Bisnis.com, JAKARTA – Emiten afiliasi Pandu Sjahrir, PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA), mengestimasi perubahan signifikan dalam struktur earnings before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA) perusahaan pada 2025.
Hal ini sejalan dengan dimulainya operasi komersial dua proyek pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) dan divestasi dua aset pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
“Dari sekarang per tahun ini, mungkin 98% kontributor EBITDA itu adalah PLTU dan pertambangan, tahun depan akan berubah cukup signifikan,” kata SVP Corporate Strategy & Investor Relations TBS Nafi Sentausa, Jumat (20/12/2024).
Dia memperkirakan kontribusi EBITDA pada 2028 akan berimbang antara pendapatan berbasis bisnis nonbatu bara dengan batu bara.
Nafi mengatakan proyek EBT pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTMH) Sumber Jaya di Lampung Barat berkapasitas 2x3 megawatt (MW) dan pembangkit listrik tenaga surya terapung Tembesi di Batam dengan kapasitas 46 megawatt peak (MWp) akan beroperasi mulai 2025.
Dia mengatakan kontrak jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) untuk dua proyek itu relatif menarik. Operasi komersial dua proyek ini juga diharapkan dapat berkontribusi signifikan pada pendapatan TOBA, seiring dengan rencana peralihan ke bisnis nonbatu bara.
Baca Juga
TOBA juga menargetkan transaksi divestasi dua PLTU-nya rampung pada kuartal I/2025 setelah para pemegang saham menyetujui pelepasan PT Minahasa Cahaya Lestari (MCL) dan PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP) lewat rapat umum pemegang saham independen dan luar biasa (RUPSLB), Kamis (14/11/2024).
“Kami masih menunggu persetujuan dari PLN, kemungkinan tahun depan kuartal I/2025,” kata Direktur TBS Energi Utama Juli Oktarina saat ditemui di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Adapun, pembeli dari dua aset PLTU yang dikelola MCL & GLP adalah PT Kalibiru Sulawesi Abadi (KSA), yang berafiliasi dengan Hilmi Panigoro dan Benny Setiawan.
“Kami akan menerima US$144,8 juta untuk dua PLTU tadi,” kata Juli.
TOBA akan menerima hasil penjualan dalam bentuk kas yang lebih tinggi dibandingkan total modal yang ditanamkan untuk pembangunan kedua PLTU tersebut yakni US$87,4 juta.
TOBA mencatatkan pendapatan sebesar US$336,6 juta atau setara Rp5,09 triliun pada kuartal III/2024, dari sebelumnya sebesar US$370,3 juta pada kuartal III/2023.
Pendapatan emiten Pandu Sjahrir itu sebagian besar dikontribusikan dari penjualan batu bara sebesar US$271,04 juta hingga akhir kuartal III/2024.
Selain dari penjualan batu bara, sumber lain pendapatan TOBA adalah pendapatan ketenagalistrikan senilai US$44,5 juta, pendapatan dari treatment dan pembuangan limbah sebesar US$9,75 juta, pendapatan dari penjualan dan sewa kendaraan listrik sebesar US$6,85 juta, dan penjualan tandan buah segar, inti sawit, dan minyak sawit senilai US$4,3 juta.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.