Bisnis.com, JAKARTA – Selama dekade terakhir, China menegaskan dominasinya sebagai investor energi terbarukan terbesar di Asia Tenggara dengan total pendanaan mencapai US$2,7 miliar.
Namun, Jepang dan Korea Selatan juga semakin agresif memperkuat pijakan mereka di pasar energi hijau yang tumbuh pesat ini.
Pergeseran dinamika investasi ini terungkap dalam laporan Zero Carbon Analytics (ZCA) berjudul The race to invest in Southeast Asia's green economy. Laporan tersebut menguraikan aliran investasi energi bersih dan keterlibatan kebijakan strategis dari ketiga negara dalam mendorong transisi energi di Asean.
Kajian ini fokus pada negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di kawasan dan komitmen kuat terhadap percepatan energi hijau, seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Yu Sun Chin, Peneliti Zero Carbon Analytics (ZCA), menjelaskan, meski China memimpin investasi dan perdagangan teknologi bersih secara keseluruhan, negara lain berhasil mengukir ceruk pasar spesifik.
"Korea Selatan menguasai ekspor komponen baterai, sementara Jepang fokus pada investasi tenaga surya," ujar Chin, dalam keterangan tertulis, Selasa (20/5/2025).
Baca Juga
Chin menambahkan, negara-negara ini memiliki peluang besar untuk memperluas investasi energi bersih di seluruh Asean, mengingat pertumbuhan ekonomi dan potensi energi terbarukan yang melimpah.
Adapun China, dalam kurun sepuluh tahun terakhir, telah menjadi negara sumber pembiayaan utama investasi energi bersih di Asean dengan total dana US$2,7 miliar. Pendanaan dari China tersebar di berbagai proyek di Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Di sisi lain, Jepang memegang peranan sentral dalam pembiayaan transisi energi di Kawasan melalui kemitraan seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Energy Transition Mechanism (ETM).
JETP membantu negara berkembang beralih dari energi fosil ke energi terbarukan, sedangkan ETM mempercepat penutupan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Jepang menjadi pemimpin bersama pembiayaan JETP senilai US$20 miliar di Indonesia dan turut mendukung JETP Vietnam. Pada 2021, Jepang mengucurkan US$25 juta melalui ETM untuk mempercepat penghentian operasi 5-7 PLTU di Indonesia, Filipina, dan Vietnam.
Selain itu, Jepang merupakan investor terbesar panel surya dan panas bumi di lima negara tersebut. Hingga 2013, investasi kumulatif Jepang mencapai US$1,3 miliar, dengan investasi spesifik proyek sebesar US$142 juta pada 2023.
Angka ini menunjukkan fokus investasi yang lebih terarah pada proyek-proyek tertentu. Jepang juga menjadi pemasok utama bus dan kendaraan listrik di Filipina, mendukung elektrifikasi transportasi di negara itu.
Sementara, Korea Selatan menonjol sebagai eksportir komponen baterai terbesar ke Malaysia dengan nilai US$143,37 juta dan ke Indonesia senilai US$52,99 juta.
Posisi ini sangat strategis mengingat pertumbuhan pesat industri kendaraan listrik. Korea Selatan juga menjadi eksportir kedua terbesar baterai kendaraan listrik di Indonesia, setelah China, menegaskan perannya dalam rantai pasok global.
Tantangan Transisi Energi di Asean
Asean dengan potensi ekonomi yang terus tumbuh dan posisi geopolitik strategis, menjadi magnet utama bagi investor energi bersih. China mengidentifikasi kendaraan listrik, baterai litium-ion, dan tenaga surya sebagai pilar pertumbuhan ekonomi baru.
Investasi dan perdagangan di sektor ini menjadi jalur penting memperkuat kerja sama bilateral dan memperluas pengaruh di kawasan. Kini, energi terbarukan telah menjadi sumber listrik termurah di sebagian besar negara Asean.
Negara-negara tujuan investasi memiliki kapasitas pembiayaan yang cukup untuk mempercepat transisi energi. Dengan memperluas permintaan dan pasar hijau kawasan, mereka dapat mengamankan pasokan energi terjangkau untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Langkah ini juga mengirimkan sinyal kuat kepada pemasok dan investor untuk mengucurkan dana sebesar US$180 miliar yang dibutuhkan guna mencapai target energi terbarukan Asean.
Amy Kong, Peneliti ZCA, mengatakan perluasan energi bersih akan mengamankan sumber energi terjangkau untuk mendorong pertumbuhan ekonomi cepat di kawasan ini.
“Investor yang terlibat dapat merebut pangsa pasar energi bersih, mencapai target netral karbon, dan membangun kerja sama regional di tengah gejolak geopolitik global," tambahnya.
Laporan ini dirilis menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-46 Asean di Malaysia. Di tengah pemberlakuan tarif produk energi bersih oleh Amerika Serikat, KTT ini diharapkan menghasilkan aksi regional untuk memperkuat ketahanan industri energi bersih kawasan.