Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengapresiasi pelaksanaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) yang dinilai mampu menekan jumlah titik panas (hotspot) secara signifikan dan mencegah penyebaran asap lintas batas negara.
Dalam forum koordinasi penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Barat, Prabowo menegaskan bahwa pendekatan ilmiah berbasis teknologi seperti OMC harus menjadi garda depan dalam mitigasi bencana ekologis nasional.
“Saya mendukung penuh langkah-langkah terpadu yang telah dilakukan. OMC terbukti menjadi instrumen efektif dalam mengendalikan kebakaran dan mencegah bencana asap lintas batas yang dapat merugikan Indonesia di tingkat regional,” ujar Prabowo dalam arahannya, dikutip dari siaran pers, Senin (4/8/2025).
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan menyampaikan bahwa hasil nyata ini adalah buah kerja kolaboratif dari seluruh elemen yang tergabung dalam Desk Penanganan Karhutla. Ia menyoroti pentingnya koordinasi lapangan antara BNPB, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BMKG, TNI, Polri, dan pemerintah daerah.
“Koordinasi yang solid dan respons cepat menjadi kunci utama keberhasilan ini. Kita tidak bisa bekerja sektoral, harus lintas institusi dan lintas wilayah,” katanya.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan bahwa OMC yang dilakukan BMKG bersama mitra kementerian/lembaga telah menurunkan potensi kebakaran hutan dan lahan, khususnya di wilayah Kalimantan Barat.
Baca Juga
“OMC mampu menurunkan potensi kebakaran secara signifikan melalui penyemaian awan yang ditargetkan berdasarkan data cuaca dan iklim terkini. Pemantauan intensif dilakukan melalui satelit untuk memetakan hotspot dan potensi pembentukan awan hujan,” ujar Dwikorita.
Dwikorita menjelaskan bahwa musim kemarau tahun ini, curah hujan tercatat berada di atas rata-rata curah hujan 30 tahun terakhir. Kondisi ini membuka peluang besar untuk mengoptimalkan OMC dalam mempercepat terbentuknya hujan buatan.
“Sejak 1 Agustus, OMC di Kalbar dilakukan sejak pagi hingga malam hari untuk memaksimalkan pertumbuhan awan hujan. Pun, di Riau, OMC dilakukan sejak pagi hingga malam,” jelasnya.
Dwikorita menambahkan, hingga 3 Agustus 2025 siang, telah dilakukan 27 sorti penyemaian awan dengan total 26,4 ton bahan semai NaCl. Hasilnya, tidak ditemukan hotspot kategori high confidence maupun sebaran asap di wilayah Kalimantan Barat.
Keberhasilan OMC saat ini, lanjutnya, tak lepas dari langkah antisipatif yang telah disiapkan BMKG sejak awal. Sejak musim hujan di bulan April, BMKG telah melakukan analisis dan prediksi musim kemarau serta potensi karhutla. Hasil prediksi tersebut secara rutin dilaporkan kepada Presiden, dengan tembusan kepada kementerian/lembaga terkait serta pemerintah daerah yang wilayahnya diprediksi rawan karhutla.
“Prediksi ini terus diperbarui secara berkala—bulanan, 10 harian, bahkan mingguan—melalui analisis tingkat kemudahan lahan terbakar berdasarkan kondisi cuaca, iklim, dan parameter permukaan lahan,” ungkap Dwikorita.
Berkat kesiapan data dan sistem prediksi tersebut, pelaksanaan OMC saat ini mampu mencapai tingkat akurasi antara 80 hingga 95 persen. Koordinasi lintas sektor pun, tambah Dwikorita, dilakukan secara cepat, baik secara digital maupun melalui kerja lapangan bersama Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, serta pemerintah daerah setempat.
Gubernur Kalimantan Barat sendiri telah menetapkan status Siaga Darurat sejak 5 Juni 2025 dan memimpin langsung apel siaga Karhutla. Langkah ini menunjukkan kesiapsiagaan daerah dalam menghadapi musim kemarau yang diperkirakan berlangsung hingga September.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hanif Faisol Nurrofiq menyampaikan bahwa pelaksanaan Inpres No. 3 Tahun 2020 terus diperkuat, termasuk evaluasi terhadap efektivitas penanggulangan Karhutla berbasis teknologi. Ia menekankan pentingnya keterlibatan aktif jajaran daerah dan aparat keamanan dalam mendeteksi serta menindak pelaku pembakaran lahan.
“BMKG telah mengidentifikasi potensi asap lintas batas, dan itu harus menjadi perhatian serius. Keterlibatan Pangdam, Kapolda, Lanud, hingga Lanal menjadi kunci penting dalam respons dini,” kata Hanif.
Sementara itu, Kepala BNPB Suharyanto mengingatkan bahwa dinamika hotspot sangat fluktuatif. Meski sempat menurun berkat OMC, jumlah titik panas kembali meningkat akibat pembakaran lahan secara sengaja.
“Pemda tidak boleh ragu untuk menetapkan status Tanggap Darurat jika api makin meluas. Itu akan mempercepat dukungan logistik dan operasi dari pusat,” katanya. Ia juga mendorong penguatan Satgas Darat dan penegakan hukum yang tegas sebagaimana telah dilakukan di Riau.