Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat menilai target penambahan kapasitas tenaga listrik sebesar 71 gigawatt (GW) yang 70%-nya akan menggunakan sumber energi baru terbarukan (EBT) menjadi tantangan bagi PT PLN (Persero).
Adapun, target tambahan kapasitas listrik itu tertuang dalam rancangan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025-2034.
RUPTL PLN merupakan dokumen perencanaan strategis untuk mengembangkan dan menyediakan tenaga listrik di Indonesia. Beberapa hal yang dibahas dalam RUPTL antara lain skema pemenuhan kebutuhan listrik nasional, peningkatan kualitas, dan keandalan pasokan listrik hingga pengembangan energi terbarukan.
Direktur Eksekutif Institute Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai PLN selama ini masih kesulitan untuk mengeksekusi rencana tambahan pembangkit EBT dalam RUPTL.
Dia mencontohkan, pada RUPTL 2021-2030, rencana penambahan pembangkit baru mencapai 40,6 GW selama 10 tahun dengan porsi EBT mencapai 20,9 GW atau 51,6%. Artinya, setiap tahun PLN harus bisa membangun pembangkin EBT sebesar 1,5 GW hingga 2,5 GW.
Idealnya, kata Fabby, pada akhir 2025 nanti, PLN bisa membangun pembangkit EBT sekitar 10,5 GW. Namun, nyatanya target ini tak terkejar oleh PLN.
"Yang saya lihat baru terealisasi itu baru kira-kira 1 GW sampai 1,5 GW [hingga 2025]. Masih ada 9 GW yang masih harus dikejar pembangunannya ya kalau semuanya sesuai dengan target," kata Fabby kepada Bisnis, Rabu (15/1/2025).
Menurut Fabby, langkah PLN yang masih terganjal itu tak lepas dari kondisi permodalan, investasi, dan posisi perusahaan sebagai badan usaha milik negara (BUMN) yang ditugaskan menyediakan tenaga listrik sekaligus melaksanakan public service obligation (PSO).
Namun, menurut Fabby, salah satu kendala terbesar PLN adalah pada kemampuan finansial untuk memenuhi kecukupan investasi per tahun. Dia menilai ekuitas PLN terbatas karena debt-service coverage ratio (DSCR)-nya cukup tinggi.
"Itu kan menjadi kendala PLN nggak bisa mengeksekusi pembangkit, nggak bisa berinvestasi. Karena kalau membutuhkan pembangkit, transmisi, distribusi kan butuh [dana]. Nah, sementara modal PLN cekak," jelas Fabby.
Di sisi lain, Fabby juga menilai gairah investor untuk berinvestasi di pembangkit EBT masih minim. Menurutnya, hal ini tak lepas dari kesulitan yang didapat saat ingin membangun pembangkit.
Fabby mencontohkan saat investor sudah memenangkan lelang, mereka tak serta merta bisa langsung membangun pembangkit. Pasalnya, muncul masalah baru seperti pembebasan lahan. Alhasil, proses pembangunan pun mundur.
Oleh karena itu, Fabby mengingatkan pemerintah untuk meningkatkan daya tarik investasi untuk pembangkit EBT. Menurutnya, pemerintah pun harus memberikan regulasi yang ramah investor.
"Regulasi pemerintah mengenai tarif, tenaga listrik, penugasan kepada PLN, risiko-risiko, jaminan terhadap risiko, kemudian pendanaan," tutur Fabby.
Sebelumnya, pemerintah mulai membahas RUPTL PLN 2025-2034 di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (13/1/2025). Adapun, rapat itu dihadiri oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Erick menyebut dalam RUPTL tersebut pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas listrik sebesar 71 GW.
"Kami menargetkan peningkatan kapasitas tenaga listrik sebesar 71 GW, dengan 70% merupakan energi baru terbarukan [EBT]," kata Erick seperti dikutip dari akun Instagram resminya @erickthohir.
Erick menambahkan bahwa hal ini merupakan komitmen pemerintah untuk memastikan transisi energi yang lebih ramah lingkungan, baru dan terbarukan untuk generasi yang akan datang.
Pengamat Ragu PLN Mampu Kejar Penambahan Pembangkit EBT di RUPTL 2025-2034
Penambahan pembangkit listrik dalam RUPTL 2025-2034 yang mayoritas bersumber energi baru terbarukan (EBT) dinilai menjadi tantangan bagi PLN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Mochammad Ryan Hidayatullah
Editor : Denis Riantiza Meilanova
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 jam yang lalu