Bisnis.com, JAKARTA — Bank asal Inggris, HSBC Holdings Plc., melaporkan telah mengantongi komitmen pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance) senilai US$54,1 miliar atau sekitar Rp891,56 triliun sepanjang semester I/2025. Nilai itu tumbuh 19% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dengan capaian tersebut, maka total pembiayaan berkelanjutan yang telah disediakan bank terbesar di Eropa itu telah menembus US$446,7 miliar sejak awal 2020. Pembiayaan ini disalurkan dalam bentuk pinjaman, penjaminan emisi (underwriting) hingga investasi.
HSBC sendiri membidik target pembiayaan berkelanjutan di kisaran US$750 miliar sampai US$1 triliun pada 2030.
Capaian ini dirilis tak lama setelah HSBC menjadi bank Inggris pertama yang mundur dari Net-Zero Banking Alliance (NZBA), sebuah aliansi iklim terbesar di sektor perbankan. HSBC mengikuti langkah mundur sejumlah bank asal Amerika Serikat (AS) dan Kanada di tengah sentimen negatif pemerintahan Presiden AS Donald Trump terhadap keuangan hijau.
Seiring dengan keputusan tersebut, HSBC juga menyatakan niat perusahaan untuk mengambil pendekatan yang lebih akomodatif terhadap industri bahan bakar fosil.
Dalam konferensi pers setelah pengumuman kinerja semester I/2025, CEO HSBC Georges Elhedery menegaskan bahwa pihaknya tetap berkomitmen penuh untuk menjadi bank net zero pada 2050. HSBC juga akan memusatkan perhatian untuk membantu nasabah membiayai target transisi mereka.
Baca Juga
Meski demikian, komitmen Elhedery terhadap pengurangan emisi pembiayaan telah menuai sorotan, terutama setelah HSBC melonggarkan target jangka menengah pada awal tahun ini.
HSBC tercatat telah menggeser target pengurangan emisi operasional dari 2030 menjadi 2050, dan kini tengah meninjau ulang target pengurangan emisi dari tujuh sektor strategis, termasuk otomotif, penerbangan, dan semen.
“Kami menghadapi tantangan jangka pendek dalam transisi multi-kecepatan ini,” kata Elhedery, dikutip dari Bloomberg, Rabu (30/7/2025).
Barclays Plc. dalam laporan keuangan semester pertamanya pekan ini turut menyuarakan kekhawatiran serupa. Bank tersebut menyoroti adanya ketidaksesuaian kebijakan iklim antarjurisdiksi yang dapat menyulitkan konsistensi strategi transisi lembaga keuangan global.
Ketika AS cenderung memperlambat penguatan regulasi iklim sektor keuangan, Uni Eropa justru terus mendorong kewajiban manajemen risiko iklim bagi bank dan investor.
Barclays sendiri menargetkan pembiayaan hijau dan bisnis dekarbonisasi senilai US$1 triliun antara 2023 hingga akhir 2030. Hingga semester I/2025, Barclays telah menyalurkan US$220,2 miliar dari target tersebut, dan membukukan pendapatan sekitar 500 juta poundsterling (US$670 juta) dari transaksi berkelanjutan dan transisi, termasuk produk dan mitra usaha.