Bisnis.com, JAKARTA — Brasil berhasil mengamankan dukungan dari negara-negara kawasan Amazon untuk inisiatif pembiayaan konservasi hutan Tropical Forest Forever Facility (TFFF) yang menargetkan dana senilai US$125 miliar.
Dukungan ini diperoleh kurang dari tiga bulan sebelum Brasil menjadi tuan rumah Konferensi Iklim PBB COP30 pada November 2025. Dukungan resmi diberikan pada Jumat (22/8/2025) setelah Brasil mengumumkan perubahan desain dana konservasi tersebut.
Inisiatif TFFF bertujuan mendanai perlindungan hutan tropis melalui imbal hasil investasi pada instrumen pendapatan tetap dengan imbal hasil tinggi. Skema ini diharapkan mampu menyediakan pendanaan jangka panjang bagi hingga 74 negara berkembang untuk menghentikan deforestasi, melampaui skema hibah tradisional dan program kredit karbon yang selama ini dinilai belum memadai.
Dana ini memperoleh dukungan dari Organisasi Perjanjian Kerja Sama Amazon dalam pertemuan puncak yang digelar di Bogota pada Jumat lalu. Selain Brasil, blok ini beranggotakan tujuh negara lain yakni Bolivia, Kolombia, Ekuador, Guyana, Peru, Suriname, dan Venezuela.
Dalam deklarasi bersama, negara-negara tersebut menyatakan mendukung peluncuran TFFF pada COP30 yang akan digelar di Kota Belem, Brasil. Para negara anggota juga mendorong negara investor potensial, organisasi multilateral, bank pembangunan, dana iklim, lembaga kerja sama internasional, filantropi, dan sektor swasta untuk mengumumkan kontribusi ambisius dan konkret bagi kapitalisasi TFFF.
Adapun proposal terbaru yang diumumkan Kamis lalu menunjuk Bank Dunia sebagai institusi “prospektif” yang akan memberikan layanan pengelolaan dan administrasi. Bank Dunia saat ini telah memberikan asistensi teknis untuk proyek tersebut, tetapi peran lebih lanjut masih membutuhkan tinjauan internal termasuk persetujuan dewan bank.
Baca Juga
Sementara itu, seorang pejabat yang terlibat dalam perencanaan TFFF menyebutkan bahwa krisis diplomatik antara Brasil dan AS berpotensi membuat pemerintahan Trump menolak partisipasi Bank Dunia.
Perubahan lain adalah pembentukan dewan penasehat yang beranggotakan perwakilan masyarakat adat dan komunitas lokal, yang berdasarkan aturan TFFF harus menerima setidaknya 20% dari total dana.
Aturan baru juga mencakup mitigasi risiko kehilangan vegetasi di kawasan nonhutan seperti sabana. Negara peserta berisiko menghadapi penangguhan pembayaran jika deforestasi tidak diatasi di semua jenis vegetasi primer.
Menurut Carlos Rittl, Direktur Kebijakan Publik, Hutan, dan Perubahan Iklim di World Conservation Society, garis besar proyek ini tidak berubah, tetapi terdapat kemajuan penting seperti peran lebih besar bagi masyarakat adat dan lokal, detail tata kelola yang lebih jelas, serta larangan tegas investasi pada bahan bakar fosil. Ia memperkirakan pembayaran pertama dana ini akan mulai disalurkan pada 2027.
“Dana ini bukan solusi utama. Biaya pembiayaan pembangunan yang selaras dengan pengurangan emisi, adaptasi, dan perlindungan biodiversitas mencapai triliunan dolar per tahun. Namun dana ini tetap menjadi sumber penting. Bayangkan dampaknya bagi Cekungan Kongo, yang saat ini hanya menerima kurang dari 10% pembiayaan global untuk perlindungan hutan,” kata Carlos Ritti, dikutip dari Bloomberg.
Brasil juga meminta negara-negara maju menyediakan pinjaman berbiaya rendah dengan tenor 40 tahun serta jaminan sebesar US$25 miliar untuk membentuk dana tersebut. Hingga kini belum ada negara yang berkomitmen secara finansial, meski Prancis, Jerman, Norwegia, Inggris, Uni Emirat Arab, dan sebelumnya AS, terlibat dalam perancangannya.
Bloomberg mencatat rencana ini menuai kritik karena mengaitkan konservasi hutan dengan pasar keuangan yang volatil dan menerapkan pendekatan berorientasi profit, yang justru dinilai turut berkontribusi pada kerusakan ekosistem.
Ekosistem hutan berperan krusial sebagai penyerap karbon untuk memperlambat laju perubahan iklim. Sekitar 30% emisi karbon terserap oleh tumbuhan, pepohonan, dan tanah.
Hutan Amazon, dengan luas hampir dua kali lipat wilayah India, menyimpan setara hampir dua tahun emisi karbon global, menurut satu studi. Namun peran ini makin terancam akibat deforestasi dan meningkatnya kebakaran hutan, yang sebagian dipicu oleh pemanasan global.