Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Laporan Morgan Stanley: Perusahaan Mulai Rasakan Dampak Perubahan Iklim

Lebih dari separuh perusahaan di berbagai belahan dunia melaporkan dampak perubahan iklim dalam operasional
Seorang pria mendayung kano menyusuri jalan yang tergenang air akibat badai hujan di Montpelier, Vermont, AS, 11 Juli 2023./Reuters
Seorang pria mendayung kano menyusuri jalan yang tergenang air akibat badai hujan di Montpelier, Vermont, AS, 11 Juli 2023./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA — Perubahan iklim telah mulai memberikan dampak nyata terhadap dunia usaha di berbagai belahan dunia.

Lebih dari separuh, tepatnya 57% dari 336 perusahaan, yang disurvei dalam laporan terbaru Morgan Stanley mengakui bahwa perubahan iklim telah berdampak pada operasional mereka dalam setahun terakhir, termasuk melalui biaya yang meningkat, gangguan tenaga kerja, dan kerugian pendapatan.

Laporan tersebut turut mengungkap bahwa perusahaan tetap melakukan pengurangan emisi dan adaptasi terhadap pemanasan global. Hal ini terutama didorong oleh beban finansial yang meningkat, meski terdapat ketidakpastian politik.

Panas ekstrem dan badai merupakan dua fenomena iklim utama yang menghambat operasional perusahaan, disusul oleh kebakaran hutan dan asap, kekurangan air, serta banjir atau kenaikan muka laut. Analisis Bloomberg Intelligence mencatat bahwa Amerika Serikat sendiri telah menghabiskan hampir US$1 triliun untuk pemulihan bencana dan kebutuhan terkait iklim sepanjang tahun lalu.

Sementara itu, data dari Biro Sensus AS menunjukkan dampak tersebut di tingkat lokal. Hampir dua pertiga perusahaan di wilayah metropolitan Tampa mengalami kerugian akibat cuaca ekstrem setelah diterjang badai Helene dan Milton di pesisir barat Florida tahun lalu.

Dampak ini tidak hanya dirasakan oleh perusahaan-perusahaan di AS. Kebakaran hutan besar yang melanda Kanada tahun ini memaksa evakuasi proyek pasir minyak di Alberta.

Di Afrika Selatan, banjir besar pada 2022 mendorong Toyota untuk mengajukan gugatan kerugian senilai lebih dari US$360 juta. Sementara itu, panas ekstrem memaksa perusahaan tambang di Australia untuk menyesuaikan operasional mereka.

Untuk pertama kalinya, laporan Morgan Stanley ini juga mencakup kawasan Timur Tengah, Afrika Utara, dan Amerika Selatan. Hasilnya menunjukkan bahwa hampir 90% perusahaan di Amerika Selatan memperkirakan perubahan iklim akan menjadi ancaman serius terhadap model bisnis mereka sebelum akhir dekade ini. Ketersediaan dan harga bahan baku, serta risiko usangnya proses produksi yang ada, menjadi kekhawatiran utama mereka.

Menariknya, meskipun Timur Tengah dan Afrika Utara merupakan kawasan yang paling rentan terhadap cuaca ekstrem, perusahaan-perusahaan di sana justru memandang bahwa keberlanjutan merupakan sumber penciptaan nilai ekonomi.

Namun, tantangan di Amerika Utara berbeda. Di sana, instabilitas politik dinilai sebagai hambatan utama dalam investasi keberlanjutan. Penolakan terhadap prinsip environmental, social, governance (ESG), terutama di kalangan Partai Republik AS, membuat 21% perusahaan di Amerika Utara menyebut permusuhan politik sebagai penghalang utama transisi iklim.

Beberapa perusahaan merespons dengan melakukan praktik greenhushing,  yakni upaya mencapai target iklim tanpa menyuarakannya secara publik. Sementara yang lain memilih untuk mundur atau membatalkan target pengurangan emisinya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper