Bisnis.com, JAKARTA — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menduga pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang Banten dan juga sepanjang 8 kilometer di Bekasi memiliki hubungan terkait rencana reklamasi.
Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Mukri Fitriana mengatakan pembangunan pagar bambu tersebut terdapat indikasi adanya investasi besar di balik proyek tersebut.
Dia menyoroti dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tangerang Tahun 2011 hingga 2031, di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang terdapat terdapat 7 rencana pulau baru reklamasi yang digunakan untuk zona permukiman kepadatan sedang sebanyak 5 pulau baru, 1 zona kawasan pelabuhan terpadu, dan 1 zona untuk kawasan industri.
“Dalam gambar dokumen RTRW, titik merah rencana buat jalan. Saya awalnya bingung kok jalan di tengah laut. Nah pagar laut itu yang sekarang menjadi sumbunya sebagai titik reklamasi,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (15/1/2025).
Dia memaparkan jejak rencana reklamasi kawasan Pantai Utara (Pantura) Tangerang, dalam pasal 2 Peraturan Daerah Nomer 13 RTRW Kabupaten Tangerang tahun 2011 – 2031 disebutkan luas daratan Tangerang mencapai 95.961 hektare ditambah kawasan reklamasi pantai seluas 9.000 hektare.
Kemudian dalam rencana strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (WP3K) Kabupaten Tangerang disebutkan rencana pengembangan reklamasi Pantura seluas 9.000 hektare dengan nilai investasi Rp20 triliun bersumber dari investor China dan Singapura.
Baca Juga
Selanjutnya, dalam Perda nomor 9 tahun 2020 tentang RTRW Kabupaten Tangerang tahun 2011 – 2031 disebutkan dalam pasal 7 terkait arahan pengembangan kota baru Pantura dengan strategi reklamasi.
Dalam Perda nomor 1 tahun 2022 tentang Rencana Panjang Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tangerang 2019 – 2023 disebutkan strategi pengembangan kawasan perkotaan baru Pantura melalui koordinasi dalam pembangunan di atas lahan reklamasi.
Selain itu, dalam Perda nomor 1 tahun 2023 tentang RTRW Provinsi Banten tahun 2023 – 2043 disebutkan pasal 50 huruf C bahwa perairan utara Tangerang dapat dilakukan reklamasi.
Merujuk RPJPD Kabupaten Tangerang Tahun 2025 – 2045 disebutkan kawasan reklamasi berjarak 200 meter dari garis pantai diarahkan sebagai kawasan ekonomi baru dengan kegiatan utama sebagai perumahan, pelabuhan, dan industri.
“Saya kira pagar laut yang ada di Bekasi juga ada hubungannya dengan yang di kabupaten Tangerang terkait dengan rencana reklamasi,” katanya.
Adapun menurutnya, izin kewenangan reklamasi berada di Pemerintah Provinsi Banten dan Jawa Barat dengan rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Lingkungan Hidup untuk izin lingkungan.
“Rencana reklamasi ini harus merujuk ke tata ruang,” ucap Mukri.
Manajer kampanye infratruktur dan tata ruang Walhi Dwi Sawung menambahkan jika pagar luat tersebut merupakan struktur awal pembangunan reklamasi maka akan berdampak besar pada lingkungan. Salah satunya, akan mengubah ekosistem di pesisir pantai yang akan rentan tenggelam jika air laut pasang. Selain itu, juga berdampak pada mata pencaharian warga sekitar sebagai nelayan.
“Kami menduga ini untuk reklamasi dari grid pemasangan bambu dan metodenya, mirip sekali dengan proses reklamasi dari arah darat. Ini bukan pemecah ombak karena kalau pemecah ombak bahan baku yang digunakan material lebih padat dan rapat bukan dari bambu,” tuturnya.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto menuturkan pagar laut yang terbuat dari bambu di perairan Bekasi, Jawa Barat, tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Pihaknya belum pernah menerbitkan PKKPRL untuk kegiatan pemagaran laut yang terbuat dari bambu di wilayah perairan tersebut.
“KKP belum pernah menerbitkan KKPRL untuk pemagaran bambu yang dimaksud,” ujarnya dilansir dari Antara.
Pihaknya telah mengetahui tentang keberadaan pagar laut tersebut dan langsung menindaklanjuti dengan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) dari kegiatan itu. Pengumpulan bahan dan keterangan terkait pemagaran laut tersebut dilakukan oleh tim Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP.
Lebih lanjut, Doni mengatakan bahwa pada 19 Desember 2024, PSDKP KKP telah mengirim surat resmi yang meminta penghentian kegiatan tersebut karena dinilai belum memiliki izin yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Tim PSDKP KKP sudah Pulbaket ke lapangan, bahkan pada 19 Desember 2024 lalu sudah kirim surat meminta penghentian kegiatan tak berizin itu,” katanya.
Selain itu, KKP saat ini sedang melakukan pendalaman lebih lanjut untuk memverifikasi kegiatan tersebut dengan peraturan yang berlaku.