Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Butuh Dana Rp4.000 Triliun untuk Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca hingga 40%

Indonesia diproyeksi membutuhkan dana hingga Rp4.000 triliun untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca 34%-41% pada 2045.
PLTU Paiton yang berada di Probolinggo, Jawa Timur/Dok. PLN
PLTU Paiton yang berada di Probolinggo, Jawa Timur/Dok. PLN

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkap kebutuhan dana pengembangan dan implementasi upaya mitigasi emisi gas rumah kaca (GRK) diproyeksi mencapai Rp4.000 triliun seiring dengan target penurunan 34%-41% pada 2045. 

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Bidang Perekonomian Dida Gardera mengatakan bahwa untuk mewujudkan transisi energi dan penurunan emisi GRK perlu dukungan dari berbagai industri, termasuk pertambangan yang selama ini masih didominasi penggunaan energi fosil atau batu bara. 

"Untuk pengembangan tersebut tentu membutuhkan dana yang sangat besar untuk untuk implementasikan tadi upaya-upaya mitigasi emisi gas rumah kaca sampai Rp3.000 hingga Rp4.000 triliun yang dilakukan dari mulai 30%-40% gas rumah kaca," kata Dida dalam agenda Temu Profesi Tahunan (TPT) XXXIII & Kongres XII Perhapi 2024 bertema 'Transisi Energi dan Penerapan ESG di Industri Pertambangan' di Jakarta, Rabu (20/11/2024). 

Dalam hal ini, pemerintah telah menggodok sejumlah strategi pendanaan melalui penerapan pajak karbon sebagai upaya mengurangi emisi karbon dan mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC). 

Dida menerangkan, Indonesia segera menerapkan pemberlakuan pajak karbon. Untuk tahap awal, pajak karbon hanya terbatas pada sektor pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) dengan tarif US$2,3 per ton CO2eq. 

"Pajak karbon yang saat ini konsepsi dan juga timing-nya sudah kita kaji, pemerintah kaji tapi memang sangat diperlukan karena itu adalah menjadi mendorong bagi pelaku usaha menekan karbon," tuturnya, 

Di sisi lain, industri jasa keuangan Indonesia berkomitmen untuk pertumbuhan berkelanjutan yang dihasilkan dari keselarasan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup melalui konsep green financing

Misalnya, lewat regulasi POJK NO 60/POJK.04/2017 yang mengatur insentif penerbitan obligasi hijau dan mendorong minat terhadap keuangan berkelanjutan, serta obligasi berkelanjutan untuk membiayai proyek ramah lingkungan, seperti energi terbarukan dan UMKM. 

Lebih lanjut, pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga mengembangkan kerangka green bond dan green sukuk sebagai produk keuangan inovatif untuk mencapai target emisi dalam NDC.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper