Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembiayaan Bank ke Sektor Batu Bara Tembus Rp6.282 Triliun

Pembiayaan bank-bank global ke sektor batu bara menembus US$385 miliar dalam tiga tahun terakhir
Pembiayaan bank-bank global ke sektor batu bara menembus US$385 miliar dalam tiga tahun terakhir./Bloomberg
Pembiayaan bank-bank global ke sektor batu bara menembus US$385 miliar dalam tiga tahun terakhir./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Bank-bank global tercatat telah menyalurkan pendanaan sebesar US$385 miliar atau sekitar Rp6.282,43 triliun (asumsi kurs Rp16.318 per dolar AS) ke industri batu bara dalam tiga tahun terakhir. Aliran dana ke sektor ini bahkan meningkat pada 2024 dibandingkan 2023.

Hal ini terungkap dalam laporan terbaru yang disusun oleh sejumlah lembaga nonprofit, termasuk Urgewald yang berbasis di Jerman. Padahal, hampir 200 negara dan sejumlah bank komersial besar telah menyepakati komitmen untuk menghapus batu bara dan melakukan dekarbonisasi portofolio pada Konferensi Iklim PBB COP26 di Glasgow pada 2021.

"Seolah-olah pertemuan di Glasgow tidak pernah terjadi," ujar Direktur Riset Finansial Urgewald, Katrin Ganswindt, dikutip dari Bloomberg, Selasa (8/7/2025).

Batu bara sebagai penghasil emisi terbesar sektor energi, merupakan bahan bakar untuk sepertiga pembangkit listrik dunia menurut data Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA). Apabila seluruh pembangkit batu bara saat ini tetap beroperasi tanpa perubahan, pemanasan global akan melampaui ambang batas target 1,5 derajat Celsius yang tertuang dalam Perjanjian Paris.

Meski jumlah proyek batu bara baru terus menurun, laporan Urgewald menyebutkan bahwa jumlah pembangkit yang ada tidak menunjukkan tanda-tanda akan berkurang.

“Makin awal kita menurunkan emisi, makin besar peluang kita menghindari keruntuhan sistem iklim," tambah Ganswindt.

Solusi pensiun dini pembangkit batu bara sendiri merupakan proses yang sangat kompleks, terutama di negara-negara berkembang. Umur operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di kawasan ini relatif masih baru.

Dengan kondisi ini, negara-negara berkembang tidak bisa secara instan melakukan transisi ke energi bersih. Pendanaan juga harus mencakup kompensasi finansial guna menalangi penutupan pembangkit energi kotor.

Selain tantangan di negara berkembang, kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih makin memperkuat posisi industri batu bara. Awal tahun ini, ia menandatangani sejumlah kebijakan yang bertujuan memperluas konsumsi dan produksi batu bara di AS.

Laporan turut mengungkap bahwa bank-bank asal China menjadi penyedia pembiayaan batu bara terbesar, dengan nilai hampir US$250 miliar antara 2022 dan 2024, menurut data Urgewald. Bank-bank AS menyusul di posisi kedua dengan total pembiayaan lebih dari US$50 miliar, dipimpin oleh Bank of America Corp., JPMorgan Chase & Co., dan Citigroup Inc.

Jefferies Financial Group Inc. yang berbasis di New York mencatat pertumbuhan portofolio batu bara tercepat, dengan peningkatan hampir 400% selama periode tiga tahun tersebut. Di Eropa, Barclays Plc dan Deutsche Bank AG merupakan dua bank dengan pendanaan batu bara terbesar.

Juru bicara Deutsche Bank menyatakan bahwa lembaganya telah mengurangi eksposur terhadap sektor dengan intensitas karbon tinggi dalam satu dekade terakhir. Pada 2024, emisi dari pinjaman dan investasi mereka di sektor pertambangan batu bara berkurang 42% dibandingkan tingkat emisi pada 2021.

Juru bicara JPMorgan dan Citigroup menolak memberikan komentar. Sementara Bank of America, Jefferies, dan Barclays belum merespons permintaan wawancara.

Setelah sempat memperketat pembiayaan ke sektor batu bara, sejumlah bank mulai melonggarkan kebijakan mereka dalam beberapa tahun terakhir. Pada akhir 2023, Bank of America mengganti komitmen untuk tidak membiayai tambang batu bara termal baru dengan persyaratan uji kelayakan yang lebih ketat. Tahun lalu, Macquarie Group Ltd. asal Sydney juga melonggarkan aturan terkait pendanaan batu bara untuk produksi baja.

Secara keseluruhan, hanya 24 dari 99 bank terbesar dunia yang memiliki rencana untuk menghentikan pembiayaan batu bara sepenuhnya pada 2040, batas waktu yang dianggap aman oleh IEA.

Sebagian besar rencana ini pun hanya mencakup batu bara untuk pembangkit listrik dan mengabaikan batu bara untuk produksi baja, yang sejatinya justru lebih mencemari, dengan alasan pentingnya sektor tersebut bagi infrastruktur transisi energi, tanpa memperhitungkan pola perdagangan global yang saling terhubung.

Menurut Barry Tudor, CEO Pembroke Resources Ltd., sebuah perusahaan tambang asal Australia, perubahan pandangan lembaga keuangan terhadap batu bara mulai terasa dampaknya. Antara 2020 dan 2022, jumlah institusi yang bersedia mendanai proyek batu bara metalurgi Olive Downs di Queensland merosot dari sekitar 20 menjadi hanya tiga. Namun kini, tren tersebut mulai berbalik.

"Institusi-institusi keuangan mulai menyadari bahwa persoalan ini lebih kompleks daripada yang dibayangkan," ujar Tudor.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper