Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Brasil menolak gagasan subsidi tarif hotel bagi seluruh delegasi pada KTT iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan diselenggarakan pada bulan November.
Kebuntuan ini terjadi di tengah meningkatnya kepanikan para delegasi mengenai biaya akomodasi di Belem, kota tuan rumah di pesisir Amazon. Brasil sedang berupaya untuk menambah jumlah kamar hotel yang tersedia hingga hampir dua kali lipat dan para pengusaha telah berkreasi dengan mengubah motel cinta dan kapal feri untuk menerima delegasi.
Namun, pasokan masih jauh di bawah permintaan sehingga menyebabkan harga melonjak dan memicu seruan untuk memindahkan lokasi konferensi COP30 yang ditolak oleh para pejabat Brasil.
Para pejabat yang terkait dengan kepresidenan Brasil menyatakan United Nations Climate Change Conference (UNFCCC) telah meminta subsidi hotel sebesar US$100 per hari untuk delegasi dari negara-negara berkembang dan US$50 untuk delegasi dari negara-negara kaya.
Sekretaris Eksekutif Kepala Staf Presiden Luiz Inacio Lula da Silva, Miriam Belchior, menuturkan pemerintah Brasil sudah menanggung biaya yang signifikan untuk menjadi tuan rumah COP sehingga tidak ada cara untuk mensubsidi delegasi dari negara lain,termasuk delegasi dari negara-negara yang jauh lebih kaya daripada Brasil.
"Mengubah kota tuan rumah tidak mungkin dilakukan. Kami sarankan agar PBB meningkatkan tunjangan harian sebesar US$144 untuk delegasi dari negara-negara termiskin," ujarnya dilansir Reuters, Senin (25/8/2025).
Baca Juga
Namun, tarif hotel di Belem berkisar antara 2 kali lipat hingga 20 kali lipat. PBB menolak seruan untuk menyesuaikan tunjangannya dengan alasan waktu yang biasanya dibutuhkan untuk menyetujui perubahan tersebut. Sejauh ini, 39 negara telah melakukan reservasi akomodasi melalui platform resmi COP30, sementara delapan negara lainnya telah bernegosiasi secara langsung atau melalui platform lain.
Berdasarkan survei UNFCCC, 87% delegasi menilai harga penginapan terlalu tinggi dibandingkan sumber daya yang tersedia dan sebanyak 57% juga mengeluhkan masa pemesanan minimum di platform resmi COP30 yang dinilai terlalu sempit. Dari 129 delegasi yang gagal memesan hampir semuanya berasal dari negara berkembang termasuk 90% perwakilan least-developed countries (LDC) dan 94% negara pulau kecil.