Bisnis.com, JAKARTA — Uni Eropa berhasil menurunkan emisi karbon dioksida sebesar 5% pada 2024 dalam sistem perdagangan emisi (emissions trading system/ETS). Penurunan sebesar 5% tersebut didorong oleh pengurangan di sektor listrik.
Adapun sekitar 45% dari total emisi gas rumah kaca Uni Eropa diatur oleh ETS, yang merupakan program utama blok beranggotakan 27 negara untuk mengatasi pemanasan global dengan mengenakan biaya bagi pihak yang mengeluarkan karbon dioksida (CO2).
Sistem tersebut mewajibkan para pabrikan, perusahaan energi, dan perusahaan penerbangan untuk membayar jumlah CO2 yang mereka keluarkan melalui penyerahan izin karbon.
Dengan adanya pengurangan emisi sistem perdagangan emisi, Komisi Uni Eropa mengklaim berhasil mengurangi emisi setengahnya sejak tahun 2005. Uni Eropa pun optimis akan mencapai target pengurangan emisi sebesar 62% pada 2030. Hal ini menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam upaya Uni Eropa untuk memerangi perubahan iklim.
"Emisi ETS sekarang sekitar 50% di bawah level 2005 dan berada di jalur yang tepat untuk mencapai target 2030 sebesar -62%," ujar Komisi UE dilansir Reuters, Senin (7/4/2025).
Penurunan emisi karbon dioksida terbesar terjadi di sektor pembangkit listrik sebesar 12% dibandingkan dengan level 2023. Penurunan tersebut disebabkan oleh peningkatan produksi listrik dari energi terbarukan sebesar 8% dan nuklir sebesar 5%, ditambah dengan penurunan gas sebesar 8% dan batu bara sebesar 15%.
Baca Juga
Kemudian, emisi karbon dari industri cenderung stabil dimana penurunan emisi sebesar 5% berasal dari industri semen dan terjadi kenaikan emisi sebesar 7% di industri pupuk.
Emisi di industri penerbangan mengalami kenaikan 15% karena adanya perluasan cakupan geografis dengan memasukkan penerbangan nondomestik. ETS diperluas untuk mencakup beberapa emisi maritim tahun lalu dengan 72 juta ton CO2 dilaporkan untuk tahun 2024.
Harga karbon dalam ETS turun sekitar 4,5% pada pekan lalu menjadi 63 euro per ton metrik sejalan dengan penurunan tajam di pasar lain setelah China mengumumkan tarif balasan terhadap barang-barang AS yang memicu kekhawatiran resesi global. Harga karbon telah turun sekitar 25% sejak puncaknya tahun ini yakni pada Januari lalu.