Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Woodmac Soroti Hambatan Ekspansi PLTG: Transisi Energi dan Kendala Produksi

Woodmac memperkirakan bahwa sekitar 890 GW kapasitas pembangkit listrik tenaga gas baru akan ditambahkan secara global antara 2025 hingga 2040.
Kapal tanker gas alam cair (LNG) Sohshu Maru mendekati Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Futtsu milik Jera Co, yang tidak terlihat, di Futtsu, Prefektur Chiba, Jepang, pada hari Jumat, 17 Desember 2021/Bloomberg-Kiyoshi Ota
Kapal tanker gas alam cair (LNG) Sohshu Maru mendekati Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Futtsu milik Jera Co, yang tidak terlihat, di Futtsu, Prefektur Chiba, Jepang, pada hari Jumat, 17 Desember 2021/Bloomberg-Kiyoshi Ota

Bisnis.com, JAKARTA – Wood Mackenzie, perusahaan konsultan energi global mengemukakan meskipun permintaan listrik melonjak, pengembangan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) bakal mengalami perlambatan hingga 15 tahun ke depan karena kendala produksi, kenaikan biaya, dan tantangan transisi energi

Merujuk laporan Turbocharged vs Keterlambatan: Lanskap baru untuk PLTG, Wood Mackenzie (Woodmac) memperkirakan bahwa sekitar 890 GW kapasitas pembangkit listrik tenaga gas baru akan ditambahkan secara global antara 2025 hingga 2040.

Diperkirakan, China dan Amerika Serikat bakal menyumbang rata-rata sebesar 47% dari penambahan tahunan pada periode tersebut. Di sisi lain, pasar di wilayah lain termasuk Asia Tenggara, India, dan Uni Eropa (EU27), menyumbang 53% dari penambahan tahunan global dari 2025 hingga 2040.

David Brown, Direktur Riset Transisi Energi di Wood Mackenzie, mengatakan meskipun pasar listrik akan membutuhkan pembangkit listrik tenaga gas alam sebagai bagian dari transisi energi hingga 2040, peran gas akan memiliki batasan.

"Biaya bahan bakar yang tinggi di beberapa wilayah, kenaikan biaya konstruksi, dan penurunan biaya energi terbarukan dan penyimpanan energi yang berkelanjutan akan membatasi potensi pertumbuhan gas," ujarnya, dikutip dari laman resmi Woodmac, Senin (19/5/2025). 

Woodmac juga mengemukakan sejumlah faktor dapat membatasi pertumbuhan, terutama dalam jangka pendek, seperti kendala kapasitas produksi dapat menunda pembangunan pembangkit listrik tenaga gas baru. 

Woodmac memperkirakan sekitar 90% utilisasi kapasitas produksi turbin gas pada 2025, yang dapat menyebabkan beberapa pengembang di AS baru dapat mengoperasikan kapasitas siklus gabungan baru paling cepat pada tahun 2030 atau setelahnya.

Selain itu, meskipun permintaan listrik berkembang pesat di Asia, biaya impor gas yang tinggi membatasi peran gas hanya sebagai penyuplai listrik saat beban puncak.

"Untuk rantai pasokan turbin gas, batasan-batasan ini menunjukkan kondisi pengiriman turbin yang akan tetap ketat hingga 2030, dengan kondisi yang lebih longgar antara 2030 dan 2040," tambah Brown.

Sebelumnya, pengembangan PLTG di Indonesia juga bakal terpangkas. Merujuk Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)  2021-2030, terdapat rencana PLTG masih menjadi bagian dari rencana penambahan kapasitas berbasis energi fosil sebesar 13,8 gigawatt (GW).

Sementara itu, dalam rancangan RUPTL 2025 - 2034, kebutuhan pembangkit basis gas 10,3 GW hingga 2035.

“Kami sadar bahwa memang kebutuhan gas ini sangat besar, (sehingga) di RUPTL tahun 2024-2035, sudah kami koreksi, kita turunkan jadi 10,3 GW,” kata Direktur Manajemen Pembangkitan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Adi Lumakso, dikutip dari Antara. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper