Bisnis.com, JAKARTA — Berbagai cara dilakukan dapat upaya mengurangi emisi karbon. Sektor properti diperkirakan menyumbang sekitar 40% dari emisi karbon global.
Korporasi di sektor properti dinilai perlu menerapkan perencanaan strategis dalam upaya mengurangi emisi karbon. Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai target emisi nol bersih pada 2060 atau bahkan lebih cepat. Upaya itu perlu ditindaklanjuti pemangku kepentingan dalam menekan emisi karbon.
Ketua Green Building Council Indonesia (GBCI) Iwan Prijanto menargetkan seluruh bangunan di Indonesia bisa mencapai net zero emission (NZE) pada 2030 mendatang.
Menurutnya, selama ini sertifikasi bangunan hijau baru banyak diterapkan pada gedung komersial bertingkat dengan investasi yang besar. Hal ini karena para pemilik gedung telah memiliki kesadaran tinggi dan sebenarnya mampu melakukan proses sertifikasi sendiri.
Namun, berbeda dengan bangunan khususnya hunian di segmen menengah dan bawah yang merupakan sesuatu yang baru untuk melakukan sertifikasi bangunan hijau. Terlebih, biaya sertifikasi juga harus terjangkau.
“Kami ingin membangun ekosistem perumahan yang peduli mereduksi emisi. Lalu juga perlu mengedukasi konsumen perumahan terhadap produk yang rendah emisi,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (21/1/2025).
Baca Juga
Wakil Ketua Bidang Green Development Dewan Pengurus Pusat (DPP) Real Estat Indonesia (REI) Meiko Handoyo Lukmantara berpendapat pembangunan rumah ramah lingkungan ini dapat dilakukan secara masif.
Pihaknya tak menampik adanya persepsi pembangunan rumah ramah lingkungan sangat mahal. Pasalnya, untuk membangun rumah ramah lingkungan yang simpel dengan level paling bawah, biaya konstruksi mengalami kenaikan 2% hingga 4%. Oleh karena itu, perlu dilakukan edukasi secara masif kepada konsumen dan pengembang terkait rumah ramah lingkungan.
“Pembangunan perumahan yang lebih hemat dalam pemanfaatan energi dan air sudah diterapkan, walau untuk itu biaya produksi naik berkisar 2% hingga 4%. Pasar hunian juga harus diedukasi,” kata Meiko.
Direktur Utama Sakatama Development Henry Firtanto menuturkan pihaknya selalu berkomitmen untuk membangun hunian ramah lingkungan dan berkelanjutan. Komitmen ini diwujudkan dalam berbagai aspek, mulai dari pemilihan lokasi, desain bangunan, pemilihan material, hingga pengelolaan lingkungan di kawasan hunian.
“Dalam pemilihan lokasi, diupayakan untuk memiliki ruang terbuka hijau yang cukup, sehingga dapat memberikan manfaat ekologis dan sosial bagi penghuni,” ucapnya.
Lalu dari sisi desain bangunan, pihaknya menerapkan prinsip-prinsip desain pasif, seperti orientasi bangunan yang tepat, penggunaan material yang baik dan penggunaan material yang dapat mendukung efisiensi penggunaan energi.
“Kami memaksimalkan penggunaan bahan material lokal yang ramah lingkungan. Misalnya fasaf menggunakan batu tempel dari bahan tanah liat,” tuturnya.
Menurutnya, komitmen terhadap hunian ramah lingkungan dan berkelanjutan ini merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik bagi generasi sekarang dan mendatang.
“Kami selalu berusaha untuk membangun hunian yang ramah lingkungan seperti desain rumah yang memanfaatkan penerangan alami dengan Jendela ukuran besar,” ujarnya.
Selain itu, bangunan juga didesain untuk memaksimalkan penggunaan energi alami, seperti cahaya matahari dan ventilasi alami. Adapun penghematan energi dilakukan ventilasi alami memanfaatkan jendela besar sehingga penggunaan pendingin ruangan dapat dihemat.
“Kami menyediakan lampu LED sehingga hemat energi,” katanya.
Lalu juga dilakukan pengolahan air limbah dengan pembuangan limbah ke septic tank supaya dapat diolah secara alami. Pihaknya juga memanfaatkan area pinggir sungai dengan pepohonan rindang sebagai oksigen alami sebagai paru paru kawasan perumahan.