Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Greenpeace Soroti Isu Krisis Iklim Bayangi Kemerdekaan RI Absen di Pidato Kenegaraan Prabowo

Greenpeace kritik pidato kenegaraan Prabowo yang abaikan krisis iklim, menyoroti ketimpangan ekonomi dan kurangnya fokus pada energi terbarukan.
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI Tahun 2025 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025). ANTARAFOTO/Dhemas Reviyanto
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI Tahun 2025 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025). ANTARAFOTO/Dhemas Reviyanto

Bisnis.com, JAKARTA — Greenpeace Indonesia menilai pidato kenegaraan dan nota keuangan Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD di Kompleks Parlemen Senayan pada Jumat (15/8/2025) menjelang perayaan 80 tahun Indonesia merdeka masih jauh dari makna kemerdekaan sejati. 

Juru Kampanye Keadilan Iklim Greenpeace Indonesia Jeanny Sirait mengatakan dalam pidatonya, Presiden Prabowo menonjolkan berbagai klaim pencapaian ekonomi, namun narasi tersebut tidak mencerminkan kenyataan di lapangan. Pertumbuhan ekonomi yang disebut 5,12% per-tahun hanya dinikmati oleh segelintir kelompok, sedangkan pemerataan ekonomi berjalan lambat. Klaim penurunan angka kemiskinan juga dipertanyakan karena pemerintah menggunakan batas kemiskinan jauh di bawah standar Bank Dunia.

“Klaim Presiden terkait meningkatnya kesejahteraan masyarakat selama satu tahun kepemimpinan merupakan pernyataan yang tidak berdasar. Pertumbuhan ekonomi pada kenyataannya tidak dirasakan oleh masyarakat, terutama mereka yang paling terdampak krisis iklim,” ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (16/8/2025). 

Menurutnya, sekitar 5 dari 10 orang Indonesia telah merasakan dampak perubahan iklim secara signifikan dalam kehidupan melampaui persentase responden yang mengalami dampak serupa di negara-negara di belahan bumi utara. Sayangnya, kelompok paling terdampak krisis iklim ini bahkan tidak masuk dalam radar pidato kenegaraan Prabowo.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Sekar Banjaran Aji menuturkan masyarakat adat dan komunitas lokal yang menjadi garda terdepan dalam upaya penanggulangan krisis iklim, tidak diidentifikasi sebagai komponen penting dalam penyelenggaraan negara. 

“Padahal selama ini, masyarakat adat dan komunitas lokal dalam praktik kehidupan sudah menjaga hutan, tanah dan air Indonesia, hal tersebut adalah praktik konkret solusi terhadap krisis iklim yang seharusnya diadopsi oleh negara sebagai bentuk keseriusan pemerintah. Jangankan dilibatkan, diakui keberadaannya pun tidak,” katanya.

Dia menilai pemerintah telah melewatkan peluang besar untuk membangun ekonomi yang lebih adil dan ramah lingkungan. Instrumen fiskal seperti pajak progresif bagi industri perusak lingkungan, misalnya melalui skema pajak karbon dan pajak laba ekstra (windfall tax), serta pajak terhadap kelompok superkaya di Indonesia yang seharusnya bisa menjadi sumber pendanaan penting daripada terus membebani kelas menengah dengan pajak tambahan.

"Potensi keuangan syariah juga dapat dioptimalkan untuk mendukung program transisi energi dan pemberdayaan rakyat. Sayangnya, semua peluang ini hingga kini belum dimanfaatkan secara maksimal," ucapnya. 

KONTRADIKSI

Manager Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik menuturkan Presiden Prabowo Subianto menyatakan ambisi untuk mencapai 100% pembangkit listrik energi baru terbarukan dalam waktu 10 tahun. Namun, fakta di lapangan menunjukkan arah kebijakan yang justru berseberangan. Berdasarkan RUPTL, pada 2034 porsi energi terbarukan di sektor kelistrikan Indonesia diproyeksikan hanya 29%, masih jauh dari target penuh pada 2035. 

Lebih ironis lagi, di lima tahun pertama RUPTL, justru terjadi penambahan masif Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) sebesar 10,3 GW. Langkah ini berpotensi mengunci sistem kelistrikan pada infrastruktur berbasis fosil, mempersempit ruang bagi energi terbarukan untuk berkembang, dan pada akhirnya menghambat pencapaian visi Presiden sendiri.

Jika pemerintah serius dengan transisi energi, maka arah pembangunan harus segera dibalik dimana fokus total pada pembangkit energi terbarukan sekaligus menghentikan rencana pembangunan baru berbasis fosil baik batubara maupun gas.

Menurutnya, tanpa langkah tegas tersebut ambisi 100% EBT hanya akan menjadi slogan tanpa realisasi.

“Ambisi 100% energi baru terbarukan akan sulit tercapai jika pemerintah masih membuka jalan bagi pembangunan pembangkit berbasis fosil. Padahal, untuk mengejar ambisi ini, pemerintah harus segera fokus pada pembangunan pembangkit listrik terbarukan,” ucapnya.

Di tengah krisis iklim, Indonesia merayakan HUT Kemerdekaan dalam ancaman hujan ekstrem yang harusnya tak lagi hadir di Agustus. Greenpeace mendorong pemerintah menempatkan keadilan iklim sebagai landasan utama kebijakan ekonomi dan pembangunan nasional.

Keadilan iklim berarti memastikan setiap orang dapat menikmati kemerdekaan sejati, kemerdekaan untuk hidup layak tanpa takut kehilangan tanah, udara bersih, atau sumber air akibat eksploitasi. Prinsip ini menuntut perlindungan hutan, lautan, dan masyarakat adat sebagai prioritas, sekaligus menjamin transisi energi yang adil bagi semua. 

Bagi Greenpeace, keadilan iklim bukan sekadar soal mengurangi emisi tetapi juga memastikan kelompok rentan tidak menjadi korban kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir elit ekonomi. Partisipasi bermakna menjadi kunci dalam menciptakan keadilan iklim. Setiap langkah menuju energi bersih harus memperkuat perlindungan hak hidup rakyat dan menjamin masa depan yang aman bagi generasi mendatang. Hal ini langkah tepat jika pemerintah serius untuk mewujudkan tema kemerdekaan tahun ini yaitu Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju. 

“Pada akhirnya, pidato kenegaraan dan RAPBN 2026 yang disampaikan Presiden Prabowo penuh kontradiksi, khususnya terkait kebijakan ekonomi dan politik nasional maupun global. Kontradiksi ini tidak lepas dari lingkar inti pemerintahan Prabowo–Gibran yang saat ini memegang kendali penuh atas kekuasaan,” tuturnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro