Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ironi Pertumbuhan Perdagangan Karbon RI

Transaksi Bursa Karbon Indonesia melandai pada Juni 2025, terlepas dari capaian yang ditorehkan dibandingkan dengan 2024
Hutan tropis Indonesia memiliki potensi besar sebagai sumber kredit karbon berbasis alam./Bloomberg
Hutan tropis Indonesia memiliki potensi besar sebagai sumber kredit karbon berbasis alam./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja bursa karbon Indonesia atau IDXCarbon sepanjang semester I/2025 tercatat jauh melesat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan volume perdagangan kredit karbon menembus 691.304 ton setara karbon dioksida (CO2e) sepanjang Januari–Juni 2025, naik 503,82% dibandingkan dengan volume pada semester I/2024 di angka 114.486 ton CO2e.

Pertumbuhan volume perdagangan ini diikuti pula dengan kenaikan nilai, dari Rp5,88 miliar pada semester I/2024 menjadi Rp27,31 miliar sepanjang semester I/2025.

Sampai akhir Juni 2025, terdapat total delapan proyek pengurangan emisi berbasis teknologi energi terbarukan yang diperjualbelikan. 

Proyek terbaru yang tercatat adalah pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit (POME) untuk biogas co-firing yang berlokasi di Riau milik PT Perkebunan Nusantara IV. Proyek yang tercatat pada 20 Mei 2025 ini memiliki 21.519 ton CO2e yang dapat diperdagangkan.

Sebagai catatan, performa perdagangan Bursa Karbon Indonesia pada 2025 telah melampaui capaian 2024 dan 2023 sejak akhir kuartal I/2025. Volume karbon yang diperdagangkan melalui IDXCarbon pada kuartal I/2025 mencapai 690.675 ton CO2 ekuivalen. Jumlah itu melebihi jumlah total volume transaksi perdagangan karbon sepanjang 2024 maupun sepanjang 2023.

Sepanjang 2024, IDXCarbon membukukan volume transaksi sebesar 413.764 ton CO2 ekuivalen. Sementara, sepanjang 2023 atau sejak beroperasinya IDXCarbon pada 26 September hingga akhir Desember 2023, volume transaksi perdagangan di bursa karbon mencapai 494.254 ton CO2 ekuivalen.

Meski secara kumulatif memperlihatkan kenaikan signifikan di enam bulan pertama tahun ini, transaksi perdagangan pada Juni 2025 cenderung lebih lesu daripada bulan sebelumnya.

Data memperlihatkan volume kredit karbon yang diperdagangkan pada Juni 2025 hanya sebesar 8 ton CO2e dengan nilai Rp490.800, turun daripada Mei 2025 yang mencapai 564 ton CO2e dan bernilai Rp33,66 juta.

Tren penurunan bulanan juga diperlihatkan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Tahun lalu, volume perdagangan karbon pada Mei tercatat menembus 36.363 ton CO2e, sementara pada Juni 2024 turun menjadi 313 ton CO2e.

Volume dan nilai perdagangan tersebut tampak tidak signifikan dibandingkan dengan potensi yang kerap digadang-gadang.

Penasehat Utama Kementerian Kehutanan Edo Mahendra dalam FOLU Talks secara daring pada Rabu (9/7/2025) mengemukakan bahwa pasar karbon sukarela atau voluntary carbon market (VCM) merupakan salah satu instrumen untuk memitigasi dampak krisis iklim. Namun untuk memastikan VCM berfungsi sesuai potensi maksimalnya, ekosistem yang andal dan kredibilitas objek yang diperdagangkan perlu dipastikan.

“Pasar karbon sukarela sedang slump [lesu] itu benar. Permasalahannya sekarang adalah kita memerlukan pasokan kredit karbon berkualitas tinggi. Namun di sisi lain kita juga butuh permintaan yang kredibel,” kata Edo.

Edo mengatakan Indonesia berpeluang memimpin pasokan kredit karbon berkualitas, terlebih dengan potensi hutan sebagai penyerap emisi natural, sehingga menghasilkan proyek kredit karbon berbasis alam.

“Jika kita beralih ke skenario perdagangan kredit karbon berkualitas tinggi [berbasis alam], baik dalam kategori removal [pemindahan] dan reduction [pengurangan], potensi nilai pasarnya bisa di atas US$1 triliun dan Indonesia potensinya berada di peringkat satu atau dua untuk nature based,” kata Edo.

Namun, Edo menekankan bahwa VCM bukanlah solusi utama untuk menurunkan emisi demi mencegah dampak lebih buruk dari krisis iklim. Dia mengatakan perdagangan karbon sukarela hanyalah satu mekanisme berbasis pasar yang seharusnya berjalan beriringan dengan upaya nonpasar.

“Pendekatannya adalah mengkapitalisasi dan mengutilisasi peluang ini ke potensi maksimalnya,” kata dia.

Lesunya Perdagangan Karbon Global

Perdagangan karbon sukarela di Indonesia memang jauh panggang api. Namun tren serupa terlihat pula di pasar global.

Laporan Layla Khanfar, Joy Foo dan Kyle Harrison dari BloombergNEF memperlihatkan bahwa penerbitan kredit karbon global pada Juni 2025 melandai secara bulanan, dengan volume 7,5 juta ton setara karbon. Angka tersebut kurang dari sepertiga volume penerbitan pada Mei 2025.

Dengan tambahan selama Juni, total penerbitan selama semester I/2025 mencapai 103 juta kredit, 12% lebih rendah daripada 2024.

Terdapat pergeseran tren penerbit kredit karbon pada Juni 2025. Proyek sektor-sektor baru seperti permintaan energi justru menjadi pemasok kredit karbon terbesar pada bulan tersebut dengan volume 3,3 juta ton setara karbon dioksida.

“Proyek baru pertambangan juga memasok kredit karbon, dengan kontribusi 5% pada Juni 2025,” tulis BloombergNEF, dikutip Rabu (9/7/2025).

Sementara itu, penerbitan kredit karbon dari sektor penghindaran deforestasi justru menyumbang penerbitan kredit karbon paling sedikit, yakni sebesar 200.000 kredit. Adapun pasokan kredit karbon dari pembangkit energi baru berjumlah 2,4 juta ton.

Afrika Selatan mendapuk posisi teratas sebagai penerbit kredit karbon selama Juni 2025. Volume kredit karbon yang dipasok Afrika Selatan mencapai 2 juta ton setara karbon yang berasal dari proyek permintaan energi dan pembangkit baru.

Turki menyusul di peringkat kedua dengan total penerbitan sebanyak 1,4 juta ton dari proyek pembangkit energi, terutama dari proyek tenaga angin. Amerika Serikat juga menjadi salah satu pemasok kredit karbon terbesar pada bulan lalu, dengan sumbangan beragam proyek penurunan karbon mulai dari pertambangan dan kehutanan.

Dari sisi permintaan, pembelian karbon pada Juni 2025 melanjutkan tren penurunan bulanan. Volume kredit karbon yang kadaluarsa hanya mencapai 54% dari total volume pada Mei 2025.

“Hanya 5,2 juta kredit karbon yang dipensiunkan pada Juni 2025 sehingga total permintaan kredit karbon selama semester I/2025 berjumlah 77,8 juta,” lanjut riset tersebut.

Total volume kredit karbon yang kadaluarsa ini 11% lebih rendah dibandingkan dengan torehan sepanjang semester I/2024. Adapun mayoritas kredit karbon yang pensiun pada Juni 2025 berasal dari proyek permintaan energi, bergeser dari dominasi proyek pembangkit energi.

“Afrika Selatan merupakan pemasok 60% dari kredit karbon dari proyek permintaan energi. Negara ini merupakan pasar paling populer selama Juni 2025,” demikian tulis BloombergNEF.

Berdasarkan data aktivitas pembelian korporat yang dipublikasikan secara terbuka, perusahaan energi, teknologi, dan maskapai penerbangan menjadi pembeli kredit karbon terbesar pada Juni 2025.

Perth Energy dari Australia tercatat sebagai pembeli terbanyak dengan pemensiunan sebesar 610.000 kredit. Pembeli besar lainnya mencakup Lenovo, Netflix, dan Air Canada. Ketiganya dikenal aktif dalam perdagangan karbon internasional.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper