Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

FOLU Net Sink 2030: Dana Penurunan Emisi Sektor Kehutanan masih Jauh dari Target

Indonesia membutuhkan pendanaan hingga Rp400 triliun untuk menurunkan gas rumah kaca di sektor-sektor penghasil emisi terbesar, termasuk sektor kehutanan
Sektor kehutanan menjadi penopang penurunan emisi nasional, dengan kontribusi mencapai 60%./Bloomberg-Dimas Ardian
Sektor kehutanan menjadi penopang penurunan emisi nasional, dengan kontribusi mencapai 60%./Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Realisasi pendanaan untuk mencapai target penurunan emisi sektor kehutanan melalui Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 masih jauh dari kebutuhan. Indonesia memerlukan dukungan negara mitra dan berbagai pihak untuk mencapai target penurunan emisi sebesar 140 juta ton CO2 ekuivalen.

Penasehat Senior Tim Kerja FOLU Net Sink 2030 Ruandha Sugardiman mengemukakan kebutuhan dana untuk mencapai target nol emisi 2030 sektor kehutanan mencapai Rp200 triliun ketika kalkulasi pertama kali dilakukan pada 2022. Angka tersebut diestimasi naik mencapai Rp400 triliun dengan mempertimbangkan target penurunan emisi sektor lainnya seperti energi, pertanian, limbah dan industri pengolahan.

“Awalnya kami hitung kebutuhan dana Rp200 triliun [untuk penurunan emisi FOLU]. Lalu kami hitung dengan menyertakan lima bidang dan kebutuhan dana membengkak menjadi Rp400 triliun. Ini kalau ditanggung dengan APBN tidak akan mampu,” kata Ruandha dalam Journalist Workshop on FOLU Net Sink 2030, Jumat (16/5/2025).

Ruandha mengatakan saat ini dana untuk penanganan perubahan iklim, termasuk program penurunan emisi seperti FOLU Net Sink 2030, telah terkumpul sekitar Rp21 triliun. Dana ini dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) di bawah Kementerian Keuangan.

“Kami masih membuka peluang-peluang pendanaan. Salah satunya dengan bursa karbon yang diresmikan pada 26 September 2023. Kami juga terus menggali peluang negosiasi dengan negara-negara mitra,” paparnya.

Mekanisme pendanaan sendiri telah tertuang dan diatur dalam Peraturan Presiden No. 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Mekanisme nilai ekonomi karbon membuka peluang bagi perdagangan karbon di pasar domestik dan internasional. Pendapatan dari mekanisme ini digunakan untuk mendukung kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Ada pula mekanisme kerja sama internasional. Indonesia tercatat telah membangun kemitraan dengan Norwegia berbasis hasil (result-based) dengan total kontribusi mencapai US$216 juta. Dana disalurkan melalui BPDLH berdasarkan perjanjian kontribusi.

Pada Februari 2025, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Menteri Ikim dan Lingkungan Norwegia Bjelland Eriksen memperpanjang kerja sama menjadi 2030.

Sektor kehutanan Indonesia memainkan peran penting dalam mencapai target penurunan emisi. Sekitar 60% dari target penurunan emisi nasional ditopang oleh sektor ini dan penurunan emisi sektor FOLU ditargetkan mencapai 304 juta ton CO2 ekuivalen pada 2050.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper