Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Target Penggunaan EBT Eropa Merangsang Pasar Hidrogen Hijau, Bagaimana di Indonesia?

Uni Eropa dorong hidrogen hijau lewat RED III, target 42,5% energi terbarukan 2030. Indonesia ikuti, fokus sektor industri dan transportasi, investasi besar.
Ilustrasi keberadaan pembangkit energi terbarukan./Bisnis - Puspa Larasati
Ilustrasi keberadaan pembangkit energi terbarukan./Bisnis - Puspa Larasati

Bisnis.com, JAKARTA – Biaya produksi hidrogen hijau yang tinggi digadang-gadang menjadi salah satu penyebab utama seretnya pengembangan proyek energi rendah karbon tersebut. Hal ini, tampaknya tidak akan berlaku lagi di Uni Eropa, setelah munculnya peraturan baru yang mendorong penggunaan hidrogen hijau dalam skala besar. 

Mengutip Wood Mackenzie, kilang minyak di Eropa diperkirakan akan membutuhkan sekitar 0,5 juta ton hidrogen hijau setiap tahunnya pada 2030. Kebutuhan ini muncul karena adanya peraturan baru dari Uni Eropa, yang bertujuan mengganti sekitar 30% dari produksi hidrogen yang masih menghasilkan emisi CO2.

Pada 2023, Uni Eropa (UE) mengadopsi amandemen baru untuk Petunjuk Energi Terbarukan, yang dikenal sebagai RED III. Kebijakan ini secara signifikan meningkatkan target kolektif konsumsi energi terbarukan di seluruh sektor di Eropa menjadi setidaknya 42,5% pada 2030.

Pemerintah Uni Eropa secara ambisius meningkatkan target untuk sektor transportasi dan menetapkan sub-target energi tambahan bagi bahan bakar tertentu. Untuk mendorong penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, aturan RED III, seperti pendahulunya RED II, memperbolehkan penggunaan faktor pengali. 

Merujuk hal tersebut, bahan bakar tertentu, seperti hidrogen hijau, akan dihitung dengan nilai yang lebih besar dari volume sebenarnya saat memenuhi target. Dengan cara ini, hidrogen hijau menjadi lebih menarik bagi perusahaan karena penggunaan sedikit sudah bisa memberikan kontribusi besar untuk mencapai target yang ditetapkan.

Industri kilang minyak menjadi salah satu pengguna hidrogen terbesar di dunia. Bersama dengan produksi amonia dan metanol, sektor ini menyumbang 98% dari total permintaan hidrogen global saat ini.

Analis Wood Mackenzie, Alan Gelder mengatakan, perusahaan kilang minyak Uni Eropa siap menjadi produsen atau pembeli penting hidrogen hijau. “Awalnya, mereka akan menggunakannya untuk mengurangi emisi di sektor penyulingan dan produk turunannya sebagai bahan bakar untuk transportasi laut dan udara," ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip dari laman resmi Woodmac, Minggu (24/8/2025). 

Woodmac juga mencatat bahwa perusahaan kilang minyak di Eropa siap mengucurkan US$5 miliar atas rencana investasi yang disepakati (FID) dengan kapasitas 6 juta ton hidrogen hijau.

Hasil lelang terbaru dari Bank Hidrogen Uni Eropa menunjukkan bahwa perusahaan kilang minyak sangat serius dalam mengadopsi hidrogen hijau. Mereka berani membayar dengan harga tinggi, rata-rata mencapai US$9,23 per kilogram. Ini membuktikan bahwa mereka siap mengeluarkan biaya lebih besar demi memenuhi aturan RED III.

Meskipun dekarbonisasi kilang menawarkan peluang investasi jangka pendek yang paling menjanjikan, sektor transportasi laut dan udara menawarkan peluang pertumbuhan jangka panjang yang sangat besar untuk turunan hidrogen hijau.

Sebagai contoh, kerangka kerja  ReFuelEU Aviation Regulation (ReFuelEU) mewajibkan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) untuk menggerakkan 6% dari seluruh armada pesawat jet pada 2030. Dari jumlah tersebut, 1,2% harus berasal dari e-fuel (bahan bakar sintetis) berbasis hidrogen hijau. Pada 2050, mandat SAF bisa membutuhkan 8 juta ton hidrogen hijau, yang berarti pertumbuhan rata-rata lebih dari 15% per tahun untuk sektor ini saja.

Wakil Presiden Riset Hidrogen di Wood Mackenzie, Murray Douglas, menjelaskan bahwa peluang untuk hidrogen hijau kini kembali berfokus pada sektor-sektor utama yang sudah lama menggunakannya. Sektor tradisional seperti penyulingan, amonia, dan metanol menunjukkan kemajuan tercepat, jauh melampaui sektor-sektor baru lainnya.

"Sebagian sektor penyulingan dapat mengurangi emisi dengan cepat dan biaya yang wajar. Namun, ini memerlukan kebijakan yang dapat menurunkan biaya produksi hidrogen hijau dan meningkatkan penyerapan oleh kilang," katanya. 

Douglas juga menekankan bahwa sektor maritim dan penerbangan memiliki potensi besar untuk turunan hidrogen, karena sektor-sektor ini paling sulit diubah ke listrik. Tantangannya adalah persaingan dengan jenis bahan bakar lain, biaya produksi, dan dukungan kebijakan yang kuat.

Potensi Pengembangan di Indonesia

Seperti di Uni Eropa, pengembangan hidrogen rendah karbon dinilai juga dapat menjadi salah satu solusi untuk mencapai dekarbonisasi sektor energi Indonesia khususnya pada sektor industri berat dan transportasi berat yang sulit dikurangi emisinya.  

Sejauh ini, pemerintah telah menerbitkan Buku Peta Jalan Hidrogen dan Amonia Nasional 2025-2060 sebagai turunan strategi hidrogen nasional. Berdasarkan peta jalan tersebut, terdapat empat sektor yang akan memanfaatkan hidrogen yaitu sektor industri, pembangkit listrik, jaringan gas, dan transportasi. 

Pemanfaatan hidrogen bersih akan dimulai dari sektor industri yang dimulai di industri baja dan kilang pada 2025, disusul oleh industri pupuk pada 2026, industri kimia pada 2035, serta industri tekstil, pulp dan kertas, dan makanan dan minuman pada 2041. 

Adapun untuk memperoleh harga yang ekonomis, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan perlu melalui dua faktor utama yaitu penurunan biaya listrik terbarukan dan penurunan biaya elektrolisis. Analisis IESR menunjukkan bahwa biaya produksi hidrogen hijau di Indonesia terutama yang berasal dari tenaga surya, diperkirakan akan terus menurun dan bisa mencapai US$2 per kilogram pada 2040. 

Untuk mencapai target ini, Indonesia perlu menangani faktor biaya utama melalui langkah yang terkoordinasi. Menurutnya, Pemerintah Indonesia perlu mengimplementasikan kebijakan yang dapat menurunkan biaya produksi hidrogen hijau melalui kebijakan di sisi pasokan dan permintaan.

“Misalnya penerapan kebijakan kredit pajak seperti yang dilakukan Amerika Serikat, yang menawarkan insentif hingga US$3 per kilogram untuk menurunkan biaya produksi. Selain itu, kontrak untuk perbedaan harga yang diterapkan di Jepang dapat membantu produsen dengan menjamin perbedaan antara biaya produksi dan harga pasar,” ujarnya, belum lama ini.

Prospek pengembangan hidrogen hijau di Tanah Air juga terbilang menjanjikan, setelah rencana investasi jumbo melalui kerja sama Hydrogène de France (HDF) Energy yang menggandeng PT PLN (Persero) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI. 

Direktur HDF Energy Asia Pasifik Mathieu Geze mengatakan bahwa perusahaan energi global asal Prancis terlibat dalam kerja sama strategis untuk mempercepat pengembangan pembangkit listrik tenaga hidrogen hijau di Indonesia. 

Teknologi renewstable dari HDF memungkinkan pembangkit listrik hijau yang stabil dan terus beroperasi dengan menggabungkan energi surya atau angin dengan penyimpanan hidrogen onsite dan penggunaan fuel cell kapasitas tinggi. 

“Kami ingin menjadikan Indonesia sebagai pemimpin regional dalam ekosistem hidrogen hijau,” ujarnya, Sabtu (31/5/2025).

Tak tanggung-tanggung, total investasi untuk 23 proyek Renewstable HDF di Indonesia Timur diperkirakan menembus US$2,3 miliar, atau setara dengan lebih dari Rp37 triliun. 

Proyek pertama akan dilaksanakan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan dukungan pembiayaan dari lembaga-lembaga global termasuk U.S. International Development Finance Corporation (DFC).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro