Bisnis.com, JAKARTA – China agresif memperluas jejak global mereka dengan membangun fasilitas manufaktur di luar negeri. Strategi ini memungkinkan mereka untuk menghindari hambatan perdagangan yang semakin ketat dan menjaga dominasi pasar global.
Berdasarkan laporan terbaru dari Wood Mackenzie, perusahaan-perusahaan China telah mendirikan 35 fasilitas baru di luar negeri pada 2024, sehingga total manufaktur internasional Negeri Tirai Bambu mencapai 114 fasilitas produksi di sektor energi angin, surya, dan teknologi baterai.
Menurut laporan Wood Mackenzie, meskipun ekspor produk energi terbarukan China naik 20% pada 2024, perusahaan kini lebih memilih untuk memproduksi barang di luar China.
Langkah ini diambil untuk mengimbangi hambatan perdagangan, termasuk tarif impor ekstrem seperti yang diterapkan di Amerika Serikat yang bisa mencapai 696% untuk produk surya tertentu.
Direktur penelitian energi dan energi terbarukan China di Wood Mackenzie, Xiaoyang Li, mengatakan meskipun menghadapi hambatan perdagangan di lebih dari 20 pasar, perusahaan China menunjukkan ketahanan yang luar biasa dalam mempertahankan dominasi pasar manufaktur energi terbarukan global.
Saat ini, China menguasai lebih dari 80% produksi global untuk turbin angin, panel surya, dan baterai penyimpanan energi. Keunggulan manufaktur ini memberikan mereka keunggulan biaya yang sulit ditandingi.
Baca Juga
Produk buatan China yang diproduksi di luar negeri rata-rata 28% lebih murah untuk turbin angin, 4% lebih murah untuk modul surya, dan 31% lebih murah untuk baterai penyimpanan energi dibandingkan produk serupa dari Barat.
Selain itu, Belt and Road Initiative (BRI) menjadi benteng strategis yang memperkuat pengaruh China. Laporan Wood Mackenzie mencatat ada 369 proyek energi China di luar negeri yang terkait dengan BRI.
Wood Mackenzie memproyeksikan China dapat mengendalikan hampir 80% kapasitas surya dan angin utilitas di pasar-pasar BRI utama pada tahun 2030. Ini menciptakan rantai pasokan paralel yang sepenuhnya melewati hambatan perdagangan Barat.
"Fokus investasi energi terbarukan bergeser ke pasar Timur Tengah, Asia-Pasifik, dan Kaspia. Wilayah-wilayah ini berfungsi sebagai pusat manufaktur untuk masuk ke pasar global dan pusat permintaan lokal, secara efektif menciptakan rantai pasokan paralel yang melewati hambatan perdagangan tradisional untuk China,” ujar Li dalam keterangan tertulis, Selasa (5/8/2025).
Kebijakan Global Mempercepat Ekspansi China
Meskipun volume ekspor meningkat, total pendapatan ekspor China turun 13% pada 2024 karena penurunan harga yang disebabkan oleh persaingan yang semakin ketat.
Penjualan ekspor modul surya turun 29%, sementara penjualan ekspor baterai turun 5%. Situasi ini menunjukkan bahwa produsen China menghadapi tekanan pada margin keuntungan mereka, baik dari hambatan perdagangan maupun persaingan internal.
Namun, alih-alih menghalangi, kebijakan konten lokal global seperti Net Zero Industry Act di Uni Eropa dan Inflation Reduction Act di AS secara paradoks telah mempercepat ekspansi China.
Kebijakan ini memaksa produsen China untuk mengadopsi strategi internasional yang lebih canggih, yang pada akhirnya dapat memperkuat pengaruh mereka melalui jaringan manufaktur global yang lebih tersebar.
Li menambahkan hambatan perdagangan dan aturan konten lokal tidak mengurangi pengaruh China, tetapi membentuknya kembali.
“Alih-alih mencapai kemandirian rantai pasokan yang sebenarnya, kita melihat lebih banyak kompleksitas dan fragmentasi di pasar energi terbarukan global,” ujarnya.
Keperkasaan China
Selain agresif ke pasar global, China sudah lebih dahulu membuktikan keperkasaan di bidang energi terbarukan di dalam negeri. Pada akhir 2024, total kapasitas energi terbarukan dunia mencapai 4.443 GW.
Mengutip Carboncredits.com, China memimpin instalasi baru di seluruh dunia, dengan menyumbang 276,8 GW kapasitas pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) baru dan 79,4 GW kapasitas pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).
Hal ini sekaligus membuktikan China menginisiasi lebih dari 60% penambahan surya global dan hampir 70% instalasi angin baru. Kontributor terkemuka lainnya termasuk India, Amerika Serikat, Brasil, dan Jerman, yang semuanya membuat kemajuan signifikan dalam memperluas kapasitas energi bersih mereka.
Di sisi investasi, China juga menjadi pasar terbesar di dunia untuk investasi energi rendah karbon. Negara ini menarik investasi energi bersih sebesar US$818 miliar pada 2024 atau lebih dari total gabungan investasi dari AS, Uni Eropa, dan Inggris.
Meskipun angka-angka ini mengesankan, Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) menunjukkan bahwa penerapan global harus dipercepat lebih cepat lagi untuk memenuhi target "Konsensus UEA" yang disepakati pada COP28.
Target tersebut adalah melipatgandakan kapasitas energi terbarukan hingga tiga kali lipat pada 2030, mencapai lebih dari 11.000 GW di seluruh dunia. Dengan sisa waktu enam tahun, dunia harus melipatgandakan laju penambahan tahunan untuk tetap berada di jalur yang benar.