Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ESDM Buka Suara Soal Target Bauran EBT 100% Versi Prabowo

Kementerian ESDM buka suara soal pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan bauran EBT mencapai 100% dalam 10 tahun ke depan atau 2035.
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Minggu (18/8/2024)/Bisnis-Paulus Tandi Bone
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Minggu (18/8/2024)/Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber dan Daya Mineral (ESDM) buka suara soal pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) kelistrikan Indonesia mencapai 100% dalam 10 tahun ke depan atau 2035.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, saat ini pihaknya masih memetakan potensi EBT di Tanah Air.

“Peta potensi EBT dan rencana realisasinya sedang dibahas terus. Karena data juga mulai ter-update,” katanya singkat kepada Bisnis, Senin (14/7/2025).

Adapun berdasarkan catatan Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi EBT mulai dari energi surya, bayu, hidro, bioenergi, panas bumi, dan juga laut total mencapai 3.686 gigawatt (GW). Namun, capaian bauran EBT di Indonesia tercatat baru di angka 14,1% pada awal 2025. 

Sementara itu, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2034, total penambahan kapasitas pembangkit baru ditargetkan sebesar 69,5 GW. Dari jumlah tersebut, porsi EBT mencapai 42,6 GW.

Dalam kesempatan terpisah, Eniya mengatakan, pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah konkret guna mendukung tercapainya target tersebut.

Untuk subsektor panas bumi, Eniya menyebut pihaknya telah memangkas waktu proses perizinan, khususnya untuk pengajuan izin survei wilayah kerja panas bumi (WKP). Jika sebelumnya proses ini memakan waktu hingga 1,5 tahun, kini bisa diselesaikan hanya dalam 7 hari melalui mekanisme Service Level Agreement (SLA). 

“Nah, izin panas bumi sudah kita revisi. Saat ini, izin survei panas bumi bisa keluar dalam waktu 7 hari. Setelah itu, pengembang dapat langsung melakukan survei, dilanjutkan eksplorasi hingga akhirnya masuk ke tahap pembangunan pembangkit,” kata Eniya dikutip dari keterangan resmi beberapa waktu lalu.

Selain itu, pihaknya juga tengah menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2017 tentang Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung. Tujuannya, kata Eniya, menciptakan iklim investasi yang lebih menarik, termasuk mendorong tingkat pengembalian investasi atau IRR (internal rate of return) di atas 10%, mengingat tingginya biaya investasi di sektor ini. 

Di samping itu, pihaknya juga akan membahas isu strategis lainnya bersama Kementerian Keuangan, seperti insentif, pajak pertambahan nilai (PPN), tingkat komponen dalam negeri (TKDN), serta mekanisme sistem lelang WKP.

Untuk sub sektor energi surya, pemerintah menargetkan pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap, PLTS skala besar, dan PLTS terapung dengan total kapasitas mencapai 17 GW. Menurut Eniya, target ini sejalan dengan pertumbuhan industri modul surya nasional yang saat ini mencakup 25 pabrikan dengan kapasitas produksi 4,8 GW per tahun.

“Target 17 GW membuka potensi pasar yang besar bagi produk dalam negeri. Apalagi kita juga sudah menjalin kerja sama dengan Singapura, yang membuka peluang ekspor di luar RUPTL. Hal ini memberi kepastian bagi investor bahwa ekosistem industri PLTS nasional sudah mulai terbentuk,” kata Eniya.

Untuk energi air, pemerintah akan mengoptimalkan potensi sumber daya air di wilayah tertentu dan menjalin kolaborasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga air (PLTA/PLTM) di waduk.

Sementara itu, potensi energi angin juga menjadi perhatian. Eniya menuturkan, meski saat ini Indonesia baru memiliki dua pembangkit tenaga angin di Sidrap dan Jeneponto, potensi nasional mencapai 7,2 GW dan akan terus diupayakan pemanfaatannya melalui proyek-proyek baru di kawasan timur Indonesia. 

Tak hanya itu, potensi bioenergi dan nuklir juga tidak luput dari perhatian.

“Terdapat potensi sebesar 900 megawatt, sementara untuk sumber daya lain seperti nuklir sebagai pembangkit base load, tersedia potensi awal sekitar 500 megawatt,” pungkas Eniya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper