Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Zainal Arifin

Dosen Program Studi Pascasarjana di Institut Teknologi PLN dan Pengurus Indonesia Strategic Management Society (ISMS).

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Menunggu Lampu Hijau Adopsi Hidrogen Hijau

Hidrogen hijau, solusi dekarbonisasi bersih, menanti penurunan biaya produksi untuk adopsi luas. Indonesia berpotensi jadi pemain kunci di Asia Tenggara.
Ilustrasi keberadaan pembangkit energi terbarukan./Bisnis - Puspa Larasati
Ilustrasi keberadaan pembangkit energi terbarukan./Bisnis - Puspa Larasati

Bisnis.com, JAKARTA — Hidrogen hijau, yang dihasilkan melalui proses elektrolisis air dengan memanfaatkan energi terbarukan, saat ini menempati posisi strategis dalam peta transisi energi global.

Tidak seperti hidrogen abu-abu atau biru yang masih bergantung pada bahan bakar fosil dan proses penangkapan karbon, hidrogen hijau dianggap sebagai solusi dekarbonisasi lintas sektor yang paling bersih.

Uni Eropa menjadi salah satu pelopor adopsinya. Kawasan ini menargetkan pembangunan elektroliser kapasitas 40 GW hingga 2030. Proyek Hydrogen Backbone Initiative menunjukkan ambisi besar untuk membangun jaringan distribusi hidrogen lintas negara Eropa.

Sementara itu, Jepang dan Korea Selatan berfokus pada pemanfaatan hidrogen cair untuk transportasi dan industri berat. Sedangkan Australia mengandalkan ekspor hidrogen ke negara-negara Asia Timur yang permintaan energinya tinggi (IEA, 2023).

Wilayah Timur Tengah yang potensi energi suryanya melimpah, khususnya Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi, juga mulai merintis pasar internasional.

Mereka membangun proyek skala besar seperti NEOM, yang digadang-gadang sebagai salah satu fasilitas produksi hidrogen hijau terbesar di dunia saat ini (BloombergNEF, 2023).

Hidrogen Hijau di Indonesia

Dengan potensi sumber daya energi terbarukan yang besar, seperti energi surya, air, dan angin, Indonesia berpeluang untuk menjadi salah satu pemain strategis dalam produksi hidrogen ramah lingkungan di kawasan Asia Tenggara.

Sejumlah proyek percontohan dan studi kelayakan telah mulai dikembangkan di berbagai wilayah. Salah satunya adalah kerja sama antara PT PLN dengan perusahaan internasional seperti ACWA Power dan Mitsubishi, yang menjajaki proyek produksi hidrogen hijau menggunakan listrik dari pembangkit energi terbarukan.

Kawasan industri hijau di Kalimantan Utara juga direncanakan menjadi salah satu lokasi pengembangan hidrogen skala besar (ESDM, 2023).

Prospek pengembangan hidrogen hijau di Indonesia didukung oleh sejumlah faktor. Pertama, letak geografis Indonesia yang strategis memungkinkan pemanfaatan energi terbarukan secara luas, terutama di wilayah timur yang belum tersambung penuh dengan sistem kelistrikan nasional.

Kedua, permintaan internasional terhadap hidrogen bersih meningkat, khususnya dari negara-negara maju di Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan yang tidak memiliki cukup sumber energi domestik dan mulai mencari mitra dagang potensial untuk pasokan hidrogen di masa depan (IESR, 2023).

Ketiga, sejumlah proyek dan studi awal menunjukkan kelayakan produksi hidrogen hijau dalam skala industri dengan memanfaatkan energi hidro skala besar seperti di Kalimantan Utara. Namun demikian, adopsi hidrogen hijau masih menghadapi lampu merah hingga saat ini.

Selain keterbatasan infrastruktur seperti jaringan pipa, fasilitas penyimpanan, masih terbatasnya pasokan listrik dari energi terbarukan dan standar keamanan internasional, kendala utamanya adalah biaya produksi yang masih tinggi dibandingkan hidrogen konvensional dan gas alam.

Menunggu Lampu Hijau

Adopsi hidrogen hijau menunggu lampu hijau turunnya harga produksi agar bisa bersaing dengan bahan bakar bersih lainnya. Pendekatan Resource-Based View (RBV) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki modal sumber daya yang strategis untuk menurunkan biaya produksi hidrogen hijau.

Pertama, peningkatan skala proyek untuk menurunkan biaya produksi. Pemerintah perlu meniru proyek NEOM di Arab Saudi yang signifikan menurunkan harga melalui megaproyek 4 GW produksi hidrogen hijau dengan mendorong pembangunan proyek hidrogen hijau skala besar di kawasan industri seperti di Kalimantan Utara.

Kedua, hidrogen hijau menjadi lebih ekonomis jika energi listrik yang digunakan (untuk elektrolisis) berasal dari sumber energi terbarukan dengan biaya listrik yang rendah. Lokasi proyek perlu diprioritaskan di daerah dengan potensi surya dan hidro besar serta biaya pengembangan rendah, misalnya Nusa Tenggara atau Kalimantan.

Ketiga, fase awal proyek membutuhkan dukungan kebijakan agar dapat menurunkan hambatan biaya, karenanya pemerintah dapat memberikan insentif pajak, pembebasan bea impor untuk teknologi elektroliser, atau pembiayaan murah (green finance, blended finance) seperti skema serupa yang diterapkan di Eropa dan AS melalui Hydrogen Tax Credit dan EU Innovation Fund.

Keempat, berhubung permintaan dalam negeri belum cukup untuk menciptakan volume yang efisien maka permintaan dari Jepang, Korea Selatan, dan Singapura dapat dijadikan dasar kontrak jangka panjang guna menjamin keekonomian proyek.

Kelima, integrasi proyek hidrogen dengan infrastruktur lain agar biaya bisa ditekan. Integrasi dengan proyek PLTS skala besar, kawasan industri hijau, atau proyek hilirisasi nikel dan baja yang membutuhkan dekarbonisasi proses.

Melalui pendekatan RBV, sinergi antara pemanfaatan energi terbarukan berbiaya rendah, skala ekonomi, dukungan kebijakan, dan integrasi proyek merupakan kunci menurunkan biaya produksi dan meningkatkan daya saing hidrogen hijau Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Zainal Arifin
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro