Bisnis.com, JAKARTA — Bendungan raksasa China senilai 1,2 triliun yuan atau setara US$167 miliar) di Tibet akan menghadapi pengawasan ketat untuk mengakses pembiayaan hijau karena potensi dampak lingkungan dan sosial dari pembangkit listrik tenaga air berskala besar, menurut Sustainable Fitch.
Kepala Pemeringkatan dan Penelitian ESG Asia-Pasifik Sustainable Fitch Nneka Chike Obi mengatakan bank dan investor biasanya mencermati pembangkit listrik tenaga air skala besar untuk memastikan pengembang memahami potensi risiko terhadap ketersediaan air, satwa liar, dan ekologi lokal.
“Ketika Anda berbicara tentang proyek berskala sebesar itu, pasti akan ada dampak lingkungan,” ujarnya. “Apakah manfaatnya sepadan adalah pertanyaan lain,” ujarnya dilansir Bloomberg, Senin (11/8/2025).
Pembangunan di Sungai Yarlung Tsangpo bersinggungan dengan salah satu pusat keanekaragaman hayati utama dunia. Kelompok advokasi Kampanye Internasional untuk Tibet mengklaim proyek tersebut dapat menggusur penduduk di daerah sekitarnya, dan berdampak pada mata pencaharian jutaan orang di India dan Bangladesh.
Pemerintah China telah berjanji untuk melindungi lingkungan setempat dan menegaskan bahwa rencana tersebut tidak akan merusak daerah di hilir bendungan.
Meskipun sebagian besar pembiayaan proyek kemungkinan berasal dari sumber publik, namun pengembang China Yajiang Group dapat memanfaatkan pinjaman bank atau pasar obligasi, tulis analis Citigroup Inc. dalam sebuah catatan bulan lalu.
Baca Juga
"Sektor swasta mungkin berperan dalam menyediakan pembiayaan meskipun semua proyek pembangkit listrik tenaga air menghadapi pengawasan tambahan karena risiko lingkungan dan sosial," kata Chike-Obi.
Berdasarkan data Bloomberg Intelligence, China telah menerbitkan utang hijau terbanyak secara global tahun ini dengan total sekitar US$84,5 miliar dalam bentuk pinjaman dan obligasi. Pada bulan April, China mengumpulkan 6 miliar yuan dalam penjualan obligasi hijau negara pertamanya sebagai upaya untuk menarik investor asing.