Bisnis.com, JAKARTA — Investasi hijau di Asia Tenggara dan Asia Pasifik alami kenaikan 43% menjadi US$8 miliar secara tahunan yang dipimpin sektor surya dan pengolahan limbah.
Managing Director Sustainability Temasek Franziska Zimmermann mengatakan 6 negara utama Asia Tenggara (SEA-6) mencatat lonjakan investasi hijau swasta sebesar 43% menjadi US$8 miliar pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun dengan Malaysia dan Singapura berkontribusi lebih dari 60% terhadap total transaksi. Keenam negara tersebut yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Sektor energi tetap mendominasi dengan menyumbang dua pertiga dari total investasi hijau di kawasan, disertai dengan peningkatan ukuran transaksi.
Adapun investasi hijau swasta mencapai sekitar US$1,24 juta di Indonesia pada 2024, mewakili 15% dari total investasi SEA-6. Kurangnya investasi pada substitusi bahan bakar (pembangkit LNG pada 2023) menyebabkan penurunan total investasi sebesar 22%.
"Di dalam sektor ini, energi surya mencatat lonjakan investasi terbesar 100%, sementara transaksi di sektor pengelolaan limbah meningkat 60% secara tahunan, didorong oleh proyek pengolahan air dan daur ulang," ujarnya dalam laporan Southeast Asia’s Green Economy, Selasa (6/5/2025).
Menurutnya, korporasi terus menjadi motor utama investasi hijau di Asia Tenggara, sejalan dengan tren yang terlihat di India dan Korea Selatan. Daya tarik dana iklim (climate funds) dan dana infrastruktur terhadap kawasan ini juga meningkat signifikan dimana masing-masing tumbuh 4 kali dan 14 kali lipat.
Baca Juga
Secara mencolok, investasi asing dari luar kawasan Asia-Pasifik (APAC) ke ekonomi hijau SEA-6 meningkat lebih dari 3 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, sedangkan investasi asing dari dalam APAC ke SEA-6 juga meningkat 2 kali lipat.
Sementara itu, investasi domestik di SEA-6 mengalami penurunan sebesar 40%, namun para investor domestik ini tetap aktif dalam mendukung pertumbuhan hijau di wilayah APAC lainnya.
"Mendorong ekonomi hijau dengan pendekatan berbasis sistem membutuhkan upaya kolektif dari semua pemangku kepentingan — korporasi, investor, dan pemerintah," katanya.
Dia menilai dekarbonisasi di Asia Tenggara kini harus menghasilkan hasil nyata, melampaui sekadar pencapaian target. Dekarbonisasi jangan lagi dipandang sebagai penggerak pengeluaran, melainkan menjadi pendorong strategis pertumbuhan masa depan kawasan regional.