Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Komitmen Penurunan Emisi Karbon BNI (BBNI) ketika Bank-Bank Global Hengkang dari Aliansi Iklim

BNI tercatat berkomitmen mencapai emisi nol pada 2028 untuk operasional dan 2060 untuk pembiayaan, meski bank global keluar dari NZBA.
Pegawai melayani nasabah di kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai melayani nasabah di kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. di Jakarta. Bisnis/Himawan L Nugraha
Ringkasan Berita
  • BNI berkomitmen mencapai net zero emission dalam operasional pada 2028 dan dalam pembiayaan pada 2060, meskipun tidak terdaftar dalam Net Zero Banking Alliance.
  • BNI menerapkan persyaratan ketat untuk pembiayaan sektor tinggi emisi seperti kelapa sawit dan batu bara, termasuk sertifikasi RSPO/ISPO dan praktik environmental, social and governance (ESG).
  • Per Juni 2025, BNI menyalurkan pembiayaan hijau sebesar Rp74 triliun dan total portofolio keberlanjutan mencapai Rp185,2 triliun, mencakup 24,3% dari total kredit.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Komitmen iklim sektor perbankan berada di persimpangan jalan seiring dengan berlanjutnya gelombang eksodus bank-bank global dari Net Zero Banking Alliance (NZBA).

NZBA sempat mewakili lebih dari 40% aset perbankan global, tetapi dalam setahun terakhir diterpa gelombang hengkangnya anggota-anggota besar. Gelombang ini dipicu oleh terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS, yang mengusung agenda anti-iklim.

Hal ini memicu keluarnya bank-bank besar Amerika dan kemudian diikuti oleh bank-bank Kanada. Pada Juli lalu, HSBC menjadi bank Inggris pertama yang keluar dari aliansi tersebut.

Lantas bagaimana dengan bank-bank Indonesia?

Mengutip laman resmi NZBA, tidak ada satupun institusi perbankan asal Indonesia yang terdaftar sebagai anggota. Hanya China, Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Singapura yang berada dalam jajaran negara Asia dengan representasi di NZBA.

Terlepas dari absennya bank Tanah Air dari aliansi iklim ini, beberapa institusi tercatat tetap mematok target iklim tersendiri. Salah satunya adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) atau BNI.

Mengutip presentasi Perusahaan untuk kinerja semester I/2025, BBNI menargetkan mencapai emisi nol atau net zero emission (NZE) dalam operasionalnya pada 2028, serta nol emisi dalam pembiayaan yang disalurkan pada 2060.

BNI sendiri tercatat masih menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor tinggi emisi seperti batu bara dan perkebunan sawit. Demi memastikan pembiayaannya tidak mengalir ke bisnis yang memicu degradasi lingkungan, BNI menerapkan sejumlah persyaratan ketat untuk pembiayaannya.

Sebagai contoh, pembiayaan untuk sektor kelapa sawit yang berkontribusi 7,9% dari total kredit sepanjang semester I/2025 hanya bisa disalurkan pada perkebunan dengan sertifikat Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk skala besar dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk bisnis skala medium.

Selain itu, debitur juga harus berkomitmen menerapkan kebijakan No Deforestation, No Peat, and No Exploitation (NDPE). Debitur sektor kelapa sawit juga harus memiliki strategi untuk mengurangi dampak negatif lingkungan dan sosial.

Adapun untuk sektor pertambangan batu bara, BNI menyatakan pembiayaan dibatasi hanya untuk debitur dengan praktik environmental, social and governance (ESG) yang baik. Debitur juga harus mengantongi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan setidaknya berstatus biru dalam penilaian PROPER Kementerian Lingkungan Hidup.

“Debitur juga setuju untuk mematuhi klausul perjanjian pinjaman yang menyatakan bahwa mereka akan mematuhi semua peraturan lingkungan dan syarat dokumen yang berlaku. Kegagalan untuk mematuhinya akan berdampak pada kelangsungan pinjaman,” tulis BNI.

Per Juni 2025, total kredit yang disalurkan BNI untuk sektor batu bara menembus 3,3% dari total pembiayaan. Sebagian besar pembiayaan sektor ini digunakan untuk mendukung aktivitas pertambangan dan perdagangan komoditas tersebut.

BNI membukukan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 7,11% secara tahunan (year on year/YoY) dari Rp726,98 triliun menjadi Rp778,68 triliun pada semester I/2025.

Perkembangan itu turut menopang perolehan laba bersih konsolidasi BNI sebesar Rp10,09 triliun hingga bulan keenam tahun ini.

Pada periode sama tahun sebelumnya, BNI mencetak laba bersih Rp10,69 triliun. Dengan demikian, terjadi koreksi 5,58% secara tahunan.

Adapun total pembiayaan hijau yang disalurkan BNI per Juni 2025 mencapai Rp74 triliun, tumbuh lebih dari 20% selama empat tahun terakhir.

Secara terperinci, pembiayaan kategori Pengelolaan sumber daya alam hayati dan penggunaan lahan yang berkelanjutan mendominasi penyaluran kredit hijau, dengan nilai Rp35,9 triliun.

Kemudian pembiayaan hijau untuk energi terbarukan sebesar Rp11,6 triliun; pembiayaan lain-lain yang mencakup Pengelolaan air dan air limbah yang berkelanjutan sebesar Rp22,9 triliun; dan pencegahan polusi Rp3,6 triliun.

BNI juga tercatat menyalurkan pembiayaan penguatan dan pemberdayaan sosial ekonomi senilai Rp111,2 triliun sepanjang semester I/2025. Hal ini membuat total portofolio keberlanjutan BNI menembus Rp185,2 triliun atau setara 24,3% dari total penyaluran kredit.

Sementara itu, penyaluran sustainability linked loan (SLL) mencapai US$352 juta atau Rp5,74 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro