Bisnis.com, JAKARTA — Pembangkit listrik rendah karbon melampaui 40% dari total pembangkitan listrik global pada 2024. Pencapaian ini didorong oleh pertumbuhan energi terbarukan yang mencapai rekor baru terutama tenaga surya.
Gelombang panas menyebabkan lonjakan permintaan listrik yang signifikan, sehingga memicu sedikit peningkatan dalam pembangkitan listrik dari bahan bakar fosil dan mendorong emisi sektor ketenagalistrikan ke level tertinggi sepanjang sejarah.
Analis Listrik dan Data Ember Euan Graham mengatakan kekhawatiran keamanan energi yang diperburuk oleh perang dagang yang dipicu oleh tarif besar-besaran Presiden Amerika Serikat Donald Trump dapat semakin meningkatkan permintaan listrik terbarukan tahun ini. Tarif tersebut telah membuat pasar energi dan ekuitas anjlok dan memicu kekhawatiran tentang resesi global.
Menurutnya, meskipun masih terlalu dini untuk mengatakan dampak tarif akan memengaruhi permintaan listrik tahun ini, namun tenaga terbarukan dapat diuntungkan.
"Negara-negara lebih memikirkan keamanan dan ketahanan energi mereka daripada sebelumnya dan saya pikir itu berarti tenaga terbarukan dalam negeri seperti angin dan matahari menjadi semakin menarik," ujarnya dikutip dari Reuters, Selasa (8/4/2025).
Dalam laporan tinjuan listrik global 2025 yang diterbitkan Ember, tenaga surya kini menjadi penggerak utama transisi energi global. Pembangkitan dan kapasitas pemasangannya mencetak rekor baru pada 2024. Pembangkitan tenaga surya terus mempertahankan laju pertumbuhan yang tinggi dimana meningkat dua kali lipat dalam 3 tahun terakhir dan menyumbang tambahan listrik lebih banyak dibandingkan sumber energi lainnya dalam periode tersebut.
Baca Juga
Sementara itu, permintaan listrik mengalami peningkatan tajam pada 2024, melampaui pertumbuhan listrik bersih. Teknologi yang berkembang pesat seperti kecerdasan buatan (AI), pusat data, kendaraan listrik, dan pompa panas telah berkontribusi pada peningkatan permintaan listrik global.
Namun, faktor utama yang menyebabkan lonjakan permintaan listrik pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya adalah meningkatnya penggunaan pendingin udara selama gelombang panas. Hal ini menjadi penyebab utama dari peningkatan kecil pembangkitan listrik berbasis fosil.
Pembangkit listrik dari semua sumber rendah karbon termasuk energi terbarukan dan nuklir melampaui 40% dari total listrik global pada 2024, pertama kalinya sejak 1940-an. Sumber energi terbarukan mencatat tambahan pembangkitan sebesar 858 TWh pada 2024 meningkat 49% dibandingkan rekor sebelumnya sebesar 577 TWh pada 2022.
Rekor pertumbuhan energi terbarukan, ditambah dengan sedikit peningkatan output nuklir sebesar 69 TWh, mendorong pangsa listrik rendah karbon menjadi 40,9% atau sekitar 12.609 TWh pada 2024, dibandingkan dengan 39,4% pada 2023. Tenaga air tetap menjadi sumber utama listrik rendah karbon yakni sebesar 14,3% dan diikuti oleh tenaga nuklir sebesar 9,0%.
Kemudian, tenaga angin sebesar 8,1% dan tenaga surya 6,9% terus berkembang pesat dan secara gabungan melampaui tenaga air pada 2024. Di sisi lain, pangsa tenaga nuklir mencapai titik terendah dalam 45 tahun terakhir.
Graham menuturkan sistem kelistrikan global akan didominasi oleh dua megatren selama sisa dekade ini: peningkatan pesat pangsa tenaga surya dalam bauran listrik seiring dengan pertumbuhannya yang eksponensial, serta pertumbuhan permintaan listrik yang kuat karena listrik makin menggantikan sumber energi lain dalam menggerakkan ekonomi global.
Tanda-tanda perubahan ini sudah terlihat dimana selama tiga tahun terakhir, tenaga surya menjadi sumber listrik baru terbesar, sedangkan faktor pendorong permintaan baru seperti kendaraan listrik, pompa panas, dan pusat data kini menyumbang 0,7% terhadap pertumbuhan tahunan permintaan listrik lebih dari dua kali lipat dibandingkan 5 tahun lalu.
"Saat kita mencapai titik balik ketika peningkatan pembangkitan listrik bersih melampaui pertumbuhan struktural permintaan, perubahan dalam pembangkitan listrik berbasis fosil jangka pendek akan lebih dipengaruhi oleh fluktuasi cuaca, seperti yang terlihat pada 2024 akibat gelombang panas," katanya.
Meski demikian, pertumbuhan listrik bersih serta adopsi teknologi fleksibel seperti penyimpanan baterai akan makin mengurangi ketergantungan pada pembangkitan listrik berbasis fosil dalam beberapa tahun ke depan, bahkan dalam kondisi pertumbuhan permintaan yang lebih cepat.
Graham memperkirakan walaupun permintaan listrik tumbuh sebesar 4,1% per tahun hingga 2030 yang melampaui proyeksi saat ini, namun pertumbuhan listrik bersih akan cukup cepat untuk mengimbanginya. Dinamika di negara-negara berkembang terbesar di dunia akan memainkan peran kunci.
"China dan India kini bergerak menuju masa depan yang pertumbuhan permintaan listriknya didorong oleh energi bersih, sehingga membantu mempercepat penurunan pembangkitan listrik berbasis fosil secara global," ucapnya.
Managing Director Ember Phil MacDonald menuturkan tenaga surya telah menjadi penggerak utama transisi energi global. Dikombinasikan dengan penyimpanan baterai, tenaga surya akan menjadi kekuatan yang tak terhentikan. Sebagai sumber listrik baru terbesar dan dengan pertumbuhan tercepat, tenaga surya berperan krusial dalam memenuhi permintaan listrik dunia yang terus meningkat.
"Di tengah berbagai perdebatan, penting untuk tetap fokus pada fakta utama. Cuaca yang lebih panas mendorong peningkatan pembangkitan listrik berbasis fosil pada 2024, tetapi kemungkinan terjadinya lonjakan serupa pada 2025 sangat kecil," tuturnya.
Menurutnya, dunia sedang mengamati cara teknologi seperti kecerdasan buatan dan kendaraan listrik akan memengaruhi permintaan listrik. Yang jelas, pertumbuhan pesat tenaga surya dan angin sudah siap untuk memenuhi kebutuhan ini dan berharap pembangkitan listrik berbasis fosil terus meningkat akan kecewa.
"Teknologi bersih, bukan bahan bakar fosil, kini menjadi pendorong utama pembangunan ekonomi. Era pertumbuhan energi fosil semakin mendekati akhir, bahkan di tengah lonjakan permintaan listrik global," kata Phil.