Bisnis.com, JAKARTA — Filipina bertekad merancang strategi besar untuk mengekspor kelebihan kapasitas energi terbarukan ke negara-negara di kawasan Asia, termasuk Taiwan.
Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Energi Filipina, Raphael Lotilla. Mengutip Bloomberg, Lotilla menyatakan bahwa saat ini tengah berlangsung pembicaraan antara pejabat Filipina dan Taiwan terkait potensi ekspor energi bersih.
"Tidak hanya Taiwan yang menghubungi kami, tetapi juga negara-negara lain yang mengantisipasi adanya kelebihan kapasitas energi terbarukan," kata Lotilla, dikutip Senin (19/5/2025).
Filipina menargetkan porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional sebesar 35% pada 2030 dan meningkat menjadi 50% pada 2040.
Guna mendukung ambisi ini, pemerintah telah melonggarkan berbagai pembatasan dan regulasi investasi untuk menarik modal dalam dan luar negeri.
Hanya saja, Filipina terhambat tantangan besar dalam pembangunan jaringan transmisi lintas batas, khususnya di kawasan Asia. Padahal, rencana semacam itu sudah diusulkan selama beberapa dekade.
Baca Juga
Menurut Lotilla, pembicaraan dengan negara-negara Asia Tenggara dilakukan dalam konteks Asean Power Grid, sebuah inisiatif yang bertujuan menghubungkan sistem kelistrikan antarnegara di kawasan.
Adapun Tujuan utama APG adalah meningkatkan keamanan energi, efisiensi, dan integrasi pasar listrik di kawasan Asean.
Sementara itu, untuk ekspor ke Taiwan dan negara lain di luar Asean, diperlukan kerangka kerja regional yang berbeda. "Untuk kasus Taiwan dan negara-negara lain yang bukan anggota Asean, maka kita perlu melihat lebih jauh kerangka kerja regional untuk itu," ujarnya.
Taiwan sendiri tengah mempertimbangkan pembangunan pembangkit listrik tenaga terbarukan di negara-negara tetangga, termasuk Filipina, guna menopang kebutuhan industri manufakturnya.
Menteri Ekonomi Taiwan, Kuo Jyh-huei, menyatakan bahwa impor energi hijau dari Filipina bisa menjadi solusi efisien bagi sektor ekspor Taiwan.
“Biayanya diperkirakan tetap di bawah NT$5 (setara 17 sen dolar AS) per kilowatt-jam,” kata Kuo.
Di sisi lain, Filipina juga tengah memperluas eksplorasi sumber daya energi fosil dalam negeri.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi diversifikasi energi Filipina setelah perundingan dengan China tentang pengembangan bersama sumber daya di Laut China Selatan terhenti akibat meningkatnya ketegangan diplomatik antara kedua negara.
Sebelumnya, Bank Dunia menyetujui pinjaman sebesar US$800 juta untuk mendukung upaya pemerintah Filipina dalam meningkatkan adopsi teknologi energi bersih, meningkatkan keamanan, fleksibilitas, dan persaingan pasar listrik, serta memperbaiki pengelolaan air.
Pinjaman ini diharapkan dapat meningkatkan porsi energi terbarukan dalam kapasitas pembangkitan terpasang dari 30% pada 2023 menjadi 42 persen pada 2027.
Selain itu, pendanaan ini dapat mendukung pengadaan 1.000 megawatt kapasitas tenaga angin lepas pantai yang baru, dan melaksanakan langkah-langkah efisiensi energi yang dapat menghemat 5 GWh per tahun.
"Fokus pada sumber energi terbarukan dan penggunaan energi yang lebih efisien dapat membantu negara ini mengurangi biaya listrik, meningkatkan keamanan energi, dan mengurangi polusi," kata Direktur Divisi Bank Dunia untuk Filipina, Malaysia, dan Brunei, Zafer Mustafaoğlu, dikutip dari Kantor Berita Philippine News Agency.