Bisnis.com, JAKARTA - Sektor swasta mulai mengurangi penggunaan plastik demi mengurangi limbah material yang sulit terurai tersebut.
Hal ini pun seiring dengan kontribusi perusahaan swasta dalam keanggotaan Koalisi Bisnis untuk Perjanjian Plastik Global (Business Coalition for a Global Plastics Treaty/BCGPT) mendukung terciptanya instrumen yang mengikat secara internasional (ILBI) dalam mengatasi polusi plastik secara global.
Apalagi, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memperkirakan produksi plastik akan melonjak sekitar 60% menjadi 736 juta ton per tahun pada 2040. Penelitian terkini telah menunjukkan betapa beracunnya bahan-bahan tersebut saat terakumulasi di ekosistem laut dan darat serta dalam tubuh manusia.
Direktur Public Affairs, Communication and Sustainability, Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia Lucia Karina mengatakan, pihaknya mulai mengurangi penggunaan plastik dengan menggunakan produk daur ulang.
"Coca-Cola sudah banyak menggunakan produk daur ulang," kata Karina kepada Bisnis, Selasa (17/12/2024).
Kendati demikian, langkah tersebut masih memiliki tantangan. Menurut Karina, tantangan itu seperti kompetisi yang adil atau disparitas harga antara virgin plastic (plastik original) dengan produk daur ulang.
Pasalnya, produk daur ulang saat ini masih lebih mahal dibanding virgin plastic. Oleh karena itu, dia tak menampik masih banyak pihak yang lebih memilih virgin plastic dibanding produk daur ulang yang lebih ramah lingkungan.
Karina pun mendorong pemerintah agar bisa menciptakan regulasi agar ada kompetisi yang adil antara virgin plastic dan produk daur ulang.
"Ini kan juga harus diregulasi supaya menciptakan fair competition. Di samping itu juga PR kita yang sempat juga disebutkan oleh teman-teman yang global adalah penerapan just transition," tutur Karina.
Adapun, yang dimaksud just transition itu, semua pihak harus memperhatikan pekerja informal dalam rantai pasok plastik di industri. Ini termasuk industri daur ulang dan kesadaran dari masyarakat untuk mengurangi pemakaian plastik.
"Kita harus melihat betul-betul secara holistik permasalahan yang ada dan mendidik masyarakat kita itu untuk bisa menjadi masyarakat yang kritis," kata Karina.
Sementara itu, Director of Sustainability & Corporate Affairs Unilever Indonesia Nurdiana Darus mengatakan, saat ini perusahaan bergerak menuju penggunaan plastik yang lebih ramah lingkungan. Hal ini juga berbarengan dengan langkah perusahaan menghasilkan produk-produk tanpa kemasan.
"Jadi kita menghadirkan produk ke para konsumen itu yang kami suka bilang itu pre-competitive," katanya.
Senada dengan Karina, Nurdiana juga berpendapat transisi menuju plastik ramah lingkungan harus menggandeng semua pihak. Ini termasuk melibatkan sektor informal dan komunitas.
Nurdiana pun mengingatkan semua pihak akan pentingnya peran pemulung. Apalagi, berdasarkan riset yang dia lakukan, 80% plastik didaur ulang oleh pemulung.
"Jadi, perannya mereka itu sangat-sangat penting. Tapi apakah kita secara negara itu kan memberikan mereka kepastian hukum, proteksi juga terhadap para pemulung," katanya.
Tekan Sampah Plastik, Pelaku Usaha Minta Pemerintah Berpihak ke Produk Daur Ulang
Penggunaan produk daur ulang untuk mengurangi sampah plastik masih menghadapi tantangan terkait mahalnya harga produk daur ulang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Mochammad Ryan Hidayatullah
Editor : Denis Riantiza Meilanova
Konten Premium