Bisnis.com, JAKARTA — Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan, Indonesia kekurangan setidaknya US$18,6 miliar atau sekitar Rp280,63 triliun (asumsi kurs Rp15.000 per dolar AS) setiap tahunnya untuk aksi mitigasi perubahan iklim.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF Kemenkeu Boby Wahyu Hernawan menjelaskan, Indonesia membutuhkan dana US$281 miliar untuk membiayai aksi mitigasi perubahan iklim selama 2018—2030. Artinya, Indonesia memerlukan US$21,6 miliar setiap tahunnya.
"Namun dari tahun 2018 hingga 2022, APBN baru dapat memenuhi kurang lebih US$3 miliar [kurang US$ 18,6 miliar] per tahun atau hanya 14% dari total kebutuhan," ujar Boby dalam acara Kumparan Green Initiative di Jakarta Pusat, Selasa (25/9/2024).
Dia menjelaskan bahwa anggaran tersebut baru sekadar untuk aksi mitigasi, belum termasuk aksi adaptasi perubahan iklim. Oleh sebab itu, sambungnya, Indonesia masih memerlukan banyak tambahan anggaran.
Boby mengungkapkan, diperlukan diversifikasi sumber pembiayaan di luar APBN sehingga diperlukan upaya serius untuk mendorong pembiayaan yang inovatif.
"Kita memerlukan instrumen pembiayaan yang fleksibel, inovatif, dan efektif. Pembiayaan tematik seperti sustainability linked loans [pinjaman tertaut keberlanjutan], blended finance [keuangan campuran], serta instrumen lain perlu dikembangkan," jelasnya.
Baca Juga
Dalam konteks tersebut, Boby menekankan Kemenkeu bukan hanya akan jadi penyedia dana namun juga sebagai penggerak agar lembaga keuangan publik, swasta, dan internasional turut menyalurkan pembiayaan ke sektor hijau dan ramah lingkungan seperti lewat PT Sarana Multi Infrastruktur.
Selain itu, Kemenkeu juga membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup alias BPDLH pada 2019 sebagai mekanisme pendanaan lingkungan untuk mendukung visi perlestarian fungsi lingkungan.
"Kemudian untuk memanfaatkan sumber pendanaan iklim internasional seperti Green Climate Fund atau GCF, Kementerian Keuangan menunjuk badan kebijakan fiskal sebagai national designated authority untuk memfasilitasi akses terhadap pendanaan GCF," ungkap Boby.