Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Pemerintah Kabupaten Bogor mengevaluasi dan mencabut persetujuan lingkungan terhadap 9 usaha yang izinnya tumpang tindih dengan PT Perkebunan Nusantara VIII di kawasan Puncak dan Sentul Bogor. Selain itu, KLH menerbitkan sanksi administratif berupa perintah pembongkaran dan penghentian kegiatan terhadap 13 perusahaan lainnya.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan kawasan Puncak merupakan wilayah bergunung dengan tingkat kemiringan tinggi yang
secara ekologis sangat rentan. Namun, alih fungsi lahan, lemahnya pengendalian pemanfaatan ruang, serta pertumbuhan bangunan tanpa pesetujuan lingkungan memperburuk kerusakan lingkungan dan mempertinggi risiko bencana.
Pihkanya akan bertindak tegas terhadap pembangunan ilegal dan kerusakan lingkungan di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cileungsi.
"Pentingnya penegakan hukum lingkungan dan rehabilitasi menyeluruh di kawasan rawan bencana tersebut. Kami tidak bisa membiarkan pembangunan liar terus terjadi di kawasan rawan bencana tanpa pertimbangan lingkungan yang memadai," ujarnya, Senin (7/7/2025).
KLH bersama tim ahli dari berbagai bidang seperti kerusakan tanah, ekotoksikologi, hidrologi, dan penataan wilayah telah melakukan pengawasan terhadap sejumlah perusahaan dan bangunan di kawasan Puncak dan Sentul. Hasil verifikasi menunjukkan adanya 2 kategori pelanggaran lingkungan yakni kegiatan yang dilakukan tanpa izin dan kegiatan yang memiliki izin namun tetap menimbulkan dampak signifikan terhadap lingkungan.
"Kami telah mengevaluasi dan mencabut persetujuan lingkungan serta telah terbitkan sanksi administratif. Nanti akan dilakukan pembongkaran terhadap 4 tenant yang beroperasi di kawasan Agrowisata Gunung Mas, yakni CV Sakawayana Sakti, PT Taman Safari Indonesia, PT Tiara Agro Jaya, dan PT Prabu Sinar Abadi, yang seluruhnya bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara I Regional 2," katanya.
Baca Juga
Untuk diketahui, banjir dan longsor kembali melanda kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sejak Sabtu, 5 Juli 2025, menewaskan tiga orang dan menyebabkan satu orang hilang. Peristiwa ini terjadi di tujuh desa di Kecamatan Cisarua dan Megamendung, akibat hujan ekstrem yang mencapai 150 milimeter selama dua hari berturut-turut.
Menurutnya, diperlukan evaluasi tata ruang secara menyeluruh dengan mengacu pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai dasar perencanaan wilayah. Pasalnya, KLHS menjadi acuan penting agar tata ruang tidak bertentangan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta mampu mencegah bencana ekologis yang berulang.
Selain itu, pihaknya juga mendorong pentingnya langkah rehabilitasi kawasan rawan longsor, termasuk penanaman vegetasi pengikat tanah dan pelibatan masyarakat dalam penghijauan, edukasi, dan pengawasan pembangunan.
"Rehabilitasi kawasan rawan longsor tidak bisa ditunda. Kita harus mulai dengan tindakan nyata seperti penanaman vegetasi pengikat tanah," ucapnya.
Untuk mendukung kebijakan berbasis sains, KLH akan melakukan kajian teknis terhadap kondisi geologis, karakteristik tanah, dan tingkat kerentanan kawasan Puncak. Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga diminta segera mempercepat evaluasi seluruh dokumen persetujuan lingkungan yang ada.
"Perlindungan kawasan Puncak bukan hanya isu lokal, melainkan kunci menjaga keberlanjutan lingkungan Jabodetabek sebagai wilayah strategis nasional. Menjaga lingkungan bukan hanya tugas administratif, melainkan bentuk nyata perlindungan terhadap kehidupan manusia," tutur Hanif.