Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia tengah menghadapi permasalahan kualitas rumah layak huni. Pasalnya, saat ini selain masih terdapat backlog rumah mencapai 9,9 juta, juga masih terdapat 25 juta hingga 27 juta rumah tak layak huni (RTLH).
Berdasarkan publikasi berjudul Indikator Perumahan dan Lingkungan 2024 BPS, jumlah keluarga di Indonesia yang masih menempati rumah tak layak huni pada tahun 2024 mencapai 34,75%, sedangkan rumah tangga yang menempati rumah layak huni mencapai 65,25%.
Rumah yang layak huni tidak hanya dijadikan sekadar atap untuk berlindung, tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan bermartabat. Sesuai dengan standar Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-11, yaitu Sustainable Cities and Communities, rumah layak huni menjadi indikator penting dalam menciptakan kota dan pemukiman yang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Indikator utama rumah layak huni berdasarkan indikator SDGs yakni rumah tangga dikatakan memiliki akses dan menghuni rumah layak huni didasarkan pada ketahanan konstruksi, akses air bersih, akses sanitasi, dan luas lantai per kapita.
President Director PT Summarecon Agung Tbk Adrianto P. Adhi mengatakan pembangunan ekonomi tidak boleh berlangsung dengan mengabaikan kelestarian lingkungan maupun kesetaraan sosial. Hal ini membuat perusahaan menjadikan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) sebagai pijakan strategis agar setiap langkah bisnis memberikan dampak positif berjangka panjang serta mendukung tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Indonesia.
Hal itu dilakukan dengan memperkuat dan mengoptimalkan program tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR). Adapun dana yang digelontorkan perusahaan untuk program CSR tahun ini mencapai Rp20,75 miliar. Adapun emiten berkode SMRA ini akan merayakan usia emas tahun ke-50 pada 26 November 2025.
"Kami tidak hanya membangun rumah, gedung, dan fasilitas tetapi juga membangun manusianya. Kita membangun sebuah kehidupan, memberi harapan kepada masyarakat bahwa kehidupan itu ke depan akan jauh lebih baik. Ini sebagai wujud dukungan untuk mencapai target Indonesia Emas pada 2045 dan mencapai pertumbuhan di 8%,"ujarnya dalam keterangan, Kamis (21/8/2025).
Baca Juga
Di tahun ini, komitmen sosial perusahaan dengan program bedah fasilitas umum seperti renovasi sekolah, puskesmas dan prasarana serta program bedah renovasi 500 rumah bekerja sama dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman Republik Indonesia, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.
Adapun renovasi rumah tidak layak huni di Kabupaten dan Kota Bekasi sebanyak 500 rumah direnovasi sebagai bagian dari program bedah 4.000 rumah yang diinisiasi oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Hal ini upaya perusahaan berpartisipasi melalui ajakan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dengan memilih wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi sebagai lokasi pelaksanaan. Program ini juga sejalan dengan program prioritas pemerintah yang dijalankan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). SMRA mengucurkan anggaran Rp15 miliar untuk membiayai program 500 unit bedah rumah.
"Program bedah 500 Rumah dilaksanakan dengan membagi 250 unit di 11 kecamatan Kota Bekasi dan 250 unit di 13 kecamatan Kabupaten Bekasi. Pelaksanaan program ini didasarkan pada data rumah tidak layak huni yang diperoleh dari Pemerintah Kota dan Kabupaten Bekasi. Data tersebut kemudian diverifikasi oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bersama Summarecon, sebelum akhirnya dilakukan renovasi rumah oleh Summarecon," ucapnya.
Selain itu, juga dilakukan perbaikan fasilitas umum seperti sekolah, puskesmas, klinik, serta prasarana lainnya yang menjadi kebutuhan mendasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Pada tahun ini, Summarecon juga melakukan renovasi 11 fasilitas umum dengan total anggaran Rp 7,5 miliar. Salah satunya merenovasi merenovasi SDN Harapan Mulya 01 Kota Bekasi, dengan melibatkan 23 pekerja bangunan.
"Kami target bisa renovasi 50 fasilitas umum sampai 2045 dan difokuskan di sekitar wilayah pengembangan Summarecon seperti Bekasi, Bogor, Karawang, Bandung, Kelapa Gading, Serpong, dan Makassar. Program ini akan dilakukan bertahap hingga 2045 dengan merenovasi 11 fasilitas di tahun pertama, dan di tahun berikutnya merenovasi 2 fasilitas setiap tahunnya hingga mencapai total 50 fasilitas umum," kata Adri.
