Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup tengah menggodok regulasi terkait kewajiban pengelola kawasan untuk mengelola sampahnya.
Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup Novrizal Tahar mengatakan pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan para pelaku usaha sektor hotel, restoran dan kafe (horeka) dalam membahas upaya mengurangi sampah di kawasan. Hal ini sebagai upaya menekan timbulan di tempat pemrosesan akhir (TPA). Kewajiban pengelolaan sampah kawasan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
“Di undang-undang kan sudah ada sebenarnya, pengelola kawasan wajib menyelesaikan sampahnya sendiri. Regulasi teknisnya memang masih sedang kita siapkan, perlu kami siapkan,” ujarnya dilansir Antara, Jumat (7/2/2025).
Menurutnya, pengelolaan sampah oleh pemilik kawasan dapat mengurangi beban sampah yang berakhir di TPA. Hal ini terutama sampah organik sisa makanan yang mendominasi jenis sampah yang masuk ke TPA di beragam wilayah Indonesia.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLH, jumlah timbulan sampah pada 2023 dari 375 kabupaten/kota mencapai 40,1 juta ton. Sampah sisa makanan mendominasi prosentase timbulan sampah itu dengan jumlah 15,9 juta ton, disusul sampah plastik di posisi kedua dengan jumlah 7,6 juta ton.
“Memang kita minta mereka untuk menyelesaikan persoalan sampahnya sendiri, tidak membebani lagi TPA atau pemerintah daerah. Karena mereka kan punya manajemen, punya uang, punya anggaran sendiri dan bisa mereka lakukan,” tutur Novrizal.
Baca Juga
Sementara itu, Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Faisal Malik Hendropriyono menghimbau kepada para pengusaha hotel, restaurant dan kafe untuk dapat mengelola sampah di wilayahnya masing-masing hingga habis terkelola.
Hal ini sebagai upaya untuk meminimalisasi timbunan sampah yang berakhir di TPA dan sebagai upaya mitigasi emisi gas rumah kaca dari sektor limbah melalui upaya-upaya pengurangan sampah di sumbernya yang salah satunya dari sektor horeka.
“Salah satu langkah yang harus diambil adalah dengan mengurangi beban tempat pemrosesan akhir sampah melalui upaya pengurangan dan pengelolaan sampah selesai di hulu. Oleh sebab itu, maka kami mendorong Horeka untuk dapat mengelola sampah di wilayahnya masing-masing sehingga sampah habis terkelola,” ujarnya.
Sebagai langkah awal, Daerah Khusus Jakarta menjadi salah satu fokus yang menjadi fokus dalam peningkatan sistem pengelolaan sampah. Berdasarkan data SIPSN KLHK tahun 2023, timbulan sampah di Daerah Khusus Jakarta sebesar 3.141.650 ton per tahun, dengan dominasi jenis sampah berupa sampah sisa makanan (food waste) sebesar 49,87% atau setara 1.566.740 ton per tahun. Sumber timbulan sampah ini berasal dari rumah tangga, pasar, perkantoran, hotel, restaurant, dan kafe.
Data jumlah horeka berdasarkan BPS Provinsi DKI Jakarta tahun 2023, terdapat 870 hotel yang beroperasi di DKI Jakarta yang terdiri dari 448 hotel berbintang dan 422 merupakan hotel non bintang. Selain itu, data BPS DKI Jakarta pada 2022 juga menunjukkan ada 5.258 usaha restoran, katering, dan penyedia makan minum lainnya dengan skala menengah besar.
“Masalah pengelolaan sampah di Indonesia telah mencapai titik kritis dengan volume sampah yang terus meningkat, maka kita perlu mengambil langkah-langkah tegas dan menyeluruh,” katanya.
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan di Provinsi Daerah Jakarta, Gubernur Daerah Khusus Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 102 Tahun 2021 tentang Kewajiban Pengelolaan Sampah di Kawasan dan Perumahan yang mengatur kebijakan pengelolaan sampah melalui upaya pengurangan dan penanganan sampah.
Lebih jauh, dalam Pasal 2 ayat (1) Pergub DKI Jakarta Nomor 102 tahun 2021, mewajibkan setiap penanggung jawab atau pengelolaan kawasan, dan/atau Perusahaan, wajib melakukan Pengelolaan Sampah di dalam area dan/atau fasilitas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam hal tidak melaksanakan kewajiban tersebut, maka akan dikenakan sanksi administratif. Jika sanksi administratif tersebut tidak dipatuhi, maka Dinas Lingkungan Hidup akan mempublikasikan kawasan/perusahaan dalam kategori yang berpotensi mencemarkan lingkungan.
Kemudian, dalam rangka untuk mendukung pengurangan sampah di sumbernya, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, terkait kewajiban produsen sektor industri manufaktur, ritel dan horeka dalam melaksanakan kegiatan pengurangan sampah, termasuk kewajiban untuk menyusun dan melaksanakan pengurangan sampah melalui pendekatan 3R (reduce, reuse, recycle). Melalui regulasi tersebut, Pemerintah mendorong produsen untuk melaksanakan Extended Producer Responsibility (EPR).
“Jika melihat data pengelolaan sampah dari Pemerintah Provinsi DKJ pada 2023, terdapat 1.307 kegiatan horeka yang telah melaporkan kegiatan pengelolaan sampahnya dengan timbulan sampah per harinya mencapai 377.6 ton. Jumlah horeka yang terdata ini tentunya masih jauh jika dibandingkan dengan jumlah horeka berdasarkan data dari BPS, di mana ada 870 hotel yang beroperasi di DKI Jakarta dan 5.258 usaha restoran, katering, dan kafe,” tuturnya.
Menurutnya, perubahan paradigma pengelolaan sampah yang semula kumpul, angkut, dan buang menjadi pengurangan di sumber dan daur ulang sumber daya. Hal ini diperlukan untuk mengatasi tantangan dalam permasalah sampah.
“Kerjasama para pihak dan penerapan ekonomi sirkular menjadi penting untuk mendorong praktik sustainability serta mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan. Untuk sampah yang timbul, maka metode pengelolaan yang tepat dibutuhkan, sehingga hanya residu saja yang dikelola di TPA untuk mengurangi beban di TPA,” terang Diaz.