidak hanya bermanfaat untuk mitigasi banjir tetapi juga secara sosial juga bisa bermanfaat. Hal ini karena ruang-ruang di sekitar badan air itu sangat menarik. Secara estetika kota dapat dibangun taman.
"Katakanlah retention pondnya ini luas ya, seperti danau gitu. Nanti kita bisa bikin taman-taman di pinggirnya menjadi ruang sosial baru untuk masyarakat berkumpul. Warga kota berkumpul di situ jadi ruang terbuka publik baru sehingga tidak hanya fungsi mitigasi banjir saja," katanya.
Lalu secara ekologis juga bisa menurunkan suhu mikro agar bisa lebih sejuk. Hal ini karena menghasilkan udara segar dari penguapannya sehingga tidak hanya terkait banjir.
"Ini kemudian ruang-ruang terbuka biru itu di kota sangat penting ya. Secara ekonomi juga bisa memberikan value yang lebih kepada kota. Misalnya danau itu akan punya daya tarik yang luar biasa dan menarik perkembangan ekonomi di sekitarnya. Misalnya jadi lebih menarik untuk tempat kuliner. Penyediaan ruang terbuka biru tidak hanya mengenai lingkungan yang mencegah bencana tetapi juga dalam konteks sosial maupun ekonomi juga dia memiliki manfaat," ucap Adriadi
CEO Leads Property Services Indonesia, Hendra Hartono berpendapat Kolam retensi dan drainase sangat penting mengingat curah hujan di negara tropis seperti Indonesia bisa sangat tinggi terutama di kawasan Jakarta yang sering tiba-tiba hujan sangat deras dalam waktu yg cukup lama.
"Kawasan Jabodetabek juga dilewati oleh banyak sungai yg bisa mudah meluap pada waktu musim hujan," tuturnya.
Menurutnya, kolam retensi dapat menjadi pencegah luapan banjir dan juga dapat menjadi daya tarik produk hunian dengan view danau. Terlebih, jika ditambah dengan taman hijau yang membantu untuk menjadi resapan air hujan.
"Drainase yang baik juga sangat penting agar aliran air dapat mengalir dengan baik," ujarnya.
Adapun kolam retensi ini sangat penting untuk mencegah banjir yang terjadi di kawasan perumahan. Pasalnya, kawasan hunian menengah dan menengah ke atas yang sudah memiliki fasilitas lengkap jika terjadi banjir maka nilai properti akan berkurang sebesar 10%. Sementara itu, kawasan hunian baru kelas menengah dan menengah bawah dimana fasilitas belum lengkap jika terjadi banjir maka nilai properti akan berkurang sebesar 10% hingga 20%. Namun, kondisi tersebut tergantung juga seberapa cepat dan sigap pengembang dapat mengantisipasi dan membangun kolam retensi dan drainase
"Bisa demikian karena volume pembeli baru berkurang dan transaksi secondary jadi melambat karena banyak yang ingin jual dan pindah ke kawasan yang tidak banjir. Tapi kalau kawasan hunian sudah terkena banjir, maka penjualan stagnan dan sulit menaikkan harga jual," kata Hendra.
Direktur Paramount Land Norman Daulay mengatakan pembangunan dengan prinsip keberlanjutan sangat penting dilakukan saat ini di tengah perubahan iklim. Pihaknya berkomitmen dalam menerapkan prinsip keberlanjutan dalam pembangunan kawasan baik di Gading Serpong maupun di Paramount Petals Curug Tangerang.
Dia mencontohkan kawasan Petals seluas 400 hektare dibangun dengan konsep keberlanjutan. Adapun sekitar 15% dari total kawasan seluas 400 hektare tersebut akan menjadi area hijau. Selain itu, kawasan Petals akan memiliki danau buatan berupa kolam retensi seluas 1,8 hektare bernama Park Land yang berfungsi sebagai pencegah banjir.
"Kami menggunakan konsultan dari Singapura. Jadi danau itu akan menjadi penampung air pada musim penghujan sehingga tidak ada banjir dan akan menjadi taman kering pada musim kemarau. Ini sesuai dengan masterplan kami. Kami rancang kawasan tersebut dengan healthy dan green living, ada pocket park, pedestrian crossing, pedestrian lane/ jogging track, dan bicycle lane," tuturnya.