Pengembang juga menyelenggarakan program mengajar, pemberian beasiswa, dan penyediaan peralatan sekolah dengan anggaran Rp2,5 miliar. Lalu di bidang kesehatan, melakukan program operasi katarak dengan anggaran Rp2,5 miliar. Dengan demikian, kontribusi Summarecon dapat menghadirkan manfaat nyata yang langsung dirasakan oleh masyarakat di sekitar kawasan.
Director PT Summarecon Agung Tbk Sharif Benyamin menuturkan pihaknya berkomitmen untuk menjalankan program tanggung jawab sosial agar tepat sasaran. Menurutnya, untuk memastikan program tersebut tepat sasaran memang tidak mudah. Dia mencontohkan untuk program bedah rumah Summarecon menggandeng Yayasan Buddha Tzu Chi, Kementerian PKP, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Kota Bekasi, pihak-pihak yang memiliki data valid dalam menjalan program bedah 500 rumah tersebut. Hingga saat ini, progres pembangunan renovasi 500 rumah itu baru sekitar 15% karena harus tepat sasaran yakni tidak dalam sengketa dan kepemilikan pribadi.
“Prosesnya memang tak mudah, karena banyak rumah dalam kondisi kompleks, baik dari sisi kepemilikan maupun teknis renovasi. Meski berjalan lambat, kami memastikan kualitas dan ketepatan penerima bantuan tetap terjaga. Program ini tidak berhenti di Bekasi, melainkan akan diperluas ke wilayah lain di sekitar kawasan pengembangan Sumarecon," tuturnya.
Adapun dalam program bedah rumah dan renovasi fasilitas umum, pengembang melibatkan pekerja proyek yang kami sebut dengan seniman bangunan. Renovasi dilakukan dengan mengacu pada standardisasi pembangunan Summarecon, yang menekankan keamanan, kenyamanan, dan keberlanjutan.
"Para seniman bangunan ini diajarkan untuk bekerja dengan penuh rasa hormat terhadap lingkungan dan warga sekitar, dengan cara menjaga kebersihan dan suasana kerja yang kondusif. Kami harapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan juga menjadi sumber kebahagiaan, rasa aman, dan harapan baru bagi banyak keluarga," ujar Sharif.
Sementara itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengatakan pihaknya mendorong agar pengusaha Indonesia lebih banyak menyalurkan dana Corporate Social Responsibility atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan lewat berbagai program perumahan seperti merenovasi rumah tidak layak huni. Selain sangat membantu masyarakat kurang mampu, kegiatan tersebut juga menunjukkan kepedulian para pengusaha terhadap masyarakat sekitar sekaligus menunjukkan semangat berbaginomics sehingga mampu mewujudkan hunian layak dan lingkungan hidup yang sehat.
Menurutnya, adanya CSR perusahaan untuk program perumahan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Selain itu juga menunjukkan bahwa para pengusaha memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar tempat mereka membuka usahanya.
"Ini program nyata dan hasilnya dirasakan manfaatnya langsung oleh rakyat. Renovasi rumah rakyat yang tidak layak dilakukan tanpa APBN, tanpa BUMN, tanpa uang negara. Ini namanya berbaginomics. Selain itu juga menunjukkan tidak semua pengusaha itu serakahnomics," katanya.
Hal ini sesuai instruksi Presiden Prabowo Subianto, pembangunan rumah harus membawa manfaat positif dan membuka lapangan kerja serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui renovasi rumah tidak layak huni tentunya membuat rakyat sangat bahagia sehingga mereka bisa tinggal dengan nyaman dan aman bersama keluarga.
"Bisa dikatakan kalau di dalam APBN ada program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), maka CSR perumahan bisa disebut BSPS swasta," ucap Maruarar.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menuturkan kolaborasi antara pemerintah dengan swasta membawa manfaat nyata bagi rakyat, seperti pembangunan rumah, sekolah, dan penanganan banjir. Dia berharap program renovasi rumah ini tahun depan bisa bertambah jumlahnya.
"Kalau tahun ini Yayasan Buddha Tzu Chi bisa merenovasi 4.000 rumah, tahun depan semoga jumlahnya bertambah jadi 20.000 rumah sehingga lebih banyak masyarakat yang miliki rumah layak huni," tuturnya.
Namun demikian, pihaknya tak menampik kondisi ironis di Jawa Barat di mana kesenjangan infrastruktur pendidikan dan hunian sangat terasa, bahkan di kota-kota besar seperti Bekasi, Depok, dan Bogor. Dia mendesak pemerintah untuk segera memetakan kebutuhan pendidikan agar terintegrasi dengan jumlah penduduk.