Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mengembangkan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) baru versi beta sebagai komitmen serius untuk mengatasi persoalan iklim dan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC).
Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Ary Sudijanto mengatakan Indonesia bersama seluruh negara pihak dari UNFCCC sepakat untuk menjaga kenaikan suhu global pada 1,5 derajat Celcius dibandingkan dengan masa pra-industri pada tahun 1800-an.
Hal ini untuk mencegah terjadinya bencana yang dahsyat bagi kehidupan umat manusia dan lingkungan. Oleh karena itu, Indonesia pada tahun 2022 telah meningkatkan komitmen dan target NDC melalui enhanced NDC menjadi sebesar 31,89% dengan kemampuan nasional dan sampai dengan 43,20% dengan bantuan internasional.
Selain itu, pada 2021, Indonesia juga sudah menerbitkan kebijakan tentang Long-term Strategies for Low Carbon and Climate Resilience 2050 dengan visi menuju net zero emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih cepat.
Pada 2021 telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional yang dapat dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha, dan Masyarakat.
Dalam mandatnya, penyelenggaraan nilai ekonomi karbon (NEK) dilaksanakan secara akurat, konsisten, transparan dan berkelanjutan dan dapat dipertanggungjawabkan, yang salah satunya diimplementasikan melalui SRN PPI. SRN PPI yang telah dioperasionalkan sejak akhir tahun 2016 pada dasarnya merupakan bentuk perwujudan komitmen Indonesia dalam melaksanakan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016 yang merupakan ratifikasi dari Paris Agreement.
Baca Juga
"SRN menjadi salah satu bentuk pengakuan pemerintah atas kontribusi berbagai pihak terhadap upaya pengendalian perubahan iklim di Indonesia. SRN PPI memiliki fungsi untuk menghimpun dan mengelola data dan informasi aksi dan sumber daya Adaptasi dan Mitigasi perubahan iklim, baik yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, inisiatif swasta, kelompok masyarakat dan kegiatan mitra internasional yang berlokasi di Indonesia," ujarnya, Senin (25/8/2025).
Penyelenggaraan NEK dalam SRN PPI dilakukan melalui mekanisme perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditetapkan oleh Menteri. SRN PPI diharapkan dapat menjadi sistem yang menyajikan gambaran lengkap untuk menunjukkan pencapaian komitmen dan target pencapaian NDC Indonesia dari semua sektor inti NDC.
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pelaporan aksi – aksi mitigasi ke dalam SRN PPI yang telah diatur di dalam regulasi turunan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 yaitu dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana NEK, SRN PPI dimandatkan sebagai platform pencatatan pelaporan tersebut.
"Demi pemenuhan terhadap mandat tersebut, sekaligus penguatan fungsi SRN dalam menyediakan dasar pengambilan keputusan, maka saat ini pemerintah tengah mengembangkan versi baru SRN PPI," katanya.
Pengembangan ini dilatarbelakangi oleh beberapa pertimbangan utama yakni kebutuhan akan sistem yang lebih modern, adaptif, dan user-friendly sehingga memudahkan para pelapor dari berbagai latar belakang untuk mengakses dan menginput data secara lebih cepat dan efisien. Kemudian, adanya tuntutan internasional di bawah mekanisme Paris Agreement yang semakin menekankan pentingnya akurasi, konsistensi, dan keterlacakan data dalam laporan transparansi iklim.
"Kebutuhan integrasi SRN PPI dengan sistem informasi lain di tingkat nasional, sehingga SRN PPI mampu menjadi hub data iklim nasional yang lebih kuat," ucapnya.
Versi baru SRN PPI dirancang dengan memperhatikan aspek keamanan data, interoperabilitas sistem, serta kualitas pelaporan. Fitur-fitur baru akan disiapkan untuk memudahkan proses verifikasi, memberikan visualisasi data yang lebih jelas, serta mendukung analisis berbasis bukti dalam pengambilan keputusan.
"Tidak hanya itu, sistem terbaru juga akan memperkuat mekanisme tracking terhadap kemajuan pelaksanaan NDC, termasuk pencapaian target sektoral serta capaian adaptasi dan dukungan internasional yang masuk ke Indonesia," terangnya.
Ary akan terus memastikan bahwa pengembangan versi baru SRN PPI dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha, akademisi, hingga masyarakat sipil. Dengan pendekatan kolaboratif ini, diharapkan SRN PPI benar-benar menjadi sistem pendukung pengambilan keputusan di level nasional.
Menurutnya, SRN PPI adalah wujud nyata tata kelola iklim Indonesia yang transparan, kredibel, dan terintegrasi. SRN bukan hanya alat administrasi melainkan fondasi bagi keberhasilan Indonesia dalam mencapai target NDC dan mewujudkan transisi menuju pembangunan rendah karbon, serta memastikan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi generasi mendatang.
"Dengan pengembangan versi baru SRN PPI, kita tidak hanya membangun sistem pencatatan, tetapi juga membangun kepercayaan dan legitimasi. Kepercayaan ini penting, baik untuk menguatkan koordinasi di dalam negeri, maupun untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia memiliki komitmen yang serius, berbasis data, serta siap memimpin sebagai negara berkembang yang proaktif dalam menghadapi krisis iklim," tutur Ary.