Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan konversi penggunaan gas di kawasan industri dapat membantu menurunkan sekitar 20% emisi dari sektor tersebut sehingga membantu menekan pencemaran udara.
Dalam pernyataan di Jakarta, Jumat (11/4/2025), Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLH Rasio Ridho Sani menjelaskan pihaknya mendukung percepatan konversi energi boiler industri dari batu bara ke gas, dengan diperkirakan aksi itu dapat menurunkan emisi udara sektor industri hingga 20% secara langsung.
"Teknologi pendukung sudah tersedia dan jaringan distribusi gas telah menjangkau kawasan-kawasan industri utama, maka yang dibutuhkan hanyalah komitmen dan kesiapan manajemen industri dalam melakukan konversi energi," ujar Rasio seperti dikutip dari Antara.
Dia menambahkan penggunaan batu bara di sektor industri secara terus-menerus hanya akan memperparah pencemaran dan meningkatkan beban biaya kesehatan masyarakat.
Hal itu disampaikannya setelah KLH/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) melakukan pertemuan dengan pelaku usaha kawasan industri di Jakarta pada Kamis (10/4/2025).
Pertemuan Forum Kawasan Industri Jabodetabek itu dilakukan sebagai langkah antisipatif menghadapi musim kemarau yang diperkirakan tiba pada Mei mendatang.
Musim kemarau berpotensi menyebabkan memburuknya kualitas udara akibat tidak adanya hujan untuk menurunkan partikel polutan. Polusi udara diprediksi meningkat signifikan apabila tidak ada pengendalian dari sumber-sumber emisi industri.
Karena itu, Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq dalam kesempatan itu meminta kawasan industri untuk fokus pada empat aspek utama pengelolaan lingkungan secara komprehensif dan menyeluruh.
Dia menyebut keempat aspek tersebut meliputi pengendalian kualitas udara, pengelolaan air limbah, pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), serta pengelolaan sampah kawasan industri.
Terkait pencemaran udara, Hanif mewajibkan kawasan industri untuk membangun Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) masing-masing. Selain itu, industri juga diwajibkan memasang sistem pemantauan emisi kontinu (CEMS) pada unit boiler.
Langkah-langkah itu merupakan bentuk tanggung jawab industri terhadap lingkungan dan perlindungan kesehatan masyarakat sekitar. Dengan langkah perbaikan akan diwajibkan kepada pengelola yang belum mengikuti aturan dan kaidah untuk menjaga lingkungan hidup.
"Penegakan hukum akan diberlakukan apabila pendekatan pembinaan tidak memberikan hasil signifikan," ujar Hanif.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2024, pelanggaran terhadap baku mutu lingkungan dapat dikenakan denda administratif maksimal sebesar Rp3 miliar.
"Denda tersebut berlaku untuk pelanggaran kualitas udara dan air dalam periode 30 hari. Selain sanksi finansial, KLH/BPLH juga menyiapkan tindakan penghentian kegiatan sementara bagi industri yang tidak patuh," kata Hanif.