Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Presiden Prabowo Minta Percepat Nol Emisi Karbon, Peran Pendanaan Hijau Dibutuhkan

Presiden Prabowo mendorong percepatan nol emisi karbon dengan pendanaan hijau melalui insentif fiskal ekologis dan kebijakan Pemda.
Ilustrasi utang berkelanjutan dan obligasi hijau
Ilustrasi utang berkelanjutan dan obligasi hijau

Bisnis.com, JAKARTA — Pendanaan berbasis ekologis (ecological fiscal transfer/EFT) sebagai insentif fiskal ke daerah menjadi skema strategis mencapai target emisi Indonesia.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono mengatakan Presiden Prabowo Subianto meminta untuk mempercepat pencapaian net zero emission (NZE) sehingga membutuhkan dana yang tidak sedikit.  

Menurutnya, skema insentif diperlukan karena adanya kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan pendanaan untuk program lingkungan hidup dan perlindungan ekologis.

"Pendanaan berbasis ekologis sebagai insentif fiskal ke daerah yang memiliki kinerja untuk melestarikan lingkungan hidup menjadi salah satu skema strategis mencapai target emisi Indonesia," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (6/8/2025). 

Adapun insentif tersebut termasuk Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE), dan Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi (ALAKE).

Namun demikian, dia mengingatkan pengembangan berbagai skema itu tidak boleh lepas dari tujuan utama yaitu memastikan setiap instrumen pendanaan hijau memberikan dampak nyata terhadap kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama kelompok rentan dan komunitas penjaga ekologi.

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto menuturkan perlunya kolaborasi strategis dan kebijakan pemerintah daerah untuk mendorong isu lingkungan hidup.

"Ini merupakan peluang strategis untuk berkolaborasi dalam melakukan mainstreaming terhadap isu-isu lingkungan hidup, mengingat generasi milenial memiliki keprihatinan besar terhadap keberlanjutan bumi dan 80% kepala daerah saat ini merupakan pendatang baru dan berasal dari generasi milenial," katanya.

Dia mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan komitmen dalam mendukung urusan lingkungan hidup terutama dalam hal pendanaan. Selain itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) juga didorong untuk mengetuk palu penganggaran yang berpihak pada lingkungan di tingkat daerah. Dukungan kepala daerah dan tokoh-tokoh lokal juga dinilai krusial dalam mewujudkan kebijakan ekologis.

"Penanganan perubahan iklim tidak bisa hanya berhenti pada kegiatan seremonial, melainkan perlu membangun ekosistem yang utuh, dari hulu hingga hilir, dalam rangka membentuk perubahan budaya," ucapnya.

Komitmen daerah terhadap pendanaan lingkungan dapat terukur melalui data-data yang tercatat dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).

"Sekali lagi, ini bukan sekadar mendukung buat event setiap momentum peringatan. Bukan juga sekadar mengalokasikan sedikit (anggaran) supaya terlihat dari Kemendagri tetapi ini tentang Green Leadership membangun model kepemimpinan hijau," tuturnya.

Selama 2025, skema EFT telah diadopsi oleh 48 pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten maupun kota. Kontribusi dari adopsi ini sebesar Rp 529 miliar. Namun, angka ini baru mencakup 8,9% dari seluruh daerah di Indonesia.

Salah satu daerah yang menerapkan EFT adalah Kabupaten Siak Riau dimana dana ekologis diberikan bagi masyarakat terdampak di sekitar perkebunan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang dominan di wilayah itu. Kemudian, di Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara yang wilayah tutupan hutannya masih terjaga, kebijakan dana ekologis digunakan bupati untuk masyarakat penjaga hutan.

Menurut Indonesia Development Insight terdapat potensi Rp10,2 triliun dana ekologis per tahun dengan perhitungan 0,25% dari total belanja pemerintah pusat dan daerah.

Bima mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi iklim global saat ini. Dia mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal PBB pada 2 tahun lalu yang menyatakan selamat tinggal global warming, selamat datang global boiling dimana menggambarkan betapa seriusnya krisis iklim saat ini.

"Global warming to global boiling. Nah, Bapak-Ibu sekalian kita mau ngapain dalam konteks ini. Angka-angkanya itu betul-betul membuat kita harusnya punya awareness yang sama kuat dengan para aktivis-aktivis global," ujarnya.

Menurutnya, jika pembangunan ekonomi Indonesia masih berjalan seperti biasa tanpa transformasi, maka target Indonesia Emas 2045 akan sulit tercapai.

"Kalau ekonomi pembangunan kita business as usual, modelnya sama saja, hilirisasi energi enggak ada, carbon trading kita enggak paham, maka kita enggak akan bisa Indonesia Emas tahun 2045. Ini saya kira poin yang sangat-sangat penting," katanya. 

Bima mendorong Pemda untuk membangun kebiasaan dan gerakan yang mendukung keberlanjutan seperti Earth Hour dan Car Free Day.

"Menyelenggarakan Earth Hour ini bukannya sebatas event Bapak-Ibu. Ini bukan sebatas balai kota menjadi mati lampu dan ada lilin, enggak. Tapi pesannya yang sangat kuat harus ada konsistensi dalam bentuk kebijakan Car Free Day juga begitu," ucapnya.

Untuk diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendanaan Ekologis (KMS-PE) mendorong peraturan presiden untuk pendanaan ekologis dan inovasi pendanaan hijau agar bisa menurunkan emisi global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro