Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Tertinggal dari Thailand Soal Fleksibilitas Pengurangan Emisi?

Pemerintah Thailand memberikan keleluasaan kepada para perusahaan dengan mengimbangi hingga 15% dari emisi gas rumah kaca melalui penggunaan karbon kredit.
Papan indeks Bursa Efek Thailand (SET) dalam papan elektronik bursa di Bangkok./Bloomberg-Taylor Weidman
Papan indeks Bursa Efek Thailand (SET) dalam papan elektronik bursa di Bangkok./Bloomberg-Taylor Weidman

Bisnis.com, JAKARTA – Thailand berkomitmen mengurangi emisi karbon dengan melakukan pendekatan yang fleksibel sekaligus mendukung pengembangan pasar karbon sukarela. 

Hal ini dilakukannya dengan mempertimbangkan kemungkinan para perusahaan dapat mengimbangi hingga 15% dari emisi gas rumah kaca (GRK) melalui penggunaan karbon kredit dalam sistem perdagangan emisi yang sedang disiapkan.

Wakil Presiden dan Kepala Pengembangan Layanan Keberlanjutan di Bursa Efek Thailand Suraphon Buphakosum mengatakan proyek karbon kredit yang digunakan hanya fokus pada proyek berbasis alam. Kendati demikian, pihaknya mengaku kebijakan ini masih menunggu persetujuan pemerintah. 

“Thailand ingin mendukung dan mempromosikan pasar karbon sukarela, terutama untuk proyek kehutanan,” ujarnya dikutip Bloomberg, Selasa (4/3/2025).

Sebelumnya, Thailand berencana mengoperasikan sistem perdagangan emisi secara optimal pada 2030 sembari menerapkan pajak karbon sebesar 200 baht  atau sekitar Rp97.000 (asumsi Rp16.340 per dolar AS) per ton untuk produk minyak. 

Kendati demikian, rencana Thailand untuk membuka ruang bagi pencemar untuk mengimbangi 15% emisi GRK dianggap lebih lunak dibandingkan dengan pasar lain di Asia. Singapura, saat ini hanya memperbolehkan perusahaan untuk menggunakan kredit karbon untuk mengimbangi 5% dari emisi yang dikenakan pajak.

Di sisi lain, mengutip BloombergNEF, Thailand punya target untuk mencapai emisi nol bersih pada 2065, dengan mengidentifikasi 2.166 fasilitas di berbagai sektor, seperti energi, konstruksi, transportasi hingga pertanian. 

Sebelumnya, Pemerintah Thailand resmi menetapkan tarif pajak karbon sebesar 200 baht pada Selasa (21/1/2025). 

Deputi Menteri Keuangan Thailand Paopoom Rojanasakul dalam pernyataan resmi yang dikutip Reuters menyebutkan bahwa penetapan tarif pajak ini merupakan bagian dari upaya Thailand dalam menurunkan emisi karbon. 

Namun, pajak karbon ini hanya akan disertakan dalam pajak produk minyak yang telah berlaku. Paopoom memastikan kebijakan ini tidak akan berdampak pada harga minyak di level eceran. 

Dia mengemukakan bahwa tarif pajak karbon ini mencakup perubahan dalam struktur internal cukai yang memperhitungkan harga karbon yang terkandung dalam pajak minyak. 

"Tarif harga karbon ini tidak akan berdampak pada harga minyak industri dan harga tingkat eceran,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper