Bisnis.com, JAKARTA — Afrika Selatan tengah mengkaji potensi penerapan skema asuransi banjir bagi kota-kota besar di negaranya, menyusul serangkaian bencana dalam beberapa tahun terakhir yang memaksa pemerintah mengeluarkan dana talangan.
Jenis asuransi yang dipertimbangkan adalah parametric insurance, yakni skema perlindungan dengan pembayaran klaim berdasarkan kejadian tertentu. Melalui skema ini, dana asuransi bakal dicairkan jika kriteria dalam suatu kejadian terpenuhi, seperti tingkat curah hujan yang melampaui ambang batas dan bukan berdasarkan nilai kerugian aktual. Karena pemicu klaim bersifat otomatis, pencairan dana bisa dilakukan lebih cepat.
Beberapa bencana terkait iklim dengan dampak besar tercatat melanda Afrika Selatan dalam beberapa tahun terakhir. Pada Juli tahun lalu, Cape Town dilanda curah hujan tertinggi dalam sejarahnya yang menyebabkan puluhan ribu rumah rusak. Sementara itu, pada 2022, sedikitnya 459 orang tewas ketika hujan deras melanda kota pelabuhan Durban. Kota Gqeberha juga terdampak banjir besar tahun lalu.
“Biaya bencana, baik yang berkaitan dengan iklim maupun lainnya, telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dana tanggap bencana sering kali diambil dari anggaran layanan esensial seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan,” tulis Kementerian Keuangan Afrika Selatan dalam dokumen resmi yang dirilis Jumat, dikutip dari Bloomberg, Senin (4/8/2025).
Kementerian menyatakan bahwa penggunaan asuransi parametris memerlukan perubahan regulasi. Kajian ini merupakan bagian dari strategi mitigasi risiko bencana yang tengah disusun bersama Bank Dunia.
Axa Climate, unit dari perusahaan asuransi Prancis AXA SA, ditunjuk oleh Bank Dunia untuk memimpin kajian ini.
Baca Juga
Dalam wawancara bulan lalu, CEO perusahaan asuransi milik negara Sasria SOC Ltd., Mpumi Tyikwe, menyatakan bahwa perusahaannya berencana memperluas cakupan layanan ke asuransi bencana iklim.