Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia, dengan kekayaan hutan tropisnya, memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan iklim global. Namun, tantangan deforestasi dan degradasi hutan masih menjadi isu krusial.
Di tengah upaya global untuk mengatasi krisis iklim, muncul skema pembiayaan inovatif yang dapat menjadi angin segar, yaitu Tropical Forest Forever Facility (TFFF). Inisiatif pembiayaan iklim ini akan menjadi prioritas utama dalam kepresidenan Brasil pada COP30 di Belém, Brasil.
Chief Conservation Officer WWF Indonesia, Dewi Lestari Yani Rizki mengatakan skema ini menawarkan peluang besar bagi Indonesia untuk mendapatkan dukungan finansial dalam perlindungan hutan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat posisi diplomasi iklimnya.
Menurut Dewi, skema TFFF tidak akan tumpang tindih dengan skema perlindungan hutan lain, seperti REDD+. “TFFF akan saling melengkapi skema inisiatif perlindungan hutan secara global lainnya termasuk di dalamnya REDD+,” ujar Dewi, kepada Bisnis, Senin (21/7/2025).
Salah satu fitur paling menarik dari TFFF adalah komitmennya untuk mengalokasikan minimal 20% dana kepada masyarakat adat dan komunitas lokal (IPLC). Alokasi ini sangat strategis karena mereka adalah garda terdepan dalam menjaga hutan. Namun, tantangan utama terletak pada mekanisme penyaluran dananya.
Dewi menekankan bahwa mekanisme penyaluran dana yang harus inklusif menjadi kunci keberhasilan.
Baca Juga
Jika mekanisme ini berjalan baik, dana tersebut dapat digunakan sesuai kebutuhan masyarakat, seperti untuk pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan mereka secara berkelanjutan.
Dewi optimistis bahwa Indonesia memenuhi syarat tersebut. Ia menjelaskan, TFFF memiliki struktur komite pemantauan yang mencakup perwakilan dari berbagai pihak, termasuk NGO dan masyarakat adat.
“Kami menilai jika ini dijalankan sesuai struktur tersebut dan menggunakan teknologi terkini untuk pemantauan maka Indonesia memenuhi syarat untuk transparansi dan akuntabilitas untuk menjalankan TFFF di Indonesia,” tambah Dewi.
Dengan adanya TFFF, Indonesia memiliki peluang emas untuk mengamankan pendanaan berkelanjutan untuk perlindungan hutan, sekaligus memberdayakan masyarakat adat dan lokal.
Skema ini tidak hanya membantu mencapai target iklim nasional, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia di panggung diplomasi iklim global sebagai negara yang berkomitmen tinggi pada kelestarian lingkungan dan keadilan sosial.
Masih Ada Waktu Mempersiapkan
Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan bahwa makna pendanaan yang diinginkan bisa memanfaatkan potensi yang ada. Menurutnya, Indonesia dapat memanfaatkan TFFF.
“Skema pembiayaan ini juga bisa dipersiapkan, TFFF mekanisme yang progresif, pendanaan dari perluasan lahan, tidak hanya menurunkan emisi. TFFF bisa memberikan pendanaan langsung, untuk negara yang menjaga hutan,” ujarnya.
Model TFFF akan menggabungkan investasi publik dan mobilisasi modal swasta, dengan target pendanaan sekitar US$4 miliar per tahun yang didistribusikan berdasarkan kinerja pelestarian hutan, diverifikasi melalui pemantauan satelit.
Sebelumnya, inisiasi TFFF sudah mendapatkan dukungan para pemimpin BRICS, pada KTT BRICS ke-17. Salah satu pendanaan iklim ini diluncurkan di COP28 di Uni Emirat Arab dan diharapkan akan resmi diluncurkan pada COP30.
Deklarasi Kerangka Kerja Pemimpin BRICS tentang Pembiayaan Iklim, yang diluncurkan pada Senin (6/7/2025), mencatat bahwa TFFF memiliki potensi untuk menjadi instrumen blended finance yang menjanjikan.
Pendanaan ini diharapkan mampu menghasilkan aliran finansial yang dapat diprediksi dan jangka panjang untuk konservasi hutan yang berdiri tegak.
Inisiatif dari presidensi Brasil ini menyerukan kepada negara maju untuk memenuhi komitmen mereka di bawah Perjanjian Paris, termasuk target memobilisasi US$300 miliar per tahun pada 2035 untuk mendukung negara berkembang, dengan tujuan meningkatkan jumlah tersebut menjadi US$1,3 triliun.
Bhima menjelaskan saat ini dengan luasan hutan Indonesia mencapai 95,5 juta hektare, potensi pendanaan yang didapatkan mencapai US$382 juta per tahun. Adapun perhitungannya berdasarkan kompensasi US$4 per Ha dikalikan dengan 95,5 juta Ha.
“Kalau Indonesia mau cari pendanaan iklim, bisa menggunakan TFFF. Masih ada waktu untuk mempersiapkannya, bisa mengajukan klausul. Karena berdasarkan luasan lahan, Indonesia akan mendapat sekitar Rp6 triliun per tahun,” katanya.