Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Dunia Berikan US$1 Miliar ke Kongo Bangun PLTA Terbesar Dunia

Bank Dunia akan memberikan US$250 juta untuk Inga III yang merupakan bagian dari pembangkit listrik tenaga air Grand Inga.
Ilustrasi utang berkelanjutan dan obligasi hijau
Ilustrasi utang berkelanjutan dan obligasi hijau

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Dunia mengatakan akan memberikan US$1 miliar untuk membantu Republik Demokratik Kongo membangun proyek pembangkit listrik tenaga air terbesar di dunia.

Presiden Bank Dunia Ajay Banga mengatakan Bank Dunia akan memberikan US$250 juta untuk Inga III yang merupakan bagian dari pembangkit listrik tenaga air Grand Inga. Proyek tersebut merupakan bagian dari apa yang disebut program Mission 300, yang didukung oleh pemberi pinjaman untuk menyediakan listrik bagi 300 juta orang Afrika pada 2030 dan dapat menarik sekitar US$85 miliar dalam investasi swasta.

Nantinya, proyek tersebut dapat menghasilkan listrik sebesar 11.000 megawatt dimana lebih dari tiga kali lipat kapasitas Kongo saat ini dan menelan biaya $10 miliar. Dana tahap pertama akan digunakan untuk mendanai penelitian, meningkatkan pembangunan ekonomi, mereformasi perusahaan listrik negara, dan menarik pengembang swasta untuk membangun fasilitas di Sungai Kongo.

Listrik tersebut dapat digunakan untuk mendukung pemrosesan mineral, mengaliri listrik ke Ibu Kota Kinshasa, dan memasok listrik ke negara-negara miskin energi lainnya di kawasan tersebut.

Inga I merupakan pembangkit listrik berkapasitas 351 megawatt pertama mulai beroperasi pada tahun 1972 dan fasilitas Inga II berkapasitas 1.424 megawatt satu dekade kemudian. Konflik, sejarah skandal korupsi, dan biaya yang mahal telah menghambat pembangunan lebih lanjut sejak saat itu.

Ekonom Energi Senior Bank Dunia Yadviga Semikolenova menuturkan pendekatan pendanaan Bank Dunia memaksimalkan peluang terwujudnya Inga III.

Rencana senilai US$36 miliar untuk mengembangkan industri listrik Kongo, yang hanya memasok listrik bagi sekitar seperlima dari lebih dari 100 juta penduduk negara itu, dipresentasikan pada konferensi Mission 300 di Dar es Salaam pada bulan Januari dan sangat bergantung pada Inga. Pemerintah Kongo telah berkomitmen untuk melipatgandakan akses terhadap listrik pada 2030.

Namun, Inga III mengalami serangkaian kegagalan. Tahun lalu, pemerintah mengatakan telah menandatangani kesepakatan awal dengan Natural Oilfield Services Ltd. dari Nigeria untuk membangun pabrik berkapasitas 7.000 megawatt di lokasi tersebut dan mengembangkan kilang aluminium. Kesepakatan itu menggantikan kesepakatan dengan Fortescue Ltd., perusahaan milik miliarder pertambangan Australia Andrew Forrest, untuk mengembangkan kompleks berkapasitas 40 gigawatt yang akan menghasilkan hidrogen hijau.

Fortescue telah menggantikan sekelompok perusahaan Spanyol dan Cina yang gagal mengembangkan proyek versi 11 gigawatt senilai US$14 miliar. Afrika Selatan telah setuju untuk membeli listrik dari versi fasilitas itu. Tidak jelas apa yang terjadi dengan kesepakatan dengan Natural Oilfield. 

Bank Dunia sendiri menarik diri dari program bantuan teknis sebelumnya pada 2016.

“Penting bagi negara dan pemerintah untuk membangun kredibilitas dengan mitra pembangunan, sektor swasta, tetapi yang terpenting juga dengan masyarakat dan rakyat DRC agar proyek berskala seperti itu dapat dikembangkan,” kata Semikolenova.

Lokasi Inga di Sungai Kongo, yang merupakan lokasi ketiga terbesar di dunia berdasarkan volume yang pada akhirnya berpotensi menghasilkan sekitar 40.000 megawatt listrik. Saat ini pembangkit listrik tenaga air terbesar di dunia adalah proyek Three Gorges berkapasitas 22.500 megawatt di Sungai Yangtze di Tiongkok.

Sebagian besar listrik yang saat ini diproduksi di Inga disalurkan sejauh 1.600 kilometer (1.000 mil) untuk menggerakkan tambang tembaga dan kobalt Kongo, yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan termasuk CMOC Ltd., China Railway Group Ltd., dan Glencore Plc.

Perluasan pembangkit listrik juga dapat digunakan untuk mendorong pembangunan di sepanjang Koridor Lobito, jalur kereta api yang membentang dari tambang tembaga dan kobalt hingga pantai Angola, dan untuk memasok listrik ke wilayah selatan, timur, dan tengah Afrika, kata Semikolenova.

Kunci dari setiap pengembangan Inga adalah reformasi perusahaan listrik milik negara Kongo, yang dikenal sebagai SNEL.

Perusahaan tersebut perlu menjadi lebih andal, efisien, dan memiliki kredibilitas yang baik untuk mengembangkan jenis kemitraan publik-swasta yang dapat menarik cukup modal untuk mendanai proyek tersebut. 

“Struktur pasti dari proyek tersebut akan ditentukan oleh studi awal, katanya. Versi Inga III yang lebih kecil dimungkinkan. Kongo dapat menggunakan pertemuan yang diselenggarakan oleh bank dan mitra Mission 300 lainnya di London minggu ini untuk memamerkan Inga III kepada investor swasta Eropa,” ucap Semikolenova.

Zimbabwe dan Burundi akan menjadi bagian dari negara-negara lain yang akan mempresentasikan rencana pengembangan listrik mereka di acara tersebut, selain 11 negara yang telah mempresentasikan di Dar es Salaam. Namibia dan Lesotho akan mempresentasikan rencana mereka di sebuah konferensi energi di Cape Town akhir bulan ini.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper