Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) resmi memulai penyusunan National Adaption Plan (NAP) atau rencana adaptasi nasional mengingatkan kerentanan Indonesia sebagai negara kepulauan menghadapi dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim.
Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup Ary Sudijanto mengatakan dampak perubahan iklim yang semakin nyata di Indonesia mendorong pemerintah untuk mempercepat penyusunan National Adaptation Plan (NAP) atau rencana adaptasi nasional. Hal ini sebagai langkah strategis menghadapi krisis iklim yang kian terasa di Indonesia.
Menurutnya, perubahan iklim yang sebelumnya terasa perlahan kini menunjukkan dampak yang semakin nyata dan mengkhawatirkan. Adapun rerata suhu global pada 2024 telah mencapai 1,59 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, melampaui batas aman 1,5 derajat Celsius yang disepakati dalam Perjajian Paris.
Dampak perubahan iklim terlihat dari meningkatnya bencana hidrologis seperti banjir dan tanah longsor yang melanda berbagai wilayah di Indonesia awal tahun 2025. Selain itu, fenomena badai tropis dengan intensitas tinggi yang sebelumnya jarang terjadi, seperti Badai Tropis Seroja yang menghantam Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste pada 2021.
Perubahan iklim juga berdampak pada sektor pertanian yang menyebabkan penurunan produksi pangan dan gagal panen di sejumlah daerah. Perubahan iklim juga berdampak pada meningkatnya demam berdarah dengue, malaria, dan diare berdarah.
Adapun potensi kerugian ekonomi akibat perubahan iklim diperkirakan mencapai 0,55% hingga 3,55% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada 2030.
Baca Juga
Saat ini penanganan perubahan iklim dilakukan dengan mitigasi dan adaptasi. Adapun mitigasi dilakukan dengan pengurangan emisi gas rumah kaca, sedangkan adaptasi bertujuan menyesuaikan diri dengan dampak perubahan iklim yang sudah dan akan terus berlangsung.
"Ini menuntut kita untuk serius melakukan adaptasi dan menyesuaikan perencanaan pembangunan agar lebih responsif terhadap dampak perubahan iklim. Upaya mitigasi sudah banyak dilakukan melalui perencanaan di tingkat sektor, nasional, dan sub nasional. Namun, adaptasi masih tertinggal dan ini menjadi sangat mendesak mengingat dampaknya yang semakin nyata. Terlebih, Indonesia sebagai negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim menjadi wajar punya perhatian lebih terhadap adaptasi ini," ujarnya secara daring, Jumat (2/5/2025).
Adapun penyusunan rencana adaptasi nasional atau NAP ini diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang implementasi perjanjian Paris di Indonesia dan didukung oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. NAP merupakan instrumen penting untuk memperkuat aksi adaptasi melalui kebijakan dan perencanaan sebagaimana diatur dalam pasal 7 perjanjian Paris.
Rencana adaptasi nasional merupakan salah satu dokumen yang perlu diserahkan negara yang meratifikasi Perjanjian Paris kepada UNFCCC dimana saat ini baru 51 negara yang menyelesaikan dan menyerahkan dokumen tersebut.
"Kami akan menyusun dokumen NAP Indonesia yang diharapkan dapat diselesaikan dan diserahkan ke UNFCCC sebelum COP ke-30 di Belem, Brazil, November nanti," katanya.
Adapun elemen penting yang perlu dipertimbangkan dalam rencana adaptasi nasional yakni inventarisasi dampak, proyeksi perubahan iklim, penyusunan adaptasi berdasarkan dampak, strategi implementasi, elemen pengawasan dan evaluasi.
Penyusunan kriteria baku untuk adaptasi lebih kompleks dibanding mitigasi karena dampaknya yang sangat beragam, mulai dari kenaikan muka air laut, penurunan produksi pangan, hingga perubahan pola penyakit. Dia menyoroti adaptasi merupakan tantangan besar bagi Indonesia sebagai negara kepulauan yang sangat rentan terhadap perubahan iklim.
"Perhatian terhadap adaptasi selama ini masih lebih rendah dibanding mitigasi, padahal urgensinya sangat tinggi," ucapnya.
Indonesia sendiri sudah memiliki modal untuk penyusunan rencana adaptasi nasional termasuk dokumen pembangunan berketahanan iklim yang dikeluarkan Bappenas dan kebijakan adaptasi perubahan iklim kesehatan.
"Saya percaya beberapa elemen atau unsur Kementerian/Lembaga yang lain juga sudah memiliki modalitas untuk itu. Sehingga kemudian NAP ini nanti diharapkan dapat menyiapkan visi dan langkah adaptasi perubahan iklim yang memang tersebar di berbagai Kementerian/Lingkungan yang ada," tuturnya.
Rencana adaptasi yang berada di masing-masing kementerian/lembaga tersebut kemudian dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan dan rencana pembangunan nasional dan daerah.
"Hal ini akan membantu kita bersama-sama untuk memobilisasi sumber daya sehingga intervensi aksi adaptasi perubahan iklim dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien," ujarnya.
Dia berharap NAP dapat menyatukan visi dan langkah adaptasi yang selama ini tersebar di berbagai kementerian dan lembaga, serta terintegrasi dengan perencanaan pembangunan nasional dan daerah.
"Ini akan membantu mobilisasi sumber daya dan memastikan intervensi adaptasi dilakukan secara efektif dan efisien," katanya.
Sementara itu, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Yulia Suryanti mengatakan langkah adaptasi perubahan iklim yang akan disusun dalam NAP harus diterapkan sampai dengan tingkat tapak. Adapun NAP menjadi salah satu dokumen yang perlu menjadi perhatian menghadapi dampak perubahan iklim yang sudah mulai dialami dunia, memastikan adanya resiliensi masyarakat sembari mengambil langkah mitigasi menekan kenaikan suhu global,
"Perencanaan adaptasi itu harus sampai ke tingkat kabupaten/kota. Jadi bicara soal mandat kita juga mandat kepada tingkat nasional dan sub-nasional. Kalau dilihat dari Perpres 98/2021 dan PermenLHK 12/2024 terkait NDC itu sampai di tingkat sub-nasional, kalau bicara ke pemerintahan itu sampai ke bupati/walikota," ujarnya.
Menurutnya, perencanaan adaptasi seharusnya juga tidak hanya berhenti kepada tingkat kabupaten/kota tetapi spesifik ke suatu wilayah tertentu mengingat kondisi dampak perubahan iklim yang berbeda antara satu daerah dan yang lainnya.
Penyusunan rencana adaptasi nasional sendiri dimulai bulan ini dengan serangkaian diskusi antarkementerian/lembaga yang kemudian dilakukan dengan konsultasi publik. Adapun KLH berencana menyerahkan dokumen itu ke Sekretariat UNFCCC pada November 2025, atau menjelang COP30 di Brazil.
"NAP dimulai dengan mengidentifikasi dampak, kemudian juga mengidentifikasi opsi apa saja yang tersedia, di sini kita melihat dari kapasitas Indonesia seperti apa terkait adaptation plan," katanya.
Di dalam dokumen itu akan dituangkan strategi implementasi lintas sektor sampai dengan tingkat tapak. Lalu dimasukkan elemen pemantauan, pelaporan, dan tinjauan untuk memastikan strategis adaptasi itu sesuai dengan kewilayahan masing-masing sektor dan wilayah.