Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan RI memberi tanggapan terkait diajukannya petisi dari produsen panel surya Amerika Serikat ke Departemen Perdagangan AS (US Department of Commece/DOC) yang mendesak penetapan tarif tambahan untuk impor panel surya asal Indonesia, India dan Laos.
Mengutip Reuters, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Aliansi Manufaktur dan Perdagangan Solar Amerika dalam petisinya pada Kamis (17/7/2025) menuding produsen panel surya dari negara-negara tersebut telah melakukan dumping sehingga harga jual di AS jauh lebih murah.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Reza Pahlevi, mengaku telah menerima informasi terkait pengajuan petisi untuk penyelidikan antidumping (AD) dan countervailing duty (CVD) terhadap produk panel surya Indonesia tersebut.
Dia menjelaskan bahwa pengajuan petisi ini merupakan tahap awal dan masih akan dievaluasi oleh USDOC. Departemen Perdagangan AS sendiri merupakan otoritas yang memutuskan apakah petisi tersebut memenuhi persyaratan formal terkait legalitas petisioner dan persyaratan substantif mengenai bukti awal dari tuduhan AD/CVD tersebut. USDOC memiliki waktu kurang lebih 20 hari untuk memberikan keputusan.
“Jika disetujui, maka proses investigasi akan segera dimulai. Pemerintah Indonesia dan para pelaku usaha diberikan kesempatan memberikan klarifikasi serta pembelaan dalam kasus AD/CVD ini,” kata Reza dalam jawaban tertulis kepada Bisnis, Jumat (18/7/2025).
Reza mengemukakan bahwa Indonesia sangat menghormati mekanisme pengamanan dagang (trade remedies) di AS, mengingat posisinya sebagai mitra dagang penting Indonesia. Kementerian Perdagangan juga mendorong agar semua proses ini dilakukan secara transparan, adil, objektif, dan berdasarkan data serta informasi yang sesuai.
Baca Juga
“Kami akan terus berkoordinasi dengan eksportir terkait, asosiasi, perwakilan perdagangan Indonesia di AS, serta kementerian/lembaga terkait untuk mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan dalam melindungi kepentingan Indonesia termasuk memastikan ekspor ke AS tetap berjalan lancar,” papar Reza.
Amerika Serikat memang merupakan salah satu destinasi ekspor panel surya Indonesia. Namun, Reza mengatakan pangsa Indonesia di AS relatif kecil dibandingkan dengan negara lain.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor panel surya atau photovoltaic cells assembled in modules or made up into panels dengan kode HS 85414300 ke Amerika Serikat tercatat tumbuh signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2021, ekspor panel surya Indonesia ke AS hanya bernilai US$19,88 juta. Nilai tersebut melesat menjadi US$164,18 juta pada 2022, kemudian US$222,57 juta pada 2023 dan US$553,44 juta sepanjang 2024. Adapun untuk periode Januari–Mei 2025, total ekspor panel surya ke AS bernilai US$433,08 juta.
“Kementerian Perdagangan akan terus memantau perkembangan kasus AD/CVD ini dan tentu akan menyampaikan informasi lebih lanjut apabila sudah ada keputusan resmi dari USDOC,” tutup Reza.
Sebagai catatan, aliansi yang mencakup perusahaan-perusahaan seperti Tempe, First Solar, Qcells, Hwanha dan Talon PV juga telah mengajukan petisi serupa dengan produsen asal Malaysia, Kamboja, Vietnam dan Thailand sebagai sasaran. Penyelidikan dumping yang dilakukan Departemen Perdagangan AS itu berujung pada tarif impor dengan besaran ratusan persen hingga 3.500% bagi sejumlah produsen asal negara tersebut